jadi.
Jinhyuk mengikuti langkah suami mungilnya menuju sebuah kamar yang dahulunya ialah kamar milik Wooseok. Jinhyuk sesekali menahan senyumnya, karena beberapa kali melihat Wooseok yang salah tingkah. Salah satunya, Wooseok membawa bunga pemberian Jinhyuk saat mencarikan baju ganti untuk Jinhyuk.
“Bunganya di taroh dulu biar ga ribet, sini?”
“Hah? Eh iya!”
Wooseok tidak serta merta memberikan bunga dalam dekapannya kepada suaminya. Ia justru meletakan bunga tersebut di atas kasur yang membuat Jinyuk kembali harus menahan senyum karena tingkah Wooseok selanjutnya.
“Ih kok disini sih, nanti kasurnya kotor! Sini aja”
Wooseok meletakan buket bunga besar tersebut dilantai, diatas ebuah karpet berbulu yang dekat dengan kaki Jinhyuk. Baru saja Jinhyuk akan berbicara, tingkah Wooseok selanjutnya membuat Jinhyuk kembali tersenyum kecil.
“Masa dilantai ya? Mas... minta tolong pegangin ya? Aku mau cari vas”
Jinhyuk tersenyum dan menerima buket bunga pemberiannya, setelahnya ia melihat Wooseok menghilang di balik pintu kamar dan kembali sepuluh menit setelahnya.
“Loh kok mas belum ganti baju?”
Jinhyuk menatap Wooseok bingung. Memang Jinhyuk belum mengganti bajunya dengan baju yang telah di siapkan Wooseok, tetapi bukan karena Jinhyuk malas ataupun menunggu Wooseok, itu semua karena Jinhyuk masih memegang bunga pemberiannya yang dititipkan Wooseok beberapa saat lalu.
“Oh iya lagi pegang bunga, gabisa ganti baju”
Wooseok tersenyum kecil sebelum mengambil buket bunga yang masih dalam dekapan Jinhyuk. Senyum pertama Wooseok yang Jinhyuk lihat setelah beberapa saat tidak melihatnya.
“Mas, ganti bajunya? Di tunggu ibu sama bapak makan”
Jinhyuk terhenyak saat sadar bahwa sejak tadi ia hanya memperhatikan Wooseok tanpa ada pergerakan untuk mengganti bajunya dengan baju yang telah di siapkan Wooseok untuknya.
“Itu kan punya aku, Pak! Bapak kan punya camilan sendiri”
Jinhyuk menoleh saat mendapati Wooseok mengerucutkan bibirnya karena sang ayah yang mengambil camilan favoritnya tanpa sepengetahuan Wooseok.
“Bapak minta sedikit! Kamu besok kan bisa minta masmu buat beli lagi”
“Iya nanti mas beliin lagi ya buat kamu?”
“Hnggg... Tapi aku maunya sekarang....”
Jinhyuk menatap Wooseok yang menunduk. Ucapan terakhir Wooseok terlampau pelan, tapi Jinhyuk dapat dengan jelas mendengarnya. Jinhyuk pun bangkit dari sofa keluarga Kim, membuat ibu dan ayah mertuanya menoleh.
“Mau kemana?”
“Mau beliin camilan buat Wooseok dulu bu”
“Engga usah, biarkan saja. Jangan suka diturutin kalo manjanya kumat”
Jinhyuk tersenyum mendengar jawaban ibunda Wooseok sedangkan Wooseok masih menunduk malas.
“Engga apa-apa kok bu, sekalian cari yang seger-seger. Jinhyuk kangen sop buah depan kompleks”
Ibu dan Ayah Wooseok mengangguk mengerti sebelum mengizinkan Jinhyuk pergi untuk membeli camilan kesukaan Wooseok.
“Mas, aku ikut!”
Jinhyuk baru saja akan membuka pintu mobilnya, saat Wooseok mengejarnya dari dalam rumah. Jinhyuk kembali tersenyum, melihat bagaimana Wooseok yang masih menghindarinya itu lambat laun semakin membaik.
“Kamu dengar omongan mas di kantor tempo lalu ya?”
Wooseok hampir saja tersedak sop buah yang sedang ia konsumsi, saat Jinhyuk tanpa aba-aba menanyakan hal yang sangat ia hindari sejak jam makan siang tadi.
“Yang mas bilang tentang kebebasan? Nikah, jadi ga bebas itu. Kamu denger ya?”
“Liat mas coba, mas kangen loh sama kamu”
Wooseok enggan menatap suaminya karena takut tetapi ia mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Jinhyuk. Wooseok akhirnya menatap Jinhyuk saat tangan Jinhyuk menggenggam tangannya.
“Maaf ya? Masnya harusnya gabilang kayak gitu. Mas nyakitin kamu ya?”
Wooseok menggeleng tidak menyetujui pertanyaan yang dilontarkan Jinhyuk. Wooseok bahkan menggenggam semakin erat tangan Jinhyuk, membuat Jinhyuk melihat genggaman tangan mereka berdua.
“Waktu itu temen mas ngajak mas kumpul. Sebenernya udah beberapa kali mereka ngajakin main, tetapi selalu mas tolak. Kalo kamu tau, teman-teman mas yang heboh pas datang ke nikahan kita itu”
“Pas kamu dengar omongan mas, sebenarnya itu alasan terakhir yang mas kasih biar seengganya mereka engga maksa mas buat selalu ngumpul sama mereka. Mas lebih milih pulang kantor langsung kerumah dan ketemu kamu dibanding harus kumpul-kumpul sama teman mas gitu. Tapi, kayanya alasan mas salah ya?”
Jinhyuk mengusap punggung tangan Wooseok dengan ibu jarinya. Wajah Wooseok memerah efek karena panas matahari serta pernyataan yang baru saja Jinhyuk bicarakan. Sebuah fakta yang baru saja ia ketahui siang tersebut.
Suasana di kedai sop buah tersebut hening, bahkan Wooseok dan Jinhyuk tidak ada yang kembali membuka suara. Wooseok dan Jinhyuk larut dalam fikirannya masing-masing.
“Mas... Maaf, harusnya waktu itu aku nanya sama mas dulu ya? Nanya sama mas, maksud dari omongan mas itu....”
“Bener kata Ibu, aku manja ya mas? Ada masalah sedikit langsung kabur”
“Engga sayang, engga sama sekali. Mas suka kok kamu manja kayak tadi. Mas lebih suka kamu manja dibanding kamu diemin seminggu kayak gini”
Lagi, wajah Wooseok memerah karena ucapan suaminya. Jinhyuk dan Wooseok memutuskan kembali kerumah dengan membawa dua bungkus sop buah untuk kedua orang tua Wooseok.
“Jadi, aku udah dimaafin nih?”
Jinhyuk melirik Wooseok. Sesekali ia mencium punggung tangan Wooseok yang masih dalam genggamannya. Wooseok melirik sekilas kearah suaminya yang sednag mengendarai mobil dengan satu tangannya itu sambil tersneyum.
“Aku ga marah kok sama kamu, mas! Eh... Ngambek sih ada, dikitttt banget!”
Jinhyuk tertawa karena jawaban polos suaminya tersebut.
“Mau pulang sore ini ga?”
Wooseok kembali melirik Jinhyuk dan menangkap sinyal yang mudah sekali Wooseok artikan. Wajah Wooseok kembali memerah sebelum dirinya mengangguk dan mendapat teriakan antusias dari Jinhyuk.
fin
//Jadi; kata penghubung untuk menandai sebuah kesimpulan.