Permintaan Maaf

Hening adalah situasi yang paling tepat yang dapat mengambarkan keadaan di dalam mobil Juyeon malam itu. Suara deru mobil, pendingin mobil dan suara tipis dari radio berputar bahkan dapat terdengar jelas. Juyeon dan Hyunjae, dua lelaki dewasa yang berada di dalam mobil tersebut hanya dapat diam. Juyeon fokus dengan jalanan di hadapannya dan Hyunjae hanya dapat menunduk sambil memainkan kukunya.

“Kita mampir sebentar ya? Kamu tadi belum makan proper. Junk food ga apa-apa, kan? Engga ada larangan dari agensi atau Chanhee?” Juyeon bertanya dengan nada yang terlampau tenang, sedangkan Hyunjae menatap Juyeon dengan tatapan takut dan bersalah.

Dua jam yang lalu, Hyunjae berlari kecil dengan diikuti Chanhee dibelakangnya. Setibanya di bandara, mereka memutuskan memanggil taksi dan berpisah dengan rombongan. Hyunjae dan Chanhee berhasil mengelabui awak media malam itu dan tiba di restoran mewah tanpa diketahui siapapun.

“Ah! Itu Hyunjae...” Juyeon dengan senyum terbaiknya itu berdiri dan menyambut Hyunjae yang sedang menetralkan deru nafasnya. Setibanya di meja dimana orang tuanya berada, Hyunjae tidak bisa melakukan apapun selain menunduk, pasrah.

“Puding cokelat kesukaan kamu, dimakan ya? Chan, Kevin di meja sana. Makan dulu aja...” Hyunjae menatap satu persatu wajah orang di meja tersebut, semua tenang menikmati sajian penutup malam itu.

Tidak banyak yang berbicara hingga piring-piring dibersihkan. Juyeon meminta Kevin mengantar kedua orang tuanya, sedangkan Chanhee memilih mengantar kedua orang tua Hyunjae menggunakan Taksi. Hal tersebut menandakan bahwa Hyunjae akan satu mobil bersama Juyeon malam itu.

“Maaf...” Hyunjae yang telah menggenggam satu bungkus makanan cepat saji berkata lirih. Juyeon menatap Hyunjae lekat sebelum kembali tersenyum dan mengusap puncak kepala kekasihnya tersebut.

“Mau makan disini atau di rumah aja?” Tanya Juyeon lembut, lelaki di sebelah Juyeon itu hanya dapat terdiam.

“Aku anter ke tempat kamu, ya? Tapi maaf engga bisa nginep, soalnya besok aku ada meeting terus lusa udah harus berangkat lagi” Juyeon masih tersenyum, senyum yang bahkan membuat Hyunjae sakit ketika melihatnya.


Hyunjae menahan pergelangan tangan Juyeon, mengisyaratkan agar lelaki tersebut tetap tinggal di unit apartmentnya malam itu. Malam itu, Juyeon terlampau banyak mengumbar senyum, walau Hyunjae tau bahwa Juyeon sedang tidak baik-baik saja. Sang rider melepaskan genggaman tangan Hyunjae dari pergelangan tangannya.

“Dihabisin ya makanannya? Terus tidur, kan pasti kamu capek. Nanti aku hubungi kalo udah sampe, ya?” Hyunjae tidak mampun menjawab maupun mengangguk. Juyeon berpamitan malam itu bersamaan dengan air mata Hyunjae yang tiba-tiba turun tanpa permisi.

Setelah Juyeon menutup pintu apartment Hyunjae, lelaki yang masih menggenggam satu bungkus makanan cepat saji itu terduduk lemah dan menangis. Ia bahkan bingung, mengapa malam itu ia menangis. Terlalu banyak hal yang terjadi akhir-akhir ini. Hyunjae perlu Juyeon malam itu, tapi Hyunjae tau bahwa ia tidak bisa lebih egois dari tadi. Hyunjae tau sebab dan akibat dari apa yang terjadi malam itu.

Kapila