Sakit.
Hai! Kalian masih ingat kejadian pertengkaran aku dan mas seungyoun? Tiga hari setelah aku dan mas seungyoun kembali ke apartment kami, mas seungyoun sakit. Beberapa kali aku memergoki Mas Seungyoun bersin dan mengusap hidungnya.
“Mas, sakit?”
Aku memeriksa suhu tubuh Mas Seungyoun hari itu dan normal. Mas Seungyoun bilang kalo ia hanya kelelahan dan akan kembali membaik setelah minum obat dan vitamin.
“Besok izin satu hari dulu ya mas? Kamu bersin mulu dari tadi”
Mas Seungyoun menggeleng sambil tersenyum. Ia malah menariku dan memeluku erat.
“Engga perlu. Besok pagi aku juga udah sehat kok! Nih obat sama chargerku udah aku peluk”
Aku tersenyum mendengar perkataan Mas Seungyoun malam itu. Obat tidur yang dikonsumsi Mas Seungyoun membuat Mas Seungyoun tertidur pulas dan Vitamin membuat Mas Seungyou bangun lebih segar.
“Dek... Kamu dimana?”
Aku berjalan cepat ketika mas seungyoun memanggilku. Jam delapan lewat dua puluh tujuh menit, saat mas seungyoun tiba dirumah dan mengeluh sakit kepala.
“Ke dokter aja ya mas? Kemaren bersin-bersin, sekarang sakit kepala...”
Lagi, Mas Seungyoun menggeleng. Ia justru meraih tangaku dan meletakannya di atas kepalanya. Ia memintaku mengusap puncak kepalanya agar mengurangi rasa sakitnya.
“Kalo besok belum mendingan, kita ke dokter aja!”
“Maaf ya dek... mas nyusahin kamu...”
“Mas engga nyusahin aku sama sekali! Makanya aku sebel, mas harusnya nyusahin aku gitu minta tolong anterin ke dokter jangan ditahan mulu sakitnya!!”
“Hehe aku engga apa-apa, beneran!! Ini udah biasa kok, besok paling udah mendingan”
Malam itu aku kalah lagi. Mas Seungyoun masih enggan dibawa ke dokter olehku dan esok paginya, Mas Seungyoun masih bekerja seperti biasa.
Memasuki malam ketiga, aku terbangun karena Mas Seungyoun merintih dalam tidurnya. Aku memeriksa suhu tubuhnya dan suhu tubuh mas seungyoun tinggi. Aku panik, karena jam sudah menunjukan pukul satu lewat empat puluh lima menit waktu dini hari.
“Mas... Badan kamu anget... Kita ke dokter ya?”
Aku membuka selimut yang menyelimuti tubuh kami malam itu tapi mas seungyoun menolak. Ia justru kembali menarik selimut tersebut dan membuatku bingung. Kedua mata mas seungyoun masih terpejam tapi tangannya kembali menarik selimut tersebut.
“Aku engga apa-apa kok dek”
“Tapi badan mas seungyoun panas banget ini...”
Aku mulai khawatir dan aku dapat melihat bulir-bulir keringat di kening mas seungyoun. Aku pun memutuskan mencari informasi di internet untuk menurunkan suhu tubuh orang yang sedang sakit.
Aku memutuskan kedapur dan mengambil air hangat untuk mengompres tubuh mas seungyoun. Ketika kembali ke kamar, aku memaksa membuka selimut yang menutup seluruh tubuh mas seungyoun dan membuka kaos yang ia kenakan malam itu.
“Dek... dingin...”
Mas seungyoun berucap dengan mata masih terpejam. Aku mulai meletakan kain di kening mas seungyoun serta di bagian dada mas seungyoun.
Aku sesekali mengganti kain tersebut agar kainnya tetap hangat dan berpengaruh terhadap tubuh demam mas seungyoun. Aku menatap Mas Seungyoun yang pucat malam itu. Aku merapihkan rambutnya yang mulai panjang dan mengusap pelan puncak kepalanya.
Jam menunjukan pukul tiga lewat lima puluh pagi saat suhu tubuh Mas seungyoun berangsur normal. Aku pun memilih memejamkan mata sejenak, karena sejak tadi aku terus menerus mengganti kompres untuk mas seungyoun.
“Dek.... Bangun.... Dek Sejin?”
Aku berusaha membuka kedua kelopak mataku ketika sebuah tangan mengusap pipiku.
“Mas... Aduh aku ketiduran!! Mas seungyoun pusing? Kita ke dokter ya? Hari ini engga usah ke kantor dulu, kita ke dokter aja”
Mas Seungyoun tersenyum melihat kepanikanku pagi itu.
“Semalem kamu tidur jam berapa, dek?”
Aku mencoba mengingat jam berapa aku baru bisa tertidur.
“Jangan bohong ya, dek...”
“Hm... Jam empat kayanya mas”
Mas seungyoun menarik nafas panjanh sebelum menepuk pelan dadanya dan merentangkan kedua tangannya.
“Sini dek, kamu harus tidur lagi. Seengganya sampe jam sembilan”
Aku menggeleng dan berniat bangun dari tempat tidur, tetapi mas seungyoun menahanku.
“Hari ini hari sabtu, saya libur. Suhu tubuh saya udah normal dan tidak demam lagi. Saya juga engga pusing kok”
“Iya tapi Mas Seungyoun butuh sarapan buat minum obat, ini udah jam tujuh”
“Saya engga akan makan sarapan kamu kalo kamu maksa mau buat sarapan sekarang loh, dek. Kamu tidur dulu, dua jam lagi. Habis itu kita pesan makan untuk sarapan sekaligus makan siang ya?”
Aku selalu kalah dengan perkataa lembut mas seungyoun. Aku pun menuruti mas seungyoun dan masuk ke dalam dekapannya. Aku meletakan kepalaku di dada telanjang Mas Seungyoun. Mas seungyoun mengusap pelan punggung serta rambutku, membuat mataku semakin lama semakin berat dan terpenjam.
“Maafin mas ya dek, udah buat kamu khawatir”
Itu adalah ucapan terakhir yang kudengar sebelum aku benar-benar tertidur pulan dalam dekapan mas seungyoun.
Sejak saat itu, aku selalu memberikan vitamin untuk Mas Seungyoun, membawakannya sarapan jika ia tidak sempat sarapan. Membawakannya makan siang agar tidak perlu makan siang keluar jika tidak ada waktu dan jika perlu, aku akan mengantar makan malam ke kantor jika mas seungyoun pulang larut malam.
xposhie