A true love?

[.] Sebuah cerita yang saya tulis setelah membaca sebuah kisah mengenai seorang kakek yang menunggu cintanya hingga ajal menjemput. Kakek tersebut selalu setia menunggu, walaupun usahanya tidak pernah membuahkan hasil.

[!] Penggunaan tanda tanya pada judul dimaksudkan tidak lain dan tidak bukan, agar pembaca dapat menyimpulkan sendiri: Apakah ini termaksud cinta sejati atau bukan?


18 Juni 1993

“Kamu tau akan pindah kemana?“tanya Wooseok, seorang remaja berumur belum genap lima belas tahun.

Seungwoo sang lawan bicara menggeleng. Helaan nafas keduanya terdengar berat. Genggaman kedua tangan mereka mengisyaratkan bahwa mereka tidak ingin berpisah.

“Apa kita gabisa pindah ke tempat yang sama aja?“tanya Wooseok lagi dan Seungwoo masih belum bisa menjawab pertanyaan orang terkasih.

“Kemarin aku sempat dengar saat lewat Balai Desa kalo perpindahan massal ini terbagi atas tiga kloter berbeda dengan tujuan yang berbeda juga”ucap Seungwoo menjelaskan.

“Tapi aku tidak tau, apakah keluarga kita mendapatkan kloter dan tujuan yang sama karena kemarin, hal itu belum diputuskan”ucap Seungwoo, lelaki yang berusia dua tahun lebih tua dari Wooseok.

Wooseok menunduk sedih mendengar penjelasan Seungwoo. Semua terasa indah beberapa minggu lalu saat Seungwoo menyatakan perasaannya terhadap Wooseok. Tapi saat ini semua terasa abu-abu. Akibat permasalahan desa, Kepala Desa tempat Seungwoo dan Wooseok tinggal memutuskan melakukan Bedol Desa.

Abu-abu, karena ia tidak tahun warna apa yang sebenarnya akan ia lihat setelah ini. Sebuah warna hitam, karena ia akan berpisah dengan Seungwoo atau sebuah warna putih, karena ia dan Seungwoo tetap akan bersama.

“Hey, kenapa sedih?“tanya Seungwoo mengangkat wajah lelaki disebelahnya. Mata Wooseok yang berbinar itu terlihat sayu.

“Kita tidak tau takdir kita kedepannya, kan? Jangan dulu bersedih!“ucap Seungwoo mencoba menghibur Wooseok dengan menampilkan senyum terbaiknya.

“Kalo takdir kita harus berpisah bagaimana?“tanya Wooseok dengan linangan air mata yang siap jatuh kapanpu.

“Kamu lihat pohon besar disana? Tempat aku menyatakan perasaanku waktu itu?“tanya Seungwoo dan Wooseok mengangguk.

“Jika keadaan sudah lebih baik, mari kita bertemu kembali di sana”ucap Seungwoo meyakinkan.

“Aku berjanji akan menunggu kamu setiap hari dekat pohon itu. SETIAP HARI”ucap Seungwoo lebih meyakinkan.

“Setiap hari?“tanya Wooseok bingung dan Wooseok mengangguk.

“Aku lebih dewasa darimu, aku bisa kemana-mana sendiri dan aku akan menunggu kamu disana”ucap Seungwoo tersenyum yang membuat Wooseok juga tersenyum.

“Jangan bersedih! Kita pasti akan bertemu suatu saat nanti”ucap Seungwoo yang detik setelahnya menarik Wooseok kedalam dekapannya.

Lima belas menit waktu yang dibutuhkan Seungwoo menenangkan sang kekasih sebelum akhirnya melepaskan dekapan keduanya. Seungwoo menatap Wooseok lekat, membuat wajah Wooseok memerah padam.

“Wooseok...“ucap Seungwoo sebelum menyatukan bibir keduanya. Tubuh Wooseok menengang, karena itu adalah ciuman pertamanya.

Wooseok menarik pelan coat coklat tua yang Seungwoo gunakan. Bibirnya diam, karena terlalu bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Seungwoo pun mengusap pipi Wooseok dengan ibu jarinya, mengisyaratkan ketenangan.

Tiga menit berikutnya, Wooseok sudah lebih tenang membuat tangannya melemas dan berpindah keatas paha kecil miliknya. Seungwoo memperdalam ciuman keduanya, bahkan ia menggigit bibir Wooseok untuk meminta akses masuk menjelajahi mulutnya.

Seungwoo menyesap kasar bibir Wooseok dan memperdalam ciuman keduanya, mengabaikan langit yang semakin menghitam. Wooseok yang telah dapat membaca keadaan, akhirnya mengalungkan tangannya di leher sang kekasih untuk memperdalam ciumannya.

Nafas keduanya terengah dan membuat mereka memutus tautan bibir keduanya. Bibir Wooseok bengkak karena ulah Wooseok, membuat Seungwoo tersenyum dan meminta maaf.

“Kamu harus selalu ingat! Aku akan selalu menunggu kamu dekat pohin besar itu”ucap Seungwoo lagi dan Wooseok mengangguk mengerti.

Seungwoo kembali mencuri kecupan singkat bibir Wooseok sebelum keduanya beranjak pergi dan pulang ke rumah masing-masing.


5 Mei 2000

Lengan kemeja yang Seungwoo kenakan itu sengaja ia lipat sebatas siku. Rambut yang semula tertata rapih, sudah berantakan menandakan bahwa ia melalui hari yang berat.

“Permisi...“ucap Seungwoo terhadap salah satu orang yang berjalan di dekatnya.

Seungwoo menghela nafas berat sesaat setelah orang yang ia tanyakan menggeleng tidak tau dan beranjak pergi. Seungwoo pun memilih duduk di sebuah bangku kayu tua dengan sebuah foto lusuh ditangan.

“Mas itu datang lagi?”

Sayup, Seungwoo mendengar suara dua orang yang sedang berbicara dan benar saja, ada

“Iya, kalo saya lihat sudah sebulan ini masnya datang dan menunggu di tempat yang sama. Sepertinya menunggu seseorang”

Seungwoo menunduk, mengusap foto lusuh tersebut. Sudah sebulan, penantiannya tidak membuah hasil yang menggembirakan.

“Kalo nanti aku menunggu di tempat ini tapi Ka Seunggwoo ga ada disini, gimana?”

Teringat jelas dalam fikiran Seungwoo, pertanyaan yang di lontarkan Wooseok tujuh tahun silam.

“Aku sudah janji akan menunggu disini dan aku bisa pastikan bahwa aku akan ada disini saat kamu kesini”

Seungwoo juga dapat mengingat jelas jawaban yang ia berikan untuk Wooseok pada hari itu. Oleh karena itu, sudah sebulan ini Seungwoo selalu menunggu Wooseok di tempat yang mereka tentukan.

Tujuh tahun bukan waktu yang sebentar, tetapi harapan Seungwoo bertemu Wooseok ditempat tersebut masihlah tinggi.


17 Maret 2008

Seungwoo memarkirkan mobil hitamnya di pelataran parkir di dekat sebuah taman bermain. Ia keluar dari mobilnya dengan senyum merekah di bibirnya.

“Sore pak seungwoo!“ucap seorang juru parkir yang sangat mengenal Seungwoo. Seungwoo tersenyum seraya memberikan satu kantong makanan kepada lelaki muda tersebut.

“Tidak ada yang mencari saya?“tanya Seungwoo dan juru parkir tersebut menggeleng.

“Sejauh ini saya juga belum melihat lelaki yang wajahnya mirip dengan foto yang bapak perlihatkan kepada saya, pak”Seungwoo mengangguk mengerti mendengar pernyataan lelaki tersebut.

Lima belas tahun, apakah wajah Wooseok sudah berubah? Entah, Seungwoo juga tidak tau. Foto yang ia miliki adalah foto Wooseok yang berusia empat belas tahun, foto anak lelaki yang sedang memasuki fase pubertasnya.

Seungwoo berpamitan dengan sang juru parkir dan berjalan memasuki taman tersebut. Lahan yang dulunya merupakan lahan kosong terbengkalai, kini sudah berubah menjadi taman bermain.

Sebuah taman indah dan terawat yang biasa digunakan keluarga maupun pasangan kekasih untuk menghabiskan waktu luang mereka.

Seungwoo berdiri di hadapan sebuah pohon besar. Pohon yang menjadi ciri khas taman tersebut. Pohon yang menjadi tempat yang ia janjikan kepada Wooseok sebagai tempat bertemu.


27 Oktober 2013

Seungwoo membentangkan tikar diatas rumput hijau. Setelahnya, Seungwoo merapihkan beberapa kotak makan di atas tikar tersebut dan tidak lupa sebuah kue tart yang sudah ia beli sebelumnya.

Hari ini adalah perayaan ulang tahun Wooseok ke tiga puluh lima tahun dan Seungwoo sudah menyiapkan pesta kecil untuk dirinya sendiri.

Beberapa orang memperhatikan Seungwoo dengan tatapan aneh, tetapi hal itu tidak menyurutkan niat Seungwoo untuk menyalakan lilin, menyanyikan lagu ulang tahun, meniup lilin serta memotong kuenya seorang diri.

“Apakah hari ini ulang tahunmu, pak?“tanya seorang remaja saat Seungwoo membagikan potongan kie ulang tahun pada orang disekitarnya.

“Bukan. Hari ini ulang tahun orang yang aku cintai, tetapi dia sedang tidak ada disini”ucap Seungwoo sopan.

Seungwoo menyisakan satu potong kue untuk ia santap di rumah nanti. Seungwoo memperhatikan sekitar, berharap Wooseok datang hari itu.

Tahun kedua puluh bagi Seungwoo untuk menunggu Wooseok di tempat tersebut. Beberapa orang bahkan sudah mengenalnya sebagai “Pria penunggu cinta”.


24 Desember 2020

Seungwoo tanpa sengaja menjatuhkan remote televisi yang ia genggam, membuat beberapa karyawan yang bekerja dirumahnya berlari menghampiri.

“Tuan, anda tidak apa-apa?“tanya salah satu pria yang bekerja sebagai asisten pribadi Seungwoo.

Seungwoo menggeleng, tetapi hatinya berdetak lebih cepat dibanding sebelumnya karena sebuah berita di televisi.

Sebuah pohon berumur ratusan tahun tumbang

Seperti itulah headline berita hampir di seluruh televisi pagi itu. Pohon yang menjadi patokan tempat Seungwoo dan Wooseok bertemu.

Siang itu, Seungwoo dibawa kerumah sakit. Berita mengejutkan tersebut membuat Seungwoo jatuh sakit tepat di hari ulang tahunnya.


14 Februari 2025

Hari kasih sayang tahun ini Seungwoo gunakan untuk lagi-lagi mengunjungi pohon besar yang kini sudah berganti menjadi sebuah monumen buatan pemerintah.

Seungwoo meletakan satu buket bunga di depan monumen tersebut. Ia tersenyum menatap pohon besar dalam bentuk foto pada monumen tersebut.

Seungwoo mendapat sapaan beberapa orang yang mengenalnya lama. Selanjutnya, ia duduk disebuah kursi kayu yang seperti menjadi kursi pribadi miliknya karena hampir setiap hari Seungwoo duduk di kursi tersebut.

“Permisi, pak! Boleh berbicara sebentar?“tanya seorang lelaki muda dan Seungwoo mengangguk.

“Tiga puluh dua tahun yang lalu, saya berjanji pada seseorang untui menunggunya disini”ucap Seungwoo memulai ceritanya setelah orang dihadapannya bertanya.

“Saat itu, saya berjanji bahwa saya akan disini kapanpun ia datang”ucap Seungwoo melanjutkan.

“Apa dia pernah datang?“tanya lelaki di hadapan Seungwoo dan Seungwoo menggeleng.

“Mengapa bapak masih menunggunya disini?“tanya lelaki tersebut lagi.

“Karena saya mencintainya dan karena saya sudah berjanji kepadanya”ucap Seungwoo tersenyum.

Seungwoo tidak tahu, bahwa kisahnya dengan Wooseok sudah tersebar luas ke penjuru kota. Tetapi, pertemuan Seungwoo dan Wooseok tidak juga terjadi.


1 April 2033

“Tidak usah menunggu saya. Nanti saya akan pulang menggunakan taksi”supir yang sudah bekerja dengan Seungwoo selama tujuh tahun tersebut mengangguk mengerti.

Seungwoo berjalan pelan menuju tempat yang sama. Tempat dimana ia berjanji akan bertemu Wooseok. Seungwoo berharap, Wooseok tetap mengenali tempat tersebut walau tanpa pohon besar yang dahulu berada disana.

Setiap hari, bulan bahkan tahun, Seungwoo selalu berharap bertemu Wooseok. Bagaimanapun keadaan Wooseok saat ini, Seungwoo akan menerimanya karena bagi Seungwoo, Wooseok adalah segalanya.

Waktu hampir menunjukan pukul sepuluh malam saat Seungwoo memutuskan pergi dari taman tersebut. Seungwoo berjalan ke sebuah halte terdekat untuk mencari sebuah taksi.

Setengah jam berlalu, tidak ada satupun taksi kosong yang melintas. Seungwoo pun memutuskan menelfon sang supir, tetapi disaat yang bersamaan dua orang pemotor menghampirinya dan menarik ponsel yang Seungwoo genggam. Seungwoo terjatuh karena kejadian malam itu.


7 September 2045

Seungwoo berjalan teramat pelan dengan dibantu sebuah tongkat kesayangannya. Tongkat yang sudah menemaninya dua tahun ini.

“Mau saya bantu, tuan?“Seungwoo menoleh dan mendapati gadis remaja mencoba membantunya menyebrang jalan.

“Terimakasih”ucap Seungwoo sesaat setelah sampai di sebrang jalan.

“Hati-hati dijalan, tuan!“ucap gadis tersebut sebelum pergi meninggalkan Seungwoo.

Seungwoo berhenti di depan sebuah pagar kayu. Seungwoo tidak dapat masuk ke taman yang sudah sepenuhnya di tutup oleh pemerintah tersebut.

Semakin jarang orang menghabiskan hari mereka di taman, membuat taman tersebut tidak terawat dan Pemerintah setempat memilih untuk menggusur taman tersebut.

“Ada yang bisa saya bantu, tuan?“ucap seorang penjaga yang menghampiri Seungwoo sambil tersenyum.

“Anda tahu taman ini rencananya ingin dijadikan apa?“tanya Seungwoo pelan.

“Apartment, tuan. Rencananya pembangunan dimulai bulan depan”ucap penjaga tersebut menjelaskan.

“Kalau saya boleh tau, mengapa tuan menanyakan hal tersebut?“Seungwoo tersenyum mendengar pertanyaan tersebut.

“Banyak kenangan di tempat ini. Dulunya, ini sebuah Desa dimana saya menghabiskan masa kecil. Lalu berubah menjadi sebuah taman dan pemukiman sederhana. Sekarang akan berubah lagi menjadi apartment mewah ya?“ucap Seungwoo bercerita.

Seungwoo pun memutuskan kembali kerumah karena ia tidak sanggup berdiri lama lagi, berbeda dengan dirinya beberapa tahun silam.


30 November 2050

“Tuan? Tuan? Permisi, tuan?”

Hari itu, Seungwoo ditemukan tidak sadarkan diri disebuah halte di depan apartment mewah dimana pohon besar dulu berada.

Seungwoo dibawa kerumah sakit oleh penjaga keamanan dan sadar beberapa hari setelahnya. Banyak cerita beredar tentang Seungwoo sejak hari itu.

Salah satu cerita yang beredar adalah cerita tentang kegigihan Seungaoo menunggu sang terkasih. Tidak mengenal waktu, Seungwoo terus menunggu Wooseok dari tahun ke tahun.

Sejak ditemukan tidak sadarkan diri, Seungwoo tidak pernah lagi berkunjung ke tempat yang sama. Berita yang beredar, Seungwoo menyerah akan cintanya. Tetapi yang sebenarnya terjadi, Seungwoo sang pria penunggu cinta sedang menunggu cintanya di tempat yang berbeda. Sebuah tempat yang jauh lebih indah dari tempatnya menunggu sebelumnya.

fin

Kapila.