Better.


Lima belas tahun adalah usia yang tidak dapat dikatakan muda lagi. Tetapi, usia lima belas juga belum dapat dikatakan dewasa. Bagaimana menurut kalian?

Merasakan cinta diusia lima belas tahun. Orang bilang itu cinta monyet. Tapi bukankah cinta monyet itu dirasakan seseorang yang berusia kurang dari lima belas tahun? Umurku saat itu sudah lewat dari lima belas tahun, cintaku sudah bukan cinta monyet, aku lebih suka menyebutnya cinta anak muda.

Aku ingat dengan jelas bagaimana aku menyatakan perasaanku pada anak lelaki itu. Dia yang selalu membuatku tersenyum dan semangat untuk pergi ke sekolah. Dia yang tersipu malu, saat aku mengatakan perasaanku padanya.

Kami sepasang kekasih, dulu. Kami saling mencinta, dulu. Kami saling berbagi kecupan dan pelukan, dulu. Iya, dulu saat aku dan dia belum genap berusia enam belas tahun. Aku, Cho Seungyoun dan dia adalah Lee Sejin.

Masih ingat dengan jelas dibenaku, bagaimana aku melarikan diri dari kelas terakhir di sekolah saat aku tau Sejin pulang lebih awal karena ia mendadak sakit. Aku juga ingat dengan jelas, bagaimana aku menyelinap masuk ke kelasnya untuk mengikutk kelas bersamanya walaupun kami berbeda kelaa. Itu dulu, saat umurku masih lima belas tahun.

Cinta anak muda dimana aku masih takut menggenggam tangan Sejin ketika kami berkencan untuk pertama kalinya. Masih takut untuk melihat langsung ke matanya saat berbicara setelah aku menyatakan perasaanku. Tetapi akhirnya aku berani melakukan semua itu termaksud mencium Sejin untuk pertama kalinya. Ciuman singkat yang bermakna dalan karena itu ciuman pertama kami.

“Nghhhh... Youn! Aku gabisa nafas”aku tersenyum dan mengusak puncak kepala Sejin. Aku ingat bagaimana bengkaknya bibir Sejin saat itu karena ulahnya. Sesi make out yang kami lakukan di belakang sekolah siang itu, masih jelas terngiang di otakku.

Cinta anak muda antara diriku dan Sejin berlangsung cukup lama atau dapat dibilang lama? Karena hingga kami menyentuh angka umur dewasa, sembilan belas tahun, aku masih bersama Sejin. Masih berbagi tawa bersama kala itu.

Aku masih suka tersenyum saat ini, kala mengingat betapa nakalnya kami saat mencoba alkohol pertama kami saat kami masih berusia tujuh belas. Saat itu aku dan Sejin bersumpah tidak akan menyentuh alkohol lagi hingga kami dewasa dan benar, kami kembali merasakan alkohol saat kami berusia dewasa.

Kami banyak tertawa malam itu, tawa karena efek alkohol yang kami konsumsi. Seperti mengulang kejadian empat tahun selama kami berkencan, kami banyak bercerita malam itu hingga tanpa sadar kami sudah berada diatas tempat tidur tanpa sehelai kainpun dibadan kami. Kami berbagi peluh malam itu hingga kami tertidur nyenyak setelahnya dalam pelukan satu sama lain.

Terbangun di pagi hari dengan melihat wajah tertidur Sejin adalah hal yang terindah yang saat itu pernah aku rasakan. Menghirup aroma kopi buatan Sejin di pagi hari juga salah satu kebahagiaanku setiap pagi. Menghabiskan seharian penuh diatas kasur bersama Sejin diatas tempat tidur karena ulah kami bercinta hingga dini hari juga masuk dalam salah satu kegiatan favoritku saat itu.

Saat itu, lima tahun lalu. Lima tahun menghabiskan waktu bersama Sejin dan juga sudah lima tahun aku sudah tidak bersamanya. Total sepuluh tahun dan perbedaan sangat bisa aku rasakan. Tidak ada kecupan, pelukan atau bahkan cerita saat diatas tempat tidur. Semua terasa beda dan semua terasa asing bagiku.

Jika boleh memilih, aku lebih suka sepuluh tahun lalu saat aku menyatakan perasaanku pertama kali terhadap Sejin atau empat tahun lalu saat pertama kali aku dan Sejin bercinta dan menghabiskan malam kami diatas tempat tidur hingga pagi menjelang.

Kamar itu sekarang terasa sepi, semenjak Sejin meninggalkanku karena kebodohanku. Kebodohanku melupakannya dan tidak dapat menghabiskan banyak waktuku dengannya lagi hingga membuat Sejin lelah dan meninggalkanku.

“Youn, kamu akhir-akhir kenapa suka pulang malem? Banyak kerjaan, hm?”Pertanyaan Sejin pertama kali malam itu, aku abaikan. Sebuah perilaku yang aku sesalkan hingga kini.

“Please... Jangan pergi ya? Aku bakalan ubah sikap aku....”

“Setahun, Seungyoun... Kamu udah janji hal yang sama selama setahun dan setahun juga kamu ingkarin”

“Kali ini aku janji, beneran! Please, jangan pergi ya?”

“Maaf, engga bisa”

Malam itu, Sejin memutuskan pergi dan hariku tanpa Sejin dimulai. Pagi hari tanpa melihat wajah Sejin, tanpa menghirup aroma kopi buatannya dan tanpa kecupan selamat pagi. Aku akui, aku menyesal dan aku lebih suka diriku saat aku bersama Sejin saat dulu.

From: Jinhyuk Gue otw 10 menit lagi Tunggu dibawah biar gue kaga parkir

Saat ini aku melihat cermin di hadapanku. Rambutku sudah terlampau panjang, karena tidak ada Sejin yang mengingatkanku untuk memangkas rambutnya. Rambut halus kumis dan jenggot juga terlihat dan membuatku terlihat berantakan. Aku tersenyum miris melihat keadaanku yang sangat tidak baik jika tanpa ada Sejin disekirarku.

“Lo gila? Mau kondangan seengganya cukuran, Anjir!“Jinhyuk mengomel tanpa henti melihat kondisiku.

“Gue baru tau dia mau nikah semalem, kaga sempet ke salon. Udah lah buru!“ucapku.

“Lima tahun ini gue ga pernah liat lo rapih, susah bener ya Youn?“ucapan Wooseok yang duduk disebelah Jinhhyuk membuatku tersenyum kecil. Iya benar, lima tahun setelah ditinggal Sejin keadaanku tidak pernah baik. Selalu kurang tidur, kurus dan tidak terawat.

“Apa kabar Youn?“ucap Sejin yang berdiri tampan dengan setelan jas pengantin, aku tersenyum tipis.

“I like me better when i'm with you”ucapku pelan sebelum memberikan ucapan selamat kepada Sejin atas pernikahannya malam itu.

(xposhie)