Only me.

Juyeon menahan senyumnya saat melihat Hyunjae keluar kamar kosnya dengan hoodie menutupi keseluruhan kepalanya serta masker yang meutup setengah wajahnya. Walaupun demikian, Juyeon masih bisa melihat dengan jelas bahwa mata Hyunjae masih sembab dan bengkak.

“Bubur biasa mau engga?“tanya Juyeon yang dibalas anggukan oleh Hyunjae.

Juyeon memarkirka motornya di parkiran kos milik Hyunjae, membuat Hyunjae menatap Juyeon bingung. Juyeon mengabaikan tatapan Hyunjae dan menarik tangan Hyunjae agar keluar dari kos dan berjalan ke arah kedai langganan mereka.

Sepanjang perjalanan, Hyunjae dan Juyeon hanya diam satu sama lain. Juyeon mempunyai prinsip, tidak akan memaksa Hyunjae bercerita jika lelaki di sebelahnya itu tidak ingin bercerita. Hyunjae butuh waktu dan Juyeon akan selalu memberikan Hyunjae waktu sebanyak mungkin.

Sesampainya di kedai bubur langganan mereka, Hyunjae berjalan mencari meja serta kursi yang masih tersedia sedangkan Juyeon memesan bubur untuk mereka berdua. Hyunjae tidak perlu menyebutkan pesanannya karena Juyeon sudah hafal di luar kepala apa yang biasa Hyunjae pesan.

“Udah pesen minum?“tanya Juyeon dan Hyunjae mengangguk. Hyunjae menunjuk Juyeon dan dirinya sendiri sembari kembali mengangguk, membuat Juyeon kembali tersenyum.

“Sariawan apa patah hati sih sampe ga bisa ngomong?“canda Juyeon dan Hyunjae menatap Juyeon dengan tatapan sinis.

“Ampun, mata sembab aja natapnya masih sinis”ucap Juyeon lagi yang masih berusaha meledek Hyunjae agar lelaki di hadapannya berbicara.

Hyunjae masih terdiam, bahkan ketika mangkuk-mangkuk di hadapannya sudah bersih dan tandas isinya. Hyunjae juga masih menggunakan hoodie lengkap dengan maskernya setelah selesai makan, membuat beberapa pasang mata menatapnya dengan tatapan heran.

“Taman yuk?“ajak Juyeon dan Hyunjae pasrah mengikuti Juyeon. Lelaki yang lebih tinggi satu sentimeter dari Hyunjae itu menggenggam tangan Hyunjae agar lelaki manis tersebut tidak tertinggal jauh di belakangnya.

“Buka dong masker sama hoodienya. Udara pagi tuh bagus tau buat kesehatan!“ucap Juyeon. Hyunjae menghela nafas berat sebelum membuka hoodie serta maskernya yang membuat juyeon bisa melihat wajah sayu lelaki di sebelahnya.

“Lo capek engga sih, Juy?“setelah diam beberapa saat, akhirnya Hyunjae membuka suaranya dan membuat Juyeon menaruh atensi penuhnya terhadap Hyunjae.

“Capek kenapa? Karena jalan dari kosan lo kesini?“tanya Juyeon masih dalam mode bercandanya.

“Juy, gue serius....“ucap Hyunjae merajuk dan Juyeon tertawa setelahnya.

“Engga capek, Jae.... Kalo capek, gue udah ga mau temenan sama lo lagi apalagi kan kita beda fakultas?“Juyeon menjawab dengan santai.

“Kenapa engga pernah capek? Gue aja yang jalanin selama ini capek loh....“tanya Hyunjae bingung.

“Nah yang harusnya ngerasa capek kan lo, bukan gue? Kalo gue tugasnya cuma nangkep lo pas lo lagi jatoh dan bantuin lo berdiri doang kok”ucap Juyeon menjelaskan.

“Lo selalu bantuin gue berdiri, engga capek? Engga mau udahan gitu bantuin guenya?“tanya Hyunjae bingung dan Juyeon menggeleng.

“Beri gue satu alasan, kenapa gue harus berhenti ngebantuin lo berdiri?“tanya Juyeon sambil menatap Hyunjae lekat dan Hyunjae hanya bisa terdiam.

“Kalo lo capek, istirahat. Jangan pernah memaksakan sesuatu kalo lagi capek, karena hasilnya apapun itu ga akan pernah berakhir bagus”ucap Juyeon menjelaskan dan Hyunjae hanya dapat menarik nafasnya dalam.

“Kenapa lagi kali ini?“pertanyaan Juyeon membuat Hyunjae tertawa. Ia mentertawakan dirinya sendiri karena pertanyaan temannya yang sangat tau tentang dirinya itu.

“Mantannya dia balik.....“ucap Hyunjae santai.

“Gue tau dia baru putus waktu awal deketin gue dan dia bilang mau coba pelan-pelan ngelupain mantannya itu”ucap Hyunjae lagi.

“Lo dijadiin pelarian doang?“tanya Juyeon dan Hyunjae menggeleng.

“Kita sama-sama mau nyoba, tapi ternyata mantannya balik dan dianya yang emang kurang ajar malah lebih milih balik sama mantannya dibanding pertahanin gue”ucap Hyunjae tertawa pasrah.

“Mau gue samperin orangnya? Minta pertanggung jawaban?“tanya Juyeon dan Hyunjae menggeleng.

“Buat apaan? Gue juga udah males sama dia, tapi begonya kenapa gue masih nangisin dia sih?“ucap Hyunjae dan Juyeon tertawa.

Juyeon bangun dari duduknya dan berjalan ke hadapan Hyunjae, memberikan kenyamanan untuk Hyunjae yang sepertinya akan kembali menangis. Tidak perlu menunggu waktu lama, kaos yang dikenakan Juyeon telah basah oleh air mata Hyunjae.

Juyeon mengusap punggung Hyunjae, mencoba memberikan ketenangan dan mengatakan secara tidak langsung bahwa Juyeon selalu ada disisinya. Juyeon yang selalu bersedia membantu Hyunjae berdiri ketika terjatuh atau bahkan menangkap Hyunjae sebelum Hyunjae benar-benar terjatuh seperti sekarang ini.

“Juy.... Kenapa ya gue engga jatuh cinta sama lo aja?“ucap Hyunjae terisak.

Juyeon tersenyum. Sudah sejak lama pertanyaan tersebut muncul di fikiran Juyeon. Mengapa Hyunjae tidak bisa jatuh cinta kepadanya padahal ia selalu ada kapanpun Hyunjae membutuhkannya. Tetapi Juyeon hanya bisa diam, karena yang terpenting baginya saat ini adalah, ia tetap bisa selalu membantu Hyunjae berdiri ketika jatuh dan selalu siap kapanpun Hyunjae membutuhkannya.

Juyeon tidak memperdulikan perasaannya sendiri, karena bagi dirinya Hyunjae adalah yang terpenting. Berapa kalipun Hyunjae akan terjatuh, Juyeon akan selalu ada dan siap membantu Hyunjae kembali berdiri dan kembali berjalan seperti sediakala.

kapila