Sebuah Kebenaran.


Sejin beberapa kali melihat jam di ponsel genggamnya. Wooseok mengatakan sudah tiba di tempat makan yang mereka janjikan dari dua puluh menit yang lalu dan Sejin lagi-lagi terlambat karena ada hal mendadak yang berhubungan dengan pekerjannya.

Setelah masuk ke dalam tempat makan yang dijanjikan. Sejin menciba menyisir tempat tersebut dan menemukan Wooseok duduk di salah satu mejanya. Tanpa berfikir panjang, Sejin menghampiri Wooseok dengan segera. Tetapi, langkah Sejin terhenti saat melihat Wooseok sedang berbicara dengan seseorang.

Tubuh Sejin lemas saat Wooseok menatapnya dengan tatapan bingung dan orang yang duduk di depan Wooseok menoleh disaat bersamaan. Sejin rasanya ingin lari dari tempat tersebut, tetapi kakinya terasa tertanam di dalam tanah dan ia tidak dapat bergerak.

Wooseok memang mengatakan bahwa dirinya sudah tiba dari dua puluh menit yang lalu tetapi Sejin tidak tau jika Seungyoun juga sudah tiba disana. Sejin seharusnya memikirkan hal buruk ini akan terjadi. Mau bagaimanapun yang Seungyoun tau Wooseok adalah Sejin dan pasti Seungyoun akan segera menghampiri Wooseok saat tiba di tempat tersebut.

“Duduk dulu...“ucap Wooseok yang menghampiri Sejin dan membawa Sejin duduk disebelahnya. Sejin berhadapan langsung dengan Seungyoun.

Sejin menunduk, bingung dengan keadaannya saat ini. Seungyoun tidak seramah dalam ruang chat seperti biasanya dan Wooseok tidak sehangat biasanya jika ia menghampiri Sejin saat berada di kamarnya.

“Kita makan dulu aja, sebelum kita ngomong lebih lanjut”ucap Seungyoun dingin yang setelahnya segera memanggil pelayan. Sejin menoleh kearah Wooseok dengan tatapan penuh pertanyaan yang dijawab samar oleh Wooseok dengan kata maaf.

“Kalian mau makan apa?“tanya Seungyoun tanpa mengalihkan pandangannya pada buku menu dihadapannya. Sejin terdiam sedangkan Wooseok masih berusaha bersikap wajar.

Wooseok menyebutkan dua jenis makanan untuk dirinya dan diri Sejin. Lagi, lagi, Wooseok sedikit menyelamatkan hidup Sejin saat Sejin tidak bisa berkutik seperti saat ini. Sejin bersyukur bahwa ia mempunyai teman terbaik di dunia seperti Wooseok.

Seungyoun menatap Sejin dan Wooseok bergantian membuat Sejin kembali menunduk dan sesekali memainkan ujung baju yang ia kenakan. Sejin takut, karena ia berasa bersalah telah membuat sebuah sandiwara seperti itu.

Suasana makan siang hari itu tidak hangat dan cenderung dingin, berbalik dengan cuaca diluar yang sedang terik-teriknya. Yang terdengar hanya denting sendok dan piring beradu karena tidak ada satupun orang yang membuka percakapan di meja tersebut. Bahkan suasana dingin dan canggung berlangsung hingga sesi makan mereka selesai.

“Sorry gue harus balik, jam makan siang gue udah mau habis”Sejin menatap Seungyoun untuk pertama kalinya setelah hampir satu jam menunduk. Sejin berfikir keras, hal apa yang harus ia lakukan saat itu.

“Seungyoun...“ucapan pelan dan lemah Sejin membuat langkah Seungyoun terhenti dan Seungyoun kembali menoleh.

“Maaf banget, gue....“Belum sempat Sejin menyelesaikan ucapannya, tetapi Seungyoun sudah memutus ucapannya terlebih dahulu.

“Semua orang punya alasan buat apa yang dia lakuin dan temen lo udah cerita sedikit sama gue”ucap Seungyoun menjelaskan.

“Tapi mungkin, gue masih butuh penjelasan lo karena lo yang punya andil besar dalam hal ini”ucap Seungyoun melanjutkan.

“Gue balik dulu ya? Ini semua biar gue yang bayar”ucap Seungyoun tersenyum.

Sejin terduduk lemah di kursinya setelah Seungyoun meninggalkan tempat makan tersebut. Wooseok berulang kali meminta maaf kepada Sejin yang sebenarnya hal tersebut bukanlah kesalahan Wooseok.

(xposhie)