Setidaknya sudah hampir seminggu, salju turun dengan lebatnya di kota Seoul. Membuat beberapa orang lebih banyak memilih untuk melakukan pekerjaan mereka di dalam rumah daripada di luar rumah.

Sama halnya seperti sepasang kekasih yang malam ini kembali memilih diam di dalam apartment mereka yang hangat. Lelaki yang lebih tinggi bahkan rela membawa pekerjaannya dan menjadikan rumah sebagai studio sementara miliknya.

“Loh kok di buka?”

“Hari ini cerah tau, Youn! Liat ga ada salju, kan?”

Pria yang lebih kecil tersenyum setelah membuka tirai di hadapannya. Seakan menular, lelaki yang lebih tinggi juga tersenyum dari meja kerja sementaranya itu.

Sejin, lelaki yang bertubuh lebih kecil sesekali menyesap secangkir teh hangat di dalam genggamannya sambil mengaggumi langit malam yang cerah di pertengahan bulan Januari itu.

“Tehnya beda merk ya?”

Sejin menoleh dan menatap kekasihnya, Seungyoun. Sejin mengangguk dan tersenyum.

“Oleh-oleh dari Jinhyuk sama Wooseok, kamu ga suka?”

Seungyoun tersenyum dan menggeleng sebelum menyesap kembali teh yang di buatkan oleh orang terkasihnya itu.

“Apa sih yang aku ga suka dari kamu? Kayanya ga ada deh”

Sejin membulatkan matanya sempurna saat mendengar rentetan kalimat yang membuat jari-jarinya menekuk karena sensasi geli yang di berikan.

Sejin kembali fokus dengan langit cerah kota Seoul malam itu, mengabaikan sang kekasih yang kembali larut dengan melodi dan lirik yang mungkin baru akan sempurna beberapa minggu lagi.

Tubuh Sejin tiba-tiba menegang kala sepasang tangan melingkar di pinggang rampingnya. Beruntungnya Sejin tidak membanting cangkir karena terkejut.

“Loh? Kerjaan kamu?”

Seungyoun mengeratkan pelukannya pada pria kecil pengisi hari-hari indahnya itu. Sesekali ia menghirup aroma khas tubuh Sejin di perpotongan lelaki yang berada di sebelahnya.

“Kamu... Gangguin aku...”

Sejin menoleh sepersekian detik. Sesungguhnya, Sejin bingung memaknai kata ganggu dari perkataan Seungyoun sebelumnya.

“Kemeja kegedean, celana kependekan. Kamu sengaja kan godain aku?”

Sejin tertawa renyah sebelum meletakan cangkir yang masih ia genggam di dekat jendela. Sejin berbalik dan mengalungkan tangannya di leher Seungyoun, membuatnya sedikit berjingkat.

“This is my sleepwear, aku ga ada sedikitpun niat godain kamu!”

Sejin menjawil pelan ujung hidunh Seungyoun, membuat sang empunya hidung mengerutkan indera penciumannya itu. Seungyoun mengeratkan pelukan diantara keduanya dan meletakan dagunya tepat di atas kepala sang terkasih.

“No, this is not your daily sleepwear. Apalagi di suhu tiga derajat kayak sekarang, kamu biasanya pake setelan piyama berbulu kamu”

Sejin kembali tertawa. Tanpa mereka sadari, keduanya bergerak ke kanan dan ke kiri, mengikuti irama musik yang ternyata sejak tadi di nyalakan oleh Seungyoun.

“Aku tau kamu mau apa! Kerjaan kamu, gimana?”

Lebih dari dua tahun bersama, tidak memerlukan waktu lama untuk keduanya mengerti maksud perkataan satu sama lain.

“Deadline aku masih minggu depan, kok”

Sejin melonggarkan pelukan keduanya, menatap intens mata Seungyoun yang entah mengapa sudah terlihat berbeda dari beberapa menit lalu. Sejin menangkup pipi Seungyoun sebelum menyapukan bibirnya ke bibi Seungyoun yang sedikit kering.

Sejin sedikit berteriak kala Seungyoun membawanya dalam sebuah gendongan ala koala. Tidak mau membuang waktu, sofa keabuan di ruanh tengah menjadi saksi bagaimana kedua anak manusia itu berbagi peluh.

Desahan dan erangan memenuhi ruangan tersebut dengan selingan lagu yang masih terputar dari komputer milik Seungyoun. Sejin tersenyum saat merasakan hangat menyelimuti dirinya. Seungyoun juta tersenyum, sambil sesekali menetralkan nafasnya yang memburu.

fin

Kapila.