49 Days.
**Cerita ini ⚠️ Major character death.
Day 1
“Dodo... Bangun... Kita sarapan yuk? Udah ditunggu Ayah sama Papa Jinwoo di bawah”
“Jinu... Dodo udah bangun belum sayang?”
“Belum yah, Dodo belum bangun”
“Yaudah, Jinu sarapan dulu dibawah. Nanti ayah bawain sarapan buat Dodo ke kamar”
“Oke, yah....”
Aku sebenarnya dapat mendengar semua percakapan antara Jinwoo dan uncle Wooseok tadi, tetapi aku enggan menyibak selimutku untuk bangun. Setelah memastikan Jinwoo dmelangkah menjauhi kamar, aku akhirnya bangun dari tempat tidur.
Aku duduk dipinggir kasur sambil sesekali menarik nafas. Aku semalam menginap di rumah Jinwoo setelah melewati kejadian terberat dalam hidupku. Aku tau Baba tidak akan pulang sampai beberapa hari kedepan dan uncle Jinhyuk yang akan menemani Baba selama hari itu, karena aku tau Baba juga sedang melewati hari terberat sepanjang hidupnya.
Aku terlalu lama termenung hingga tanpa sadar, uncle Wooseok sudah berada di depan kamar Jinwoo dengan sebuah nampan ditangannya, membawa sarapan untukku.
“Dodo, uncle boleh masuk?“Aku tau uncle Wooseok melihatku tetapi uncle Wooseok masih meminta izinku untuk masuk ke kamar.
“Iya uncle boleh...“ucapku pelan.
“Uncle bawa sarapan buat Dodo. Dodo mau sarapan disini?“aku tersenyum dan mengangguk.
“Dodo sebenernya mau ke bawah, tapi karena uncle bawain ke kamar jadi Dodo makan disini aja”ucapku santai.
“Mau uncle temenin? Atau Dodo mau makan sendiri disini?“aku berfikir sejenak walau aku tau jelas apa jawabanku.
“Sendiri aja uncle engga apa-apa.... Uncle sarapan juga bareng sama Jinu aja...“ucapku tersenyum dan Uncle Wooseok mengangguk sebelum meninggalkanku lagi.
Day 7
“Baba....”
“Ba, Dodo udah siapin sarapan dimeja makan. Dodo berangkat sekolah ya Ba? Dodo berangkat bareng Jinwoo...”
Aku menarik nafas panjang. Panggilanku tidak di jawab lagi. Aku dengan langkah malas, memutuskan pergi untuk berangkat sekolah karena Jinwoo sudah menungguku bersama Uncle Jinhyuk.
Aku pulang dengan keadaan rumah gelap, seperti biasa. Makanan diatas meja yang aku siapkan untuk Baba tadi pagi juga utuh tidak tersentuh.
“Baba... Dodo pulang”ucapku pelan.
“uncle Wooseok bawain makanan, Dodo panasin ya Ba...”
Aku membuang makanan tadi pagi dan memanaskan makanan yang aku bawa dan menyiapkannya di atas meja, berharap Baba akan memakannya tengah malam nanti.
“Makanannya udah di meja makan ya Ba, Dodo ada dikamar...“ucapku tepat di depan kamar Baba.
Aku tidak mau memaksa Baba, aku membuat ruang untuk diri Baba sendiri karena aku tau Baba membutuhkan hal tersebut.
Day 15
“Uncle, Baba..... Baba..... uncle“
Malam itu, aku terbangun dan mendapati Baba tergeletak di dapur. Aku mencoba tetap tenang, tetapi Baba tidak bergerak sama sekali ketika aku panggil beberapa kali.
Aku mencoba menghubungi uncle wooseok walaupun jam sudah menunjukan lewat tengah malam. Aku menceritakan semuanya kepada uncle Wooseok dan uncle Jinhyuk hingga mereka datang ke rumahku dan membawa Baba ke rumah sakit.
“Tn. Cho hanya butuh istirahat. Sepertinya beliau kekurangan tidur dan kekurangan cairan”
Aku tau, Baba tidak menyentuh makanan apapun yang aku siapkan maupun makanan yang dikirimkan uncle Wooseok kepada kami. Tapi aku tidak tau jika Baba kurang tidur selama itu, karena aku tidak pernah bertemu Baba. Baba selalu berada di dalam kamarnya semenjak hari itu.
Day 25
Hari kesepuluh Baba terbaring dirumah sakit setelah aku menemukan Baba tergeletak dilantai dapur malam itu dan hari ke dua puluh lima semenjak hari itu.
Aku mencoba tidak menangis, karena banyak orang mengatakan bahwa perasaan sedih yang kita rasakan akan cepat dirasakan oleh orang lain disekitar kita termaksud Baba yang sekarang sedang tertidur pulas.
“Ba, lusa Dodo ada kemah sama Jinu... Harusnya Baba yang tanda tangan suratnya minggu lalu tapi akhirnya Uncle Jinhyuk yang tanda tangan suratnya... Engga apa-apa kan, Ba?”
Day 30
“Baba!!!”
Pagi itu aku mendapatkan kabar dari uncle Jinhyuk bahwa Baba sudah sadar. Aku dan Jinu menyusul bersama uncle Wooseok ke rumah sakit dan menemukan Baba yang memang sudah bangun dari tidur panjangnya.
“Dodo kangen sama Baba.... Dodo takut Baba pergi....”
Baba memandangku dan aku tau bahwa Baba mengerti maksud perkataan yang aku sampaikan walaupun tidak aku teruskan. Baba memelukku erat, pelukan pertama yang aku rasakan semenjak hari itu.
Day 37
“Gimana enak?”
Baba sudah kembali kerumah. Ini hari pertama Baba membuatkanku sarapan. Pertama kalinya aku melihat senyum Baba walau tidak secerah senyum Baba dulu.
“Enak, Dodo suka! Masakan Baba enak banget!”
Baba tersenyum mendapatkan pujian dariku. Walaupun makanan Baba terasa sedikit asin, aku tetap memuji Baba karena pujian tersebut juga bentuk pujianku terhadap Baba yang berhasil bangkit semenjak hari itu.
“Hari ini, kita ketempat Bubu ya, mau?”
“Engga apa-apa, sayang... Baba engga apa-apa kok”
Baba tau isi hatiku ketika aku tidak menjawab pertanyaannya. Aku berfikir keras, apakah Baba benar-benar sudah tidak apa-apa? Apakah Baba sudah baik-baik saja?
Day 43
“Ba... Sarapan yuk? Baba...”
Beberapa kali aku mengetuk pintu kamar Baba tapi tidak ada jawaban. Aku berfikir jika Baba belum bangun, tapi aku tidak yakin karena Baba sudah berjanji akan membuat sarapan pagi ini bersamaku.
“Baba? Belum bangun ya?”
Pelan, aku membuka kamar Baba yang tidak terkunci. Aku masuk ke kamar Baba dan mendapati kamar Baba yang masih gelap. Aku tersenyum karena firasatku tepat bahwa Baba kesiangan. Senyumku pudar saat aku melihat beberapa obat di nakas kecil sebelah tempat Baba.
“Ba, bangun yuk? Udah siang...”
“Baba, jangan nakutin Dodo dong! Ayok bangun...”
“Baba, udah janji kan kalo hari ini Baba mau buat sarapan sama Dodo?”
“Ba... Baba udah janji kan sama Dodo engga akan pergi? Kemaren Baba bilang ke Dodo kalo Baba udah engga apa-apa kan, Ba? Baba bangun please...”
Aku tau ini salah, ada kesalahan pada Baba pagi itu. Aku memutuskan menelfon uncle Wooseok. Aku kembali mendatangi rumah sakit dengan kondisi Baba yang lagi-lagi tidak sadarkan diri.
Aku tau keadaan yang terjadi saat ini cukup buruk, karena aku melihat dokter terkejut melihat botol obat yang diserahkan uncle Wooseok bahkan dokter tersebut meminta waktu untuk berbicara berdua dengan uncle Jinhyuk.
Aku diam, terlalu bingung dengan keadaan yang terjadi. Dari kaca aku melihat beberapa perawat memasang berbagai macam alat yang tidak aku ketahui namanya, alat-alat yang sudah biasa aku temui bahkan jauh sebelum malam ini.
“Bubu... Ini namanya alat apa? Ke apa Bubu pake banyak alat begini?”
“Bubu gatau! Tapi, Dodo kalo gede mau jadi dokter kan? Gimana kalo Dodo cari tau nama alat-alat ini pas Dodo jadi dokter dan kasih tau Bubu namanya?”
Day 47
Aku tidak tau, kenapa hari itu uncle Wooseok terlihat sedih. Bahkan uncle akan menangis saat mata kami bertatapan dan berujung uncle Jinhyuk akan memeluk uncle Wooseok dan keluar dari kamar perawatan Baba.
“Dodo, uncle Youn kapan bangun?“Aku menggeleng menjawab pertanyaan Jinwoo.
“Hm... Badan uncle Youn banyak alat! Dodo tau namanya?“aku kembali menggeleng sebagai jawaban.
“Tapi Dodo udah janji sama Bubu buat jadi dokter dan nyari tau nama alat-alat ini! Nanti Dodo bakalan kasih tau Jinwoo kalo Dodo udah tau”Jinwoo mengangguk antusias.
“Wah jari uncle Youn gerak!!”
Aku tau ini pertanda baik, jadi aku berlari untuk memanggil uncle Wooseok maupun uncle Jinhyuk.
“Tn. Cho sudah memperlihatkan perkembangannya walaupun masih sangat kecil. Kami berharap, perkembangan Tn. Cho terus meningkat”
Pasti! Aku yakin, Baba pasti akan membaik dan kembali kerumah bersamaku. Aku tersenyum saat kembali melihat jari jemari Baba bergerak seakan memberitahuku bahwa Baba baik-baik saja.
Day 49
Aku jelas tau apa yang terjadi, saat uncle Wooseok membangunkanku malam itu. Menyuruhku bersiap dalam keadaanku setengah sadar karena baru saja bangun tidur. Uncle Wooseok menangis sepanjang jalan malam itu, Jinwoo beberapa kali bertanya tapi aku tidak mau menjawab pertanyaan Jinwoo karena aku tidak mau apa yang aku fikirkan ini benar terjadi.
“Dodo... Mau liat Baba?”
“Hm? Baba udah bangun ya uncle?”
“Ayok! uncle temenin Dodo ketemu Baba!”
Sesampainya di rumah sakit, uncle Jinhyuk menemaniku menemui Baba, aku sempat berfikir bahwa apa yang aku fikirkan sejak tadi itu tidak benar dan yang terjadi adalah sebaliknya. Tetapi sesampainya di dalam kamar, aku melihat banyak perawat di sekeliling Baba dan langkahku pun terhenti.
“Dodo, ayok! Engga apa-apa, uncle temenin Dodo”
Aku menatap uncle Jinhyuk karena sejujurnya aku terlalu takut ketika melihat banyak orang dewasa disekitar Baba. Uncle Jinhyuk memilih menggendongku dan mendudukanku diatas kasur Baba. Baba masih tertidur pulas, kenapa orang-orang ramai ada disini?
“Dodo sayang Baba kan? Dodo mau cium Baba?”
Aku mengangguk dan mencium Baba setelahnya. Aku juga memeluk Baba lama, seakan aku benar-benar tidak mau ditinggal Baba. Aku ingin menangis, tapi lagi-lagi aku tahan karena aku tidak mau Baba bersedih, aku tidak boleh membuat Baba ikut menangis.
“uncle....”
Aku kembali digendong uncle Jinhyuk dan berjalan mundur beberapa langkah, memperhatikan orang-orang yang berafa di sekitar Baba. Mereka satu persatu mecabut alat yang terpasang di tubuh Baba, persis seperti apa yang mereka lakukan terhadap Bubu Empat puluh sembilan hari yang lalu.
Aku menangis dan menjerit karena aku tau aku akan ditinggalkan lagi untuk kesekian kalinya. AKu tidak mau, aku memberontak di gendongan uncle Jinhyuk hingga Uncle memilih keluar menggendongku dan aku pun terisak dalam dekapan uncle wooseok dan uncle jinhyuk.
“Ga mau... Dodo gamau pakai baju ini lagi... Dodo mau ketemu Baba... uncle ayo bawa Dodo ketemu baba....”
Sekeras apapun aku memaksa, hari itu dan seterusnya aku tidak akan bertemu Baba lagi. Sekeras apapun aku menangis di hadapan uncle jinhyuk, hanya akan berakhir aku terisak dalam dekapan uncle Wooseok untuk menenangkanku.
Day 52
Untuk pertama kalinya, aku kembali kerumah. Bukan untuk tinggal lagi ditempat itu, tapi hanya untuk mengambil beberapa lembar baju dan perlengkapan sekolah yang aku butuhkan karena aku sudah resmi tinggal bersama uncle Wooseok.
“Do, ada lagi yang mau dibawa?”
Aku mencari apapun yang bisa aku bawa karena aku tidak mungkin selalu menyusahkan uncle wooseok maupun uncle jinhyuk. Aku memutuskan masuk ke kamar Baba dan Bubu. Kamar mereka yang selalu terasa hangat, sekarang terasa dingin. Entah mengapa, aku tidak tahan berada lama di dalam kamar Baba & Bubu. Aku hanya mengambil sebuah foto yang terletak di nakas, foto kami bertiga saat aku berulang tahun ketiga.
Aku keluar kamar dengan figura kecil ditanganku, aku mencoba tidak menangis ketika mengingat bahwa aku akan semakin jarang kembali kerumah ini. Foto yang aku bawa, aku letakan di dalam ransel yang sudah penuh terisi. Uncle Wooseok yang bertugas menemaniku sedang memeriksa beberapa bahan makanan dalam kulkas dan membuang beberapa bahan yang tidak dapat dikonsumsi lagi.
“Udah? Nanti kalo Dodo butuh sesuatu bilang aja ya? Rencananya uncle Jinhyuk besok mau kesini juga kok”
Aku mengangguk dan tersenyum. AKu sebisa mungkin tidak memperlihatkan kesedihan di depan uncle karena aku tau, uncle juga sudah banyak menangis bahkan sejak lima puluh dua hari yang lalu.
_“Baba... Bubu... Dodo tinggal sama uncle ya! Nanti kapan-kapan Dodo main kerumah lagi! Atau nanti Dodo minta tolong uncle buat temenin Dodo ke tempat Baba sama Bubu! Dodo janji kok ga akan sedih, soalnya Dodo gamau bikin uncle sedih. Dodo sayang sama Baba juga sama sayang Bubu...”_
“Dodo, mau makan es krim? Jinu sama uncle Jinhyuk lagi ditempat es krim!”
“Mauuuu!!!”
Iya, aku tidak boleh bersedih demi orang-orang disekitarku saat ini dan demi Baba sama Bubu disana.
(xposhie)