Blurry.
Blurry even I don't know you well Even I can't do anything well But I know that we will love each other
Yuvin mengangkat satu buah kardus besar dari bagasi mobil pribadinya. Setidaknya, kardus besar tersebut merupakan kardus ketiga yang ia angkut dan ia pindahkan ke dalam sebuah rumah sederhana dimana sekarang ia berada. Langkah Yuvin sempat terhenti, kala ia melihat bayangan seseorang dari ujung matanya.
Yuvin menoleh dan melihat sosok lelaki yang tidak lagi asing baginya. Lelaki yang sudah sering ia jumpai lima tahun belakangan ini. Lelaki yang membawa Yuvin semakin ingin mengunjungi rumah tersebut hampir setiap hari jika memang di perbolehkan diizinkan.
“Vin! Angkat ke dalem!! Udah ditungguin yang lain tuh”
Yuvin kembali melangkahkan kakinya masuk ke dalam sebuah ruangan besar dengan sebuah kardus yang sejak tadi masih ia bawa. Lelaki tersebut sudah berada disana, tersenyum seperti biasa. Lelaki tersebut tersenyum dengan dua gigi kelinci mengintip lucu dari belah bibirnya. Yuvin dan lelaki tersebut beradu tatap hingga lelaki yang lebih dari Yuvin tersebut kembali tersenyum dan menganggukan kepalanya sebagai sebuah bentuk sapaan.
It's like the twinkling star Everything is going to disappear But I believe that we will be forever
Yuvin berjalan keluar dari rumah tersebut dengan lelaki lain disebelahnya yang sengaja mengantar kepulangan Yuvin tersebut. Sebenarnya, Yuvin enggan pulang. Yuvin ingin lebih lama dirumah tersebut, bercerita kepada lelaki disebelahnya tentang dirinya dan segala kesibukannya dengan pekerjannya, tentang orang tuanya yang selalu membujuknya agar segera menikah.
“Besok kan bisa dilanjut ka ceritanya! Ka yuvin pulang dulu sekarang, nanti dicari papah mamahnya”
Lelaki tersebut tersenyum. Entah, Yuvin juga tidak tau pasti apakah lelaki tersebut pernah bersedih atau tidak, karena selama Yuvin mengenalnya, Lelaki tersebut selalu tersenyum dan tertawa yang membuat orang di sekitarnya ikut bahagia.
“Aku bukan anak lima tahun yang kalo ga pulang kerumah terus dicariin loh!”
Lelaki tersebut tertawa, mendengar bagaimana Yuvin merajuk. Lelaki tersebut bahkan menggelengkan kepalanya, kala Yuvin masih saja membujuknya agar dapat mengizinkannya menginap di rumah tersebut. Tetapi semua usaha Yuvin gagal, Yuvin harus kembali kerumahnya sendiri.
“Ka Yohan..... ngantuk....”
Lelaki dihadapan Yuvin menoleh, mendapati seorang anak lelaki berumur sekitar lima tahun menghampirinya. Iya, dia Kim Yohan, lelaki yang berhasil menyita seluruh fikiran Yuvin lima tahun belakangan ini. Yohan tersenyum dan menggendong anak lelaki tersebut.
“Yaudah kamu masuk duluan! Kasian Jihoon mengantuk”
Yohan mengangguk dan melambaikan tangannya pada Yuvin sebelum berbalik kembali masuk ke rumah tersebut. Tetapi langkah Yohan terhenti, kala Yuvin memanggilnya. Yohan berbalik dan melihat kearah Yuvin yang masih berdiri ditempatnya.
“Aku sayang kamu!”
Yuvin berucap pelan, Yohan hanya tersenyum mendengarnya. Yuvin tau, betapa keras usahanya, Yohan belum bisa mengatakan hal yang sama seperti yang ia katakan sebelumnya. Yuvin dan pengakuan cintanya selama dua tahun, belum terbalaskan oleh Yohan.
I want to convey my deep feeling inside my trembling heart to you
Yuvin mengendarai mobilnya seorang diri, karena beberapa teman yang sebelumnya bersamanya sudah pulang jauh lebih dahulu darinya. Yuvin selalu menjadi manusia terakhir yang meninggalkan rumah tersebut, karena ia masih ingin mempunyai waktu lebih banyak bersama Yohan.
“Darimana kamu? Ketempat cowo itu lagi? Engga capek, pulang kerja langsung kesana?”
Yuvin menarik nafas panjang kala seseorang mengajaknya berbicara, tanpa menyapanya terlebih dahulu. Yuvin menoleh, berusaha tetap sopan di depan lelaki yang sudah membesarkannya selama dua puluh tujuh tahun tersebut.
“Acara amal, Pah... Dari kantor... Bukan ketempat cowok itu”
“Sama saja! Kamu gabisa cari tempat amal ditempat lain? Papah yakin, kamu yang ngusulin tempat itu kan? Biar kamu bisa lebih sering ketemu dia?”
Yuvin kembali menarik nafasnya. Ia menetralkan emosinya. Yuvin kembali mengingat senyum Yohan, satu-satunya senyum yang dapat membuatnya lebih tenang. Yuvin memilih meninggalkan lelaki paruh baya tersebut, tanpa menjawab pertanyaan yang dilontarkan.
Please tell me love Tell me that it will be forever Don't act like there is nothing Don't let it flow away
Sore itu, Yuvin sengaja menjemput Yohan untuk membawanya berjalan-jalan disebuah taman yang dekat dengan rumah yang biasa Yuvin datangi tersebut. Yohan menyetujuinya, dengan syarat ia dapat membawa serta Jihoon bersamanya, karena sore itu tidak ada yang dapat menjaga Jihoon selain dirinya.
“Kamu pernah jatuh cinta?”
Yuvin menoleh ketika Yohan tiba-tiba bertanya setengah diam selama lebih dari sepuluh menit setelah mereka duduk disalah satu bangku taman. Yohan tidak menatap Yuvin, ia menatap Jihoon yang sedang berlarian dirumput mengejar beberapa capung yang terbang.
“Pernah. Ini, aku lagi jatuh cinta....”
Santai, Yuvin menjawabnya dengan santai. Tanpa beban dan tanpa tekanan ia menjawab pertanyaan Yohan tersebut sambil menatap lekat wajah Yohan. Yuvin tersenyum kala Yohan tersenyum karena mendengar jawabannya. Yohan pun menoleh dan menatap Yuvin lekat.
“Tidak lelah?”
Yohan kembali bertanya, kali ini Yuvin sedikit susah menjawab pertanyaannya. Karena setelah lewat lima menit, Yuvin masih terdiam. Ia justru memainkan beberapa batu yang berada di bawah sepatunya.
“Aku lelah, Yuvin.... Lelah karena harus membohongi diri sendiri....”
“Aku lelah, karena aku sudah tidak kuat lagi menahannya....”
“Aku juga sedang jatuh cinta, tapi aku lelah karena rasa itu....”
Setiap kata yang Yohan lontarkan membuat Yuvin terdiam. Yuvin mematung. Jantungnya berdebar lebih cepat. Yuvin ingin tersenyum dan berteriak saat itu juga, tetapi sepertinya hal tersebut bukan waktu yang tepat untuk dilakukan.
“Orang bilang, katanya jatuh cinta indah? Tapi mengapa bagiku melelahkan?”
“Kenapa Yuvin?”
Yohan menoleh berharap Yuvin dapat menjelaskan semuanya. Tetapi, tidak, YUvin tidak dapat menjelaskan apapun. Tidak dapat menjelaskan rasa lelah yang Yohan rasakan karena mencintainya. Yuvin tau dengan jelas rasa lelah yang Yohan rasakan tidak lain adalah karena lelaki paruh baya yang membesarkannya.
Please tell me love Tell me that it will be forever Don't pretend you don't know Don't let this pass away
Yuvin menarik pelan tangan Yohan, menggenggamnya untuk pertama kali dalam lima tahun tersebut. Yohan tersentak dan hampir melepaskan genggaman tangan Yuvin, tetapi Yuvin cukup kuat untuk menahan tangan Yohan.
“Bisa bertahan sebentar lagi?”
Yohan menatap Yuvin. Yuvin yang menggenggam tangannya dan mengusap punggung tangannya dengan ibu jarinya. Tatapan Yuvin memohon. Permohonan yang lebih besar dari yang ia lakukan jika ia dipaksa Yohan pulang dari rumah itu.
“Tolong.... tahan sebentar lagi, hm? Aku janji, setelah ini kamu engga akan lelah lagi. Kamu cuma akan bahagia karena jatuh cinta...”
Yohan menitikan air matanya kala menatap keyakinan Yuvin. Yohan tidak bodoh, keyakinan YUvin tersebut hanyalah angan belaka. Sebuah angan yang bahkan tidak dapat diketahui kebenarannya.
Don't make a sorrowful face to me We are going well together, don't forget it ay The ocean of my flowing tears is pushing me away We will go on like this
Yuvin menarik Yohan ke dalam pelukannya. Mengusap punggung bergetar Yohan yang sedang menumpahkan air mata yang ia tahan entah berapa lama. Yohan menangis sejadi-jadinya di dalam pelukan Yuvin sore itu.
“Please... bertahan sebentar lagi, ya?”
Yuvin masih mencoba meyakinkan Yohan jika semua rasa lelah Yohan akan segera berakhir. Yuvin kembali meyakinkan bahwa setelah ini, Yohan hanya akan merasakan bahagia karena mencintainya.
Yohan menarik baju bagian belakang milik Yuvin, menahan tangisnya setidaknya agar Jihoon tidak mendengar dan menanyakan mengapa ia menangis, karena akan lebih sulit menjelaskannya.
I just want to live in your eyes
Jihoon sudah tertidur dalam pangkuan Yohan, saat mobil yang dikemudikan Yuvin sudah sampai di rumah itu. Yohan sesekali mengusap punggung Jihoon, menenangkannya agar tidak terbangun dan terganggu tidurnya.
“Makasih ya, Vin....”
Yohan baru saja akan melangkahkan kakinya keluar drai mobil Yuvin, kala Yuvin menahan tangannya. Yohan menoleh, menatap Yuvin yang juga menatapnya sayu. Yohan mengigit bibirnya, menahan tangis yang bisa saja keluar kapanpun.
“Hati-hati pulangnya... Jangan ngebut!”
Yohan mencoba tersenyum. Bahkan Yohan memberanikan diri mengusap pipi Yuvin yang sedikit berisi. Yuvin menarik nafasnya panjang sebelum menarik tengkuk Yohan mendekat kearahnya, mengikis jarak diantara wajahnya dan wajah Yohan.
Yuvin mendaratkan bibirnya di bibir kemerahan milik Yohan. Pelan tanpa terburu. Yohan yang awalnya terkejutpun memejamkan matanya, membiarkan Yuvin memimpin.
If I could cross memories, I would like to be your everything
Sejak hari itu, Yuvin tidak pernah datang lagi ke rumah itu. Baik Yohan maupun Yuvin berusaha melupakan semuanya. Melupakan sesuatu yang bahkan belum mereka mulai. Melupakan rasa yang sama-sama membuat mereka lelah. Melupakan semuanya dalam sebuah kenangan manis yang diketahui oleh mereka berdua.
(xposhie)