Karena.


Tiga Hari Lalu

Jinhyuk baru saja akan menghubungi Wooseok saat ponselnya lebih dahulu berdering. Sebuah senyum simpul yang sebelumnya Jinhyuk tampilkan di wajahnya mendadak hilang saat dirinya melihat Display Name yang terpampang jelas pada layar ponselnya.

“Sibuk boss? Lama nih ga ngumpul sama yang lain”

Jinhyuk hanya dapat tertawa mendengar cuitan seseorang di sebrang telfon. Dirinya tidak lantas menjawab cuitan lawan bicaranya, Jinhyuk tetap mendengarkan dengan seksama apa yang temannya itu katakan.

“Ayoklah ngumpul! Gila nih mentang-mentang udah nikah, kerjaannya kawin mulu!! Istirahat sesekali boss jangan di forsir”

Lagi, Jinhyuk hanya tertawa. Cuitan teman yang telah ia kenal lama itu tidak menyinggung hatinya sama sekali, justru Jinhyuk sedikit terhibur karena cuitan temannya tersebut.

“Gue nikah bukan karena mau kawin, terus nikah juga ga selamanya masalah kawin kalo lo mau tau”

Jinhyuk menyisipkan sedikit tawa di ujung kalimatnya, membuat orang di sebrang telfon juga ikut tertawa. Sedikit tersentil karena ucapan Jinhyuk, tetapi diabaikan sang penelfon.

“Yuk lah boss, sesekali pasti boleh kan? Izin sama suami lo

“Susah bro! Gue kan udah kawin, engga kayak dulu bisa bebas hahaha”

“Suami gue bukan tipikal orang yang suka ngekang, kalo gue minta izin juga pasti diizinin kok. Tapi emang gue yang ga mau aja, gimana?”

Ada jeda saat Jinhyuk berbicara membuat orang di sebrang telfon Jinhyuk tertawa setelahnya. Sekeras apapun ia mencoba, Lee Jinhyuk tetap pada pendirian pertamanya. Bagi Jinhyuk, menikah bukan hanya mengucapkan janji, tetapi bagi dia menikah itu adalah sebuah tanggung jawab besar dan Wooseok adalah tanggung jawab besar Jinhyuk saat ini.

“Yaudah deh boss, kalo bisa cabut kabarin ya!”

“Gue engga pernah janji ya? Gue sekarang lebih suka dirumah dibanding keluyuran”

Jinhyuk mematikan panggilan tersebut tepat saat sekretarisnya memasuki ruangannya dengan sebuah kotak makanan di tangan. Jinhyuk mengernyitkan keningnya bingung, ia hafal diluar kepala kotak makanan tersebut.

“Loh? Kok kamu yang antar? Emang bukan Wooseok yang nganterin?”

“Engga ngerti saya boss, tadi suami boss langsung pulang habis nganterin kotak makanannya. Katanya boss lagi sibuk?”

Jinhyuk semakin bingung mendengar penjelasan yuvin karena jelas-jelas dirinya sedang tidak sibuk dan hanya menerima panggilan dari sahabat lamanya tadi. Jinhyuk pun mempersilahkan Yuvin untuk kembali ke meja setelah mengantarkan kotak makanannya.

“Boss, tapi kayanya suami boss denger pas boss bilang ga bisa bebas setelah nikah deh boss...”

Jinhyuk terdiam mendengar ucapan Yuvin, tetapi fikiran buruknya di tepis begitu saja. Jinhyuk berencana menjelaskan semuanya saat ia pulang ke rumah nanti malam.


Jinhyuk merebahkan dirinya di atas sofa. Apartment miliknya kosong dan gelap karena beberapa jam yang lalu, Wooseok berpamitan untuk pulang ke rumah orang tuanya. Awalnya jinhyuk menganggap itu hanya alasan Wooseok, tetapi Jinhyuk kembali menepiskan anggapan buruknya itu karena bagaimanapun ia tetap harus percaya terhadap Wooseok, suaminya,

Seminggu Kemudian

Jam masih menunjukan pukul tujuh pagi, tetapi Jinhyuk sudah berada di mobil pribadinya. Telfon dari ibunda Wooseok dua hari yang lalu, membuat Jinhyuk semakin yakin jika ada yang tidak beres dengan Wooseok saat ini dan Jinhyuk berupaya meluruskan kembali semuanya.

Jinhyuk memperkirakan dirinya akan tiba saat jam makan siang. Saat dimana Wooseok akan makan siang bersama kedua orang tuanya dan memperkecil kesempatan Wooseok untuk menghindari Jinhyuk pada saat itu.

Satu jam setelah perjalanan, Jinhyuk memilih menepikan mobilnya di depan sebuah toko bunga. Jinhyuk berfikir, setelah menikah ia belum pernah sama sekali memberikan kejutan yang membuat Wooseok bahagia dan bagi Jinhyuk mungkin ini saat yang tepat.

Jinhyuk juga tidak lupa membeli buah tangan untuk kedua orang tua Wooseok serta camilan kesukaan Wooseok, coklat. Tanpa disadari, Jinhyuk tersenyum sepanjang perjalanan, membayangkan suaminya terkejut melihat kedatangannya.

Setidaknya lima belas menit yang lalu, Jinhyuk sudah mengabarkan bahwa dirinya akan segera tiba dan Jinhyuk dapat dengan jelas melihat ibunda Wooseok berdiri di halaman rumah berwarna dominasi putih tersebut sembari tersenyum.

“Apa kabar, bu?”

Jinhyuk mencium tangan ibunda Wooseok yang masih tersenyum menatapnya. Bahkan Jinhyuk mendapat sebuah pelukan hangat setelahnya.

“Kalian bertengkar, hm? Kenapa? Wooseok kekanak-kanakan ya?”

Jinhyuk menggeleng menjawab pertanyaan ibunda Wooseok tersebut. Bagi Jinhyuk, Wooseok tidak manja ataupun kekanak-kanakan. Bagi Jinhyuk, semua yang dilakukan Wooseok itu normal dan Jinhyuk menyukainya.

“Ibu, ayok ma—-kan...”

Jinhyuk menoleh saat mendengar suara Wooseok memanggil ibundanya yang baru saja memasuki rumah bersama Jinhyuk. Langkah Wooseok terhenti ketika melihat Jinhyuk berdiri disebelah ibunya, bahkan Wooseok hampir saja meninggalkan Jinhyuk jika tidak ditahan oleh sang ibunda.

“Wooseok, suami kamu baru dateng loh! Ayok sini, biar ibu yang siapin makan siangnya”

“Tapi...”

“Engga ada tapi-tapian, ajak masmu ganti baju di kamar terus langsung ke ruang makan ya?”

Jinhyuk tersenyum dan mengangguk sedangkan Wooseok yang masih menjaga jarak dengan Jinhyuk itu masih menunduk. Jinhyuk tau jika ada yang salah dengan sikap Wooseok hari itu.

“Ini buat kamu...”

Jinhyuk mengambil langkah maju dan mendekat, memberikan buket bunga besar yang bahkan melebihi tubuh Wooseok. Wooseok mengerjapkan matanya terkejut sebelum mengucapkan kata terimakasih yang teramat pelan.

“Aku mau jelasin sesuatu sama kamu, tapi nanti habis makan siang aja. Kamu mau dengerin penjelasan aku kan?”

Jinhyuk mengusap puncak kepala Wooseok sambil tersenyum yang membuat wajah Wooseok memerah. Wooseok mengangguk pelan sebelum mengajak Jinhyuk ke kamarnya untuk berganti pakaian.


//Karena; kata penghubung untuk menandai sebab atau alasan.