A Beautiful Reunion.
Sejin tersenyum sambil sesekali menyesap kopi dengan rasa berbeda dihadapannya. Rasanya memang berbeda, tetapi tetap ada kepingan rasa yang pernah ia rasakan beberapa waktu lalu.
Setidaknya sampai matahari benar-benar terbenam, Sejin baru meninggalkan Kafe tersebut. Entah kenapa ada sedikit kehangatan dihati Sejin ketika langkah kakinya menjauhi kafe tersebut.
Sejin tidak percaya apa itu kebetulan. Baginya, di dunia ini tidak ada sesuatu yang kebetulan karena semuanya berjalan atas kehendak sang pencipta. Suatu kejadian tidak akan terjadi jika Tuhan tidak menghendaki, seperti kejadian hari ini.
Teringat akan sesuatu, membuat Sejin tersenyum. Malam boleh gelap, tetapi senyum Sejin malam ini begitu cerah.
[May your choices reflect your hopes, not your fears -Nelson Mandela]
“Ah jadi ini? Keputusan yang gue buat ini ngebawa gue kepada sebuah harapan? bukan ketakutan? Jadi gue bisa berharap sama dia?”
Langkah Sejin terhenti, senyumnya perlahan hilang. Hotelnya tinggal beberapa langkah di depan Sejin tetapi Sejin lebih memilih terdiam, memikirkan apa yang seharusnya tidak terlalu ia fikirkan. Seharusnya.
Malam hari, Sejin tertidur dengan perasaan yang tidak menentu. Senja tadi ia bisa tersenyum cerah, tetapi saat malan senyumnya hilang karena fikiran-fikiran yang memenuhi kepalanya.
“Berharap dan bergantung sesama manusia itu engga baik. Lebih baik berharap dan bergantung sama Tuhan, karena hasilnya pasti baik”
Teman baik Sejin yang bertubuh besar itu memang lebih muda dari Sejin, tetapi terkadang apa yang ia bicarakan masuk akal dan bisa membuat Sejin terdiam tidak berkutik.
“Engga kok, gue engga berharap lebih. Gue kesini demi matcha latte yang diganti seenaknya kemaren”
Sejin bermonolog dalam hatinya. Sambil tersenyum ia membuka pintu kafe tersebut. Langkah kakinya membawa ia menuju counter pemesanan.
Sesekali Sejin melirik. Tidak, ia tidak berharap apapun. Hanya saja ia ingin memastikan sesuatu. Setelah memesan sesuai yang ia inginkan, Sejin memilih tempat yang nyaman dan tentunya yang menghadap langsung ke pantai.
Tidak sampai lima belas menit, pesanan Sejin sudah datang. Sejin awalnya ingin tersenyum, tetapi tidak bisa. Pesanannya sesuai dan tidak berganti seperti kemarin. Tanpa disadari olehnya Sejin menghela nafas panjang.
“Emang engga bisa berharap sama sesama manusia”
Sejin tidak membuang waktunya terbuang sia-sia di kafe tersebut. Setelah makanan dan minumannya selesai ia nikmati, Sejin pun memutuskan pergi dan memulai kembali liburannya.
Panas tidak membuat Sejin kehilangan minatnya untuk bermain dengan pasir pantai yang dilihatnya siang itu. Sendirian tidak membuat Sejin mengurungkan niatnya bermain dengan air pantai yang menyapu kakinya.
[[To escape and sit quitely on the beach, that's my idea of paradise – Emilia Wickstead]]
Menghabiskan harinya dipantai adalah kebahagiaan bagi Lee Sejin. Bermain dengan pasir pantai, mendengar debur ombak atau sekedar merasakan ombak pantai menyapu kaki kecilnya.
Sejin berusaha memilih restaurant seafood yang berjejer rapih. Tidak terlalu ramai, tapi tidak terlalu sepi adalah restaurant yang Sejin incar malam itu. Terlalu ramai akan membuat pesanannya lama disajikan. Terlalu sepi bisa saja restaurant tersebut tidak memiliki nilai rekomendasi yang bagus bagis Sejin.
”——Eh sorry!!”
Sejin menarik nafas panjang. Setelah membersihkan celananya yang kotor karena jatuh dan terduduk dipasir, Sejin kembali berdiri dan langsung berhadapan dengan lelaki asing dihadapannya.
“Sabar Jin! Ditempat orang asing. Lo engga kenal siapa-siapa. Lo bukan siapa-siapa. Senyum trus langsung pergi aja!!”
Sejin tersenyum ramah sebelum meninggalkan tiga lelaki tersebut yang menatap Sejin heran. Sebetulnya Sejin takut, tapi ia harus terlihat santai dihadapan orang yang tidak ia kenal.
“Makanya kalo jalan liat ke depan!”
“Tau! Untung masnya baik tuh engga marah-marah”
Sayup. Sejin mendengar perbincangan tiga lelaki yang sebelumnya menabrak dirinya hingga terjatuh ke pasir. Tetapi sebuah suara berhasil membuat Sejin berhenti. Sebuah suara yang hanya mengatakan sebuah kata.
“Yuk!”
Sejin berbalik, membuat lelaki yang sekarang berjumlah empat orang tersebut memperhatikan Sejin aneh. Sejin memicingkan matanya, memastikan apa yang harus dipastikan.
“Sejin?”
Senyum Sejin mengembang ketika suara yang ia dengar sesuai dengan apa yang ia harapkan. Sebenarnya Sejin tidak tahu mengapa ia tersenyum, tetapi senyumnya semakin cerah ketika orang tersebut berjalan mendekati Sejin.
“Seungyoun?“ucap Sejin dan Seungyoun mengangguk.
Lama, mereka beradu tatap hingga seorang teman Seungyoun menyadarkan mereka berdua. Setelah izin dengan teman-temannya, Seungyoun pun berjalan bersisian dengan Sejin dan mengarahkan Sejin untuk menemukan restaurant yang sesuai dengan keinginan Sejin.
Entah apa tujuan Seungyoun menemani Sejin jika keadaan diantara mereka berdua hening. Sejin sibuk dengan makan malamnya sedangkan Seungyoun sibuk mengaduk jeruk nipis panas dihadapannya.
“Apa kabar?“Akhirnya Sejin membuka suara. Tetapi bodohnya Seungyoun yang terlalu fokus dengan minumannya hingga tidak mendengar pertanyaan Sejin.
“Enak jeruknya?“Kali ini Sejin bertanya dengan suara lebih tinggi dari sebelumnya. Seungyoun tersenyum sambil mengangguk.
“Sorry. . . Kemaren gue ganti minuman lo pas di kafe. Gimana? Enak?“Sejin tersenyum mendengar pertanyaan Seungyoun tersebut.
“Pantesan rasa matcha latte di LOC agak beda, ternyata lo udah engga disana. Bego banget gue engga pernah sadar”Bukannya menjawab pertanyaan Seungyoun, Sejin justru membuka topik pembicaraan lain yang membuat dirinya dan Seungyoun tertawa bersama.
“Hahaha berarti anak didikan gue bisa gantiin gue dengan baik”ucap Seungyoun. Keadaan kembali hening hingga mereka meninggalkan restaurant tersebut.
Sejin memilih kembali berjalan diatas pasir puting yang membentang dan Seungyoun memilih untuk kembali menemani Sejin malam itu.
“Engga ada rencana balik ke LOC?“pertanyaan Sejin membuat Seungyoun tertawa hambar.
“Kalo gue gatau diri, gue sih engga mau balik kesana lagi. Tapi gue orangnya tau diri kok, jadi gue pasti bakalan balik kesana lagi”
“Kapan?“tanya Sejin cepat yang membuat Seungyoun menghentikan langkahnya. Seungyoun tersenyum dan mengusak rambut Sejin.
“Hotel lo dimana? Gue anter balik yuk! Udah malem nih, biar lo bisa istirahat”Sejin menghela nafasnya. Pertanyaannya tidak dijawab oleh Seungyoun.
“Itu hotel gue”ucap Sejin menunjuk sebuah bangunan di tepi pantai.
“So... Gue temenin sampe sini aja ya? Sampe ketemu lagi kalo waktu mengizinkan.“ucap Seungyoun tersenyun.
Sejin terdiam. Engga melanjutkan langkannya ke hotel yang sudah ada dihadapannya.
“Lo masih suka sama gue engga?“pertanyaan Sejin tepat pada sasarannya karena Seungyoun diam tanpa kata ditempatnya.
“Empat tahun. Kalo lo masih suka sama gue, berarti udah empat tahun”ucap Sejin lagi.
Tidak ada kata yang keluar dari mulut Seungyoun membuat Sejin melakukan sebuah tindakan yang membuat Seungyoun membeku.
Sejin mendaratkan bibirnya di bibir Seungyoun. Memerlukan sedikit usaha karena Seungyoun yang lebih tinggi darinya. Sejin menarik baju Seungyoun agar sedikit menunduk.
Seungyoun benar-benar diam membeku sampai Sejin melepaskan bibirnya. Sejin tersenyum getir menatap Seungyoun yang terdiam.
“Jadi cuma tiga tahun ya? Cuma tiga tahun lo suka sama gue? Jadi gue——“ucapan Sejin terputus karena Seungyoun yang tiba-tiba menarik tengkuk Sejin dan mencium Sejin.
Sejin terkejut tetapi setelahnya, Sejin melingkarkan tangannya di leher Seungyoun. Membalas pergerakan bibir Seungyoun yang berantakan. Mereka beradu lidah. Dipantai, di tempat yang sama-sama mereka sukai.
Sejin memukul dada Seungyoun ketika nafasnya semakin berkurang. Seungyoun pun melepaskan bibirnya memberikan Sejin sedikit waktu untuk bernafas.
“Sorry...“ucap Seungyoun mengusap bibir Sejin yang membengkak karena ulahnya. Sejin tersenyum.
“Jadi empat tahun? Bukan tiga tahun?“tanya Sejin menatap Seungyoun dalam.
“Empat tahun dan bahkan mungkin bisa lebih? Mungkin bisa lebih kalo lo ngasih gue kesempatan kali ini”ucap Seungyoun pelan.
Sejin menatap Seungyoun. Mencari kebohongan yang tidak mungkin ia temukan karena Sejin hanya menemukan sebuah kebenaran dari ucapan Seungyoun sebelumnya.
Sejin menarik Seungyoun, menyembunyikan kepalanya di dada Seungyoun. Terdengar tawa kecil dari Seungyoun sebelum Seungyoun membalas pelukan Sejin.
“Jadi kali ini diizinin?“tanya Seungyoun dengan tangan yang mengusap punggung Sejin.
“Stay overnight at my hotel room, please...“Sejin berucap terlampau pelan tapi Seungyoun bisa mendengarnya.
“Kalo kita pelukan begini terus, kapan sampai kamar hotelnya?“ucapan Seungyoun membuat Sejin melepaskan pelukannya. Tanpa melihat ke arah Seungyoun, Sejin berjalan terlebih dahulu.
“Aku engga tau nomer kamar kamu loh, engga punya akses masuknya juga”Seungyoun meledek, membuat Sejin menghentikan langkahnya. Sejin berbalik dan mengulurkan tangannya. Seungyoun berlari dan meraih tangan Sejin sebelum berjalan menuju hotel yang ditempati Sejin.
(xposhie)