Dinner
“Acara keluarganya emang kira-kira, kapan?” Pertanyaan Sangyeon malam itu membuat Hyunjae menatap Sangyeon dengan tatapan tidak senang, tetapi lelaki manis tersebut tetap tersenyum sebelum menjawab pertanyaan lelaki di hadapannya.
“Kalo gue bilang, gue mau nikah. Lo percaya?” Hyunjae berucap sambil tersenyum manis. Reaksi terkejut yang Hyunjae fikir akan muncul dari diri Sangyeon, ternyata tidak terjadi. Sangyeon justru tertawa renyah, membuat Hyunjae mengernyitkan keningnya bingung.
“Hahaha iya percaya, dong? Semua orang kan pasti mau nikah. Tapi, waktunya kapan itu kita yang gatau, kan?” Sangyeon menatap Hyunjae dan lelaki yang ditatap Sangyeon tersebut mengangguk pelan, ia mengerti maksud dari pekataan Sangyeon.
“Kalo gue udah tau, kapan gue mau nikah dan sama siapa gue mau nikah. Makanya sekarang gue cari tempat, buat nentuin sekiranya enaknya nikah dimana dengan konsep apa” Lagi, Hyunjae berucap dengan santai.
“Kamu serius?” Sangyeon menatap Hyunjae bingung. Reaksi yang Hyunjae tunggu sejak terjadi akhirnya dapat ia lihat langsung. Hyunjae tau, mungkin saat ini ia gegabah, tapi ia tidak mau lagi bermain dengan apa yang sedang terjadi saat ini.
“Maaf kalo bikin lo kaget. Gue, punya tunangan, Sangyeon... Gue engga bisa bilang dia siapa, tapi itu tidak menjadikan gue berbohong tentang tunangan gue, ya? Gue beneran udah tunangan, tepat saat kita balik dari liburan waktu itu” Sangyeon terdiam. Ia berusaha mencari kebohongan dari perkataan Hyunjae, walau ia tidak menemukan hal tersebut.
“Terus maksud lo cium gue pas liburan apa? Lo ngeiyain perpanjang kontrak ini, buat apa? Lo gunain gue buat batu loncatan lo?” Hyunjae memijat keningnya saat mendengar tuduhan Sangyeon. Sebuah tuduhan yang tidak jelas sama sekali kebenarannya.
“Gue lurusin satu persatu, oke? Pertama, gue cium lo karena game. Kedua, gue perpanjang kontrak sama TBZ Brand, karena gue emang suka sama produk mereka. Ketiga, gue engga pernah punya niatan menjadikan lo batu loncatan karena dari dulu gue selalu berusaha sekuat tenaga untuk dapetin semua ini” Hyunjae berusaha menahan intonasi suaranya agar tetap tenang, walau sejujurnya ia menahan emosi di dalam hatinya.
“Orang yang kasih cincin ini ke gue adalah orang yang paling sabar dan paling ngertiin gue. Dia engga pernah sama sekali menuduh gue seperti apa yang lo barusan lakukan ke gue. Dia engga marah saat tau gue cium cowok lain, dia bahkan yang meyakinkan gue untuk tetap perpanjang kontrak dengan TBZ Brand karena dia tau bahwa gue akan bahagia kerja dengan Brand favorit gue.” Hyunjae menarik nafasnya panjang saat mengucap kalimat terakhirnya. Di hadapan Hyunjae, Sangyeon menggertakan giginya, ia menahan marah dengan lelaki di hadapannya tersebut.
“Kalo lo sadar, gue beberapa kali menolak untuk pergi berdua sama lo atau apapun itu yang hanya melibatkan kita berdua, Karena apa? Karena gue tau, ada orang yang menjaga hatinya buat gue dan gue juga harus menjaga hati gue buat dia.” Hyunjae tersenyum. Bukan senyum meremehkan, tetapi senyum yang menunjukan bahwa ia puas telah mengatakan semuanya kepada Sangyeon malam itu.
“Gue minta maaf kalo lo ngerasa bahwa gue mempergunakan lo selama ini. Gue harap, kita bisa tetap menjalin hubungan profesional sebagain rekan kerja atau mungkin sebagai teman?” Hyunjae mengulurkan tangannya, tetapi Sangyeon tidak menerima uluran tangannya tersebut dan justru pergi meninggalkan Hyunjae.
“Lo gila?” Chanhee yang sejak tadi hanya memperhatikan semua drai jauh itu akhirnya menghampiri Hyunjae yang terduduk lemas.
“Gue harus, Chan! Gue engga mau Sangyeon semakin berusaha deketin gue. Nanti gue semakin bikin dia sakit hati, ketika dia tau semuanya dari media” Chanhee mengerti, keputusan yang diambil Hyunjae malam itu tidaklah mudah dan Hyunjae telah tepat melakukan semuanya.
kapila