Obsesi 3
⚠️Kekerasan, Darah dan Adegan yang mungkin membuat pembaca merasa kesal, cemas, gelisah dan trauma.
Seungju's Story & POV
Hari ini hari pertama orientasi mahasiswa baru dan aku sudah dibuat terpana oleh seorang lelaki mungil yang tersenyum sepanjang hari. Siang itu, aku memberikan diri berkenalan dengannya, dia adalah Lee Sejin.
Masa orientasiku banyak kuhabiskan bersama Sejin, sesekali aku menjemput Sejin dan mengantarnya pulang. Tidak jarang juga aku mengajaknya makan siang bersama dan makan malam bersama. Beberapa kali Sejin menolak, tetapi akhirnya ia luluh dan menerima ajakanku dengan sedikit paksaan.
Siang itu, aku bersama Sejin sedang menikmati makan siang kami seperti biasa. Hari itu, Sejin bersama seorang teman lainnya yang kuketahui bernama Kim Wooseok. Kami bertiga menghabiskan waktu setidaknya selama satu jam di kantin sebelum akhirnya dua orang lelaki menghampiri kami.
Lee Jinhyuk dan Cho Seungyoun, dua nama yang diperkenalkan kepadaku juga Sejin. Jinhyuk, aku tau dia menaruh hati pada Wooseok karena beberapa aku lihat ia menggoda Wooseok yang membuat wajah Wooseok merona merah karena malu.
Aku mengabaikan pasangan Jinhyuk dan Wooseok dihadapanku dan memutuskan untuk fokus kepada Sejin yang berada disebelanya. Untuk pertama kalinya, aku merasakan perasaan marah saat melihat Seungyoun dan Sejin bercengkrama. Meja kita siang itu dikantin mendadak hening saat aku menggebrak meja karena marah.
“Jin, pulang yuk?“ucapku dengan sedikit paksaan. Awalnya Sejin menolak, tetapi akhirnya ia menurutiku setelah aku memintanya sekali lagi.
Sejak hari itu, intensitas bertemuku dengan Sejin semakin jarang. Aku susah menemui Sejin karena Sejin yang selalu mempunyai alasan masuk akal untuk menghindariku. Tetapi sore itu, aku melihat Sejin di pelataran kampus.
“Sejin?“Sejin menoleh dengan wajah yang sulit aku deskripsikan. Aku tidak tau apa yang dirasakan Sejin, tetapi detik berikutnya yang aku tau Sejin membuang padangannya dariku dan menarik Wooseok menjauh.
Aku tau Sejin menghindariku, tetapi aku tidak tahu alasan apa yang melatar belakangi Sejin untuk menghindariku. Aku kesal? Ya, sangat kesal. Tetapi, aku tidak dapat melampiaskan amarahku pada siapapun.
Semakin hari, aku semakin susah menemui Sejin dan aku semakin kalut. Layaknya orang jatuh cinta yang takut jika pasangan yang dicintainya menghilang, itulah perasaan yang aku rasakan saat itu.
“Sejin! Boleh kita ngomong?“Aku tau Sejin terkejut saat aku muncul dibelakangnya. Sejin menoleh dan mendapati senyum terpaksanya, tetapi dia masih terlihat menawan.
“Hm... Sorry, aku gabisa kalo sekarang. Besok sore gimana?“ucap Sejin teramat pelan.
“Tidak! AKu mau sekarang juga”ucapku dengan emosi yang sedikit kutahan. Aku melihat tubuh Sejin sedikit tersentak saat aku berbicara. Sejin kembali menurutiku dan berjalan bersamaku ke sebuah taman yang sepi.
“Kamu menghindar dari aku, kenapa?“tanyaku frustasi.
“Maaf. Aku... Aku terlalu sibuk dengan kuliahku, tugasku menumpuk jadi... aku tidak bisa bertemu denganmu”AKu tau, Sejin takut karena suaranya bergetar saat itu.
“Tidak bisa juga membalas pesanku?“tanyaku dengan nada tegas dan Sejin menatapku takut.
“Maaf, Seungju. Aku... Saat sudah tiba dirumah, aku terlalu lelah dan lupa membalas semua pesanmu”ucap Sejin lagi.
“Tetapi kamu masih punya waktu itu pria itu? Siapa namanya? Cho Seungyoun?“tanyaku meremehkan.
“Seungju, stop! Jangan urusi kehidupanku. Kita hanya teman dan tolong buat jarak teman sewajarnya, oke? Aku sudah cukup menuruti kemauanmu sebelumnya dan untuk sekarang, beri aku sedikit ruang”ucap Sejin lantang. Aku tersenyum kearah Sejin. Tanganku menarik pergelangan tangan Sejin dan menggenggamnya erat hingga membuat Sejin kesakitan.
“Seungju... Please, lepas!!“ucap Sejin meronta, tetapi kuabaikan. Aku tetap pada pendiranku, ingin Sejin selalu menuruti apa mauku dan selalu bersamaku.
“Jika dia bilang lepaskan, tolong lepaskan”aku melepas cengkaramku dan menoleh. Aku mendapati Seungyoun berdiri disana dengan wajah menahan emosi. Entah emosi karena apa, karena yang kutau adalah Seungyoun juga tidak punya hak atas Sejin.
“AKu harus pergi, maaf permisi”Sejin pergi meninggalkanku dan diikuti Seungyoun beberapa langkah dibelakangnya. Aku frustasi, sangat.
Kehidupan masa kuliahku tidak bisa dikatakan baik, terlebih lagi setelah Sejin benar-benar menjauhiku. Sejin bahkan mengganti nomer ponselnya agar aku tidak dapat menghubunginya lagi. Kabar yang kudengar terakhir, Sejin berpacaran dengan Seungyoun dan kabar itu semakin membuatku frustasi.
Setiap hari, aku mengikuti Sejin pada setiap kegiatannya. Aku mencari tahu setiap detail kebiasannya hinga tanpa aku sadar, Sejin sudah dinyatakan lulus dari kampus tempatku dan Sejin berada. Sejin sudah menjadi sarjana.
Hari itu, aku memberanikan diri untuk mendatangi acara kelulusan Sejin. Aku melihat kesekelilingku dan tidak mendapati Seungyoun berada disana, aku tersenyum senang dan menang. Aku pun berjalan mendekati Sejin.
“Sejin, sorry...“ucapku pelan. Sejin dengan wajah penuh ketakutan itu berjalan undur beberapa langkah.
“Untuk beberapa tahun lalu, aku minta maaf... Selamat untuk gelar barumu! Aku harap setelah ini, hubungan pertemanan kita akan semakin membaik”ucapku sembari menyerahkan sebuah buket bunga. Sejin tersenyum dan menerima bungaku. Aku senang dengan perubahan Sejin walaupun sedikit.
Setelah saat itu, hubunganku dan Sejin semakin membaik. Aku masih suka mengikutinya diam-diam dan berpura-pura tanpa sengaja bertemu dengannya. Semua itu akan aku lakukan jika Sejin seorang diri, tanpa ada Seungyoun disekitarnya.
“Hai, Sejin! Sendirian?“sapaku saat bertemu Sejin di sebuah minimarket. Sejin tersenyum dan mengangguk. Siang itu, aku menghabiskan waktuku bersama Sejin disebuah kedai kopi setelah Sejin selesai berbelanja.
“Sejin!! Wah ketemu lagi?“ucapku tersenyum yang membuat Sejin tersenyum juga. Malam itu, aku berhasil mengantar Sejin hingga ke apartmentnya saat kami bertemu dijalan dan aku tau bahwa Sejin sudah tinggal bersama Seungyoun.
Tidak hanya Sejin, aku juga bisa dengan mudah melacak semua kegiatan Seungyoun yang masih menjabat sebagai kekasih Sejin. Dunia memang sempit, sehingga aku dipertemukan dengan Seungyoun dalam dunia kerja, walaupun Seungyoun sepertinya sedikit melupakanku.
“Selamat bergabung, Seungju! Saya harap, kita bisa bekerjasama dengan baik”aku tersenyum saat bersalaman dengan Seungyoun.
“Bekerjasama lah dengan baik, sehingga kelak aku bisa merebut Sejin darimu”
Aku dan Seungyoun sering menghabiskan makan siang bersama dan dari sanalah aku mendapatkan informasi mengenai Sejin. Seungyoun dan rasa cintanya dengan Sejin yang sesekali ingin membuatku memukulkan kursi yang kududuki saat itu tepat ke kepala Seungyoun.
“Sejin! Makan malam sudah siap?“Malam itu, Seungyoun mengundangku makan malam ke apartmentnya. Sejin terkejut saat melihatku bersama Seungyoun dan ia semakin terkejut ketika menyadari bahwa Seungyoun tidak mengenal diriku.
Satu tahun berada di perusahaan yang sama, Seungyoun mendapatkan promosi atas jabatannya saat ini. Perayaan kecil-kecilan dibuat oleh Seungyoun sore itu. Sejin, undangan terhormat sore itu mendapat kejutan sebuah lamaran sederhana dari kekasihnya. Aku berdiri dibelakang saat itu, memperhatikan semuanya. Aku marah, kesal dan benci keadaan tersebut. Tetapi saat itu, aku tidak mau gegabah, aku tidak mau Sejin kembali membenciku.
Di altar, Seungyoun dan Sejin berciuman mesra setelah mengikat perjanjian dalam sebuah ikatan suci pernikahan. Aku dengan tenang memberi mereka selamat dan mendoakan kebahagiaan untuk mereka berdua. Aku tersenyum walaupun dalam hati, aku marah.
Setelah itu, aku mengambil cuti beberapa hari guna mengikuti Seungyoun dan Sejin selama mereka berbulan madu. Anggaplah aku gila, tetapi demi Sejin apapun akan aku lakukan. Aku bahkan sudah mengunjungi beberapa psikiater untuk menceritakan semuanya, tetapi pesan mereka seperti kuabaikan karena aku tetap pada pendirianku.
Aku tau jika Seungyoun dan Sejin membeli sebuah rumah dan pindah dari apartment mereka sebelumnya. Aku tau, jam berapa Seungyoun pergi dan pulang dari kantor. Aku tau kapan Sejin mengajak jalan anjing kesayangannya. Bahkan aku hafal berapa lama waktu yang mereka habiskan untuk bercinta.
Hari itu, aku melihat Sejin seorang diri mengendarai mobilnya. Saat berhenti untuk mengisi bahan bakar, sayup aku mendengar bahwa Sejin akan pergi kerumah orang tuanya dan aku tau berapa jauhnya jarak kerumah orang tua Sejin.
Aku mengikutinya, lagi. Aku marah saat beberapa orang menggoda Sejin hingga tanpa sadar aku menginjak pedal gas terlalu kencang dan menabrak Sejin malam itu. Aku berusaha tidak panik, membawa Sejin pergi kerumah sakit terdekat dan Tuhan sepertinya berpihak padaku, karena Sejin kehilangan memorinya.
Aku memulai semuanya hari itu, saat Sejin membuka mata dan melupakan semuanya. Aku buat semua seolah-olah nyata. Aku buat seolah-olah Seungyoun tidak ada dan aku buat seolah-olah aku dan Sejin saling mencintai. Aku sangat senang karena akhirnya aku mendapatkan Sejin dalam kehidupanku.
Aku akui aku bodoh, aku melakukan satu kesalah kecil. Semua bukti yang kubuat terasa percuma dan sia-sia, Sejin mengetahui semuanya. Sejin tidak bertanya, tapi aku tau jika ia menyembunyikan sesuatu dariku termaksud keinginan dia mengusut kembali kasus kecelakaan yang membuat memorinya menghilang.
Aku adalah penulis skenario dalam cerita ini, jadi aku akan sangat marah jika seseorang menghancurkan skenario yang kubuat. Wooseok dan Jinhyuk datang menghancurkan semuanya. Mereka menghancurkan kebahagiaanku dan membuatku ingin menghancurkan kebahagiaan mereka juga.
Ujung ceritaku hanya satu, aku bahagia bersama Sejin selamanya. Aku akan menghilangkan siapapun yang menghalangiku seperti orang-orang itu. Aku mencoba tenang memikirkan skenario indah lainnya yang bisa kujalani bersama Sejin. Lee Sejin, tidak boleh lepas lagi dariku.
Malam itu semua rencanaku berantakan, Sejin lepas dari pengawasanku. Aku marah dan mencari Sejin. Aku dapat dengan mudah mendapatkan Sejin walaupun beberapa waktu kemudian Sejin kembali lepas dari diriku. Sejin pergi, berlari tanpa alas apapun yang kukenakan. Aku tidak akan tinggal diam, aku mengejarnya. Tetapi aku menghentikan langkahku dan memilih pergi menjauh saat dari kejauhan aku melihat mobil polisi mendekat. Aku kabur untuk memulai skenarioku yang baru.
Aku tau, Sejin kembali bersama Seungyoun. Dia Seungyoun yang kusekap selama beberapa hari, berhasil melarikan diri. Amarahku semakin memuncak. Aku tidak ingin, Seungyoun kembali mendapatka Sejin, karena Sejin hanyalah milikku.
Hari itu, saat rumah Seungyoun dan Sejin sepi, aku mengendap-endap masuk kerumah tersebut. Memeriksa segala hal yang dapat kuperiksa, hal yang dapat membantuku mendapatkan Sejin. Hingga akhirnya aku memutuskan mengintai mereka langsung dari dalam rumah.
Informasi mengenai kepindahan Sejin dan Seungyoun membuatku terkejut. Aku memang bodoh tapi aku adalah penulis skenarion dengan ending dimana diriku dan Sejin bersama selamanya.
Aku tidak ingat yang terjadi hari itu, yang aku ingat adalah aku tanpa sengaja memukul Sejin dengan pemukul yang aku gunakan untuk melukai Seungyoun. Aku melukai orang yang paling aku sayang dan aku marah pada diriku sendiri.
Aku marah dan aku melampiaskannya pada Seungyoun hingga aku merasakan darah mengalir dari beberapa titik diwajahku dan Seungyoun. Aku tau kemenanganku di depan mata saat aku mengambil pistol yang sudah aku persiapkan, setelah ini Sejin benar-benar hanya akan menjadi miliku.
Skenario yang kita buat, memang tidak boleh bertentangan dengan apa yang Tuhan tuliskan. Beberapa menit lalu aku bahagia karena berhasil membuat Seungyoun tak berdaya. Tetapi menit ini, aku tidak berdaya dengan Seungyoun dihadapanku dan pistol mengarah pada wajahku.
Aku tersenyum melihat wajah panik Sejin. Wajah yang tetap mempesona bagiku bagaimanapun caranya. Mereka berdua tersenyum satu sama lain, membuatku semakin kesal. Tetapi rasa kesalku harus aku kubur dalam-dalam saat aku merasakan timah panas menyapa kulitku dan semuanya mulai terlihat gelap.
Aku sadar, aku menuliskan skenario yang aku mau tanpa sadar jika Tuhan punya skenario berbeda denganku.
(xposhie)