semestakapila

Awal yang baru.


Yuvin beberapa kali menarik nafas panjang. Jari jemarinya mengetuk kecil kemudi mobil dihadapannya. Tidak jarang ia melihat sebuah jam tangan di pergelangan tangan kirinya.

“Pertemuan pertama kita setelah lima tahun, kenapa harus begini?”

Batin Yuvin berkecamuk. Tetapi akhirnya Yuvin memutuskan keluar dari mobilnya. Ia sedikit mematut diri pada body mobil dan membetulkan setelan jas yang ia kenakan hari itu.

Yuvin berjalan masuk ke sebuah gedung. Atas arahan seorang penjaga gedung, Yuvin sudah tiba di hadapan sebuah ruangan tertutup. Lagi, batin Yuvin berkecamuk. Yuvin bahkan ingin kembali saat itu juga jika sebuah suara tidak mengintrupsinya.

“Yuvin? Kenapa ga masuk?”

Yuvin tersenyum kecil kepada seseorang yang baru saja menyapanya. Wooseok, seorang teman lama yang sedang menggendong seorang anak lelaki yang tertidur pulas.

“Anak lo?“tanya Yuvin basa basi, tetapi Wooseok menggeleng.

“Anak Yohan... Anak gue lagi dibawa Jinhyuk biar ga iri liat gue gendong anak lain”ucapan Wooseok membuat Yuvin tersenyum kecil.

“Masuk aja, di dalem ada Jinhyuk kok. Gue mau bawa dia ke kamar dulu “ucap Wooseok dan Yuvin mengangguk.

“Vin, are you okay?“tanya Wooseok dan Yuvin tersenyum kembali sambil mengangguk.

“Ikut sampai upacara selesai?“tanya Wooseok dan Yuvin sejenak memikirkan.

“Engga apa-apa. Mau gimanapun, lo pernah jadi orang terpenting dalam hidup Yohan”ucap Wooseok sebelum meninggalkan Yuvin di depan ruangan tersebut.

Flashback On

“Aku dapat beasiswa ke Thailand...”

“Hah? Selamat!!! Kenapa kamu ga excited?”

“Itu tandanya kita harus LDR? Kamu ga apa-apa?”

“Vin... I'm totally okay! Kejar impian kamu kemanapun dan aku bakal selalu dukung kamu”

“Tiga tahun, Han...”

“Ya... Terus kenapa?”

“Tiga tahun dan mungkin aku pulang setahun dua atau tiga kali aja?”

“Yuvin! Sekarang jaman teknologi canggih, kita bisa kan video call tiap hari? Tiga tahun, engga akan kerasa lama kok”

Sore itu, Yohan meyakinkan Yuvin bahwa Yuvin dapat mengambil beasiswanya ke Thailand. Yohan juga meyakinkan bahwa hubungan mereka akan baik-baik saja asal tetap terjalin komunikasi yang baik antar keduanya.

“Sayang! Lagi ngapain?”

“Aku baru banget sampai apartment! Kamu?”

“Aku lagi ngerjain tugas terus kangen kamu makanya nelfon. Tumben kamu pulang malem?”

“Hm... Ada tugas kelompok tadi, jadi aku kerjain sampai selesai”

“Ah! Pulang sendiri?”

“Engga kok! Tadi aku kebetulan di anterin sama temen aku”

Perbincangan Yuvin dan Yohan malam itu berlangsung selama dua jam dan selama dua tahun menjalin long distance relationship semua berjalan lancar.

“Maaf vin, aku gabisa selalu hubungin kamu soalnya aku lagi sibuk urus skrispi aku”

“Sampai balas chat aku pun gabisa?”

“Engga bisa... Aku balas chat yang memang prioritasku dulu”

“Oh berarti sekarang aku bukan prioritas kamu lagi ya, Han?”

Menginjak tahun kedua, komunikasi diantara kedua semakin memburuk. Mereka berdua sering sekali beradu argumen dan tidak mau saling mengalah yang membuat pertengkaran sering terjadi karena masalah kecil.

“Aku liat foto kamu sama cowok lain, itu siapa Han?”

“Tengah malem kamu telfon, cuma mau ngomongin ini? Aku capek vin, mau istirahat”

“Aku juga capek, Han... Aku cuma tanya, cowok itu siapa?”

“Temen aku, udah puas?”

“Kalo sama temen jangan terlalu clingy, nanti dia anggap kamu kasih perhatian lebih

“Yuvin! Kenapa omongan kamu jadi ngelantur sih? Dia cuma temen aku dan ga lebih! Foto itu candid dan seakan-akan aku clingy ke dia, tapi sebenernya biasa aja kok”

“Han? aku tanya baik-baik, kenapa kamu jawab sambil emosi?”

“Karena pertanyaan kamu ga masuk akal! Aku capek dan kamu nanya hal ga penting kayak gitu. Kamu udah ga percaya sana aku?”

Malam itu, pertengkaran mereka semakin memanas. Kesibukan keduanya menjelang tugas akhir, membuat keduanya menjadi lebih sensitif. Yuvin dan Yohan memutuskan break untuk waktu yang tidak dapat ditentukan.

“Iya bun, aku di kontrak dua tahun dulu. Setelah itu, aku pulang terus lanjut kerja disana”

“Yaudah, bunda serahin apapun keputusan kamu. Tapi kamu udah bilang Yohan?”

“Yuvin sama Yohan lagi break bun, udah setahun belakangan ini”

“Kenapa? Kalian ada masalah? Selesaiin baik-baik ya sayang? Kalo perlu kamu pulang dulu buat nyelesaiin semuanya”

“Iya bun, nanti Yuvin coba fikirin”

Yuvin benar-benar memikirkan hal yang dia bicarakan bersama ibundanya. Tetapi, sebuah postingan muncul di media sosial salah satu temannya. Yohan sudah dilamar oleh lelaki lain, tepat saat hari kelulusan Yohan.

Yuvin tau semuanya sudah benar-benar berakhir sejak hari itu. Yuvin tau bahwa antara dirinya dan Yohan sudah tidak dapat bersatu lagi.

Flashback Off

“Yuvin?”

Yuvin menoleh saat seseorang kembali memanggilnya tepat setelah ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan tersebut. Yuvin menghampiri orang tersebut yang sedang berkumpul dengan beberapa orang yang memang ia kenal.

“Yohan mana?“tanya Yuvin pelan.

“Masih di dalem, kayanya gabisa ketemu sampai upacaranya selesai”Yuvin menarik nafasnya panjang dan mengangguk.

“Kasian Yohan, padahal mereka udah rencana nikah tahun depan”ucapan teman Yuvin lainnya membuat tubuh Yuvin tersentak karena terkejut. Fikiran Yuvin bercabang dan tidak fokus pada saat itu.

Suasana khidmat terasa di dalam ruangan tersebut ketika upacara sudah dimulai. Yuvin akhirnya dapat melihat Yohan untuk pertama kalinya. Yohan dengan muka merah sembab berjalan dengan setelan serba hitam.

Hati Yuvin sakit, melihat Yohan terisak. Bahkan Yohan harus dipapah di sisi kanan dan kirinya. Tepat dibelakang Yohan, sebuah peti dengan foto seorang lelaki bersiap diangkat oleh beberapa orang.

“Vin... Hangyul kecelakaan”

Kabar terakhir yang Yuvin dapatkan dari Wooseok semalam. Detik itu juga, Yuvin memikirkan bagaimana keadaan Yohan dan bagaimana terpuruknya Yohan menghadapi hal tersebut. Lee Hangyul, lelaki yang Yuvin tau sebagai lelaki yang melamar Yohan beberapa tahun silam.

Kembali ke hari ini, upacara pemakaman dimulai. Seluruh anggota keluarga menangis, termaksud Yohan. Tangis Yohan bahkan pecah saat peti orang yang ia sayangi mulai diturunkan. Yuvin mencoba menahan tangisnya saat melihat betapa terpuruknya Yohan hari itu.

Setidaknya butuh beberapa jam untuk Yuvin menunggu keadaan sepi dan Yohan benar-benar sendiri. Pertemuan pertama mereka setelah lima tahun lalu, saat Yuvin haru pergi karena beasiswa yang ia terima.

“Han?“Yuvin berucap terlampau lembut tetapi masih dapat di dengar Yohan.

“Vin? Yuvin?“Yohan kembali terisak saat melihag Yuvin, membuat Yuvin harus sedikit sigap menangkap tubuh limbung Yohan.

“Udah ya, Han? Kalo lo nangis terus, nanti kasian dia disana...“ucap Yuvin sambil mengusap punggung Yohan yang bergetar.

“Maaf.....“ucap Yohan pelan.

“Vin....... Maaf.....“ucap Yohan lagi.

“Hm? Kamu ga salah, jadi ga perlu minta maaf oke? Jangan nangis lagi, kasian dia kan disana ga tenang kalo liat kamu nangis begini...“ucap Yuvin yang mencoba mengusap pipi Yohan yang basah.

“Dulu, aku jahat sama kamu... Aku ninggalin kamu.... Sekarang aku ditinggal orang yang aku sayang....“ucap Yohan kembali terisak.

“Engga ada yang bisa disalahkan dan disesali disini karena semua udah takdir Tuhan... Kita gabisa ngelawan takdir yang udah dituliskan Tuhan, termaksud perpisahan kita tiga tahun lalu”Yuvin mencoba tabah di depan Yohan walaupun hal tersebut susah dilakukan.

“Kasian anak kamu kalo liat papahnya nangis kayak gini... Pasti dia bingung dan ikutan sedih juga nantinya”Yuvin mencoba tersenyum tipis.

Yohan menoleh saat mendapati Wooseok menggendong anak yang baru saja bangun dari tidurnya. Yohan menarik nafasnya dan menghapus air matanya sebelum mengambil alih anak lelaki tersebut dari Wooseok.

“Gue balik ya, Han?“ucap Wooseok berat hati dan Yohan mengangguk pelan.

“Iya ka engga apa-apa, kasian juga Jinwoo kalo kelamaan. Makasih ya ka? Maafin Hangyul juga...“Yohan kembali terisak saat menyebutkan nama Hangyul. Yuvin yang melihat hal tersebut berusaha mengajak main anak dalam gendongan Yohan yang sedikit merada bingung.

Setelah berpamitan, Wooseok meninggalkan Yohan bersama Yuvin duduk disebuah pohon besar yang tidak jauh dari makam Hangyul. Anggota keluarga Hangyul sudah lebih dahulu pulang, meninggalkan Yohan yang memang memilih bertahan lebih lama ditempat itu.

“Hyeongjun... Namanya Song Hyeongjun, anak yang kita lihat di panti asuhan waktu itu...“ucap Yohan menjelaskan sambil terisak dan Yuvin mengangguk. Iya, Yuvin sadar dan mengenal anak lelaki tersebut.

“Sengaja ga aku ganti nama keluarganya, karena aku tau kamu gamau ganti nama dia karena sama kayak nama keluarga kamu....“ucap Yohan lagi.

“Kamu mau pulang? Atau masih mau disini?“ucap Yuvin pelan dan hati-hati.

“Aku masih mau disini, nemenin Hangyul... Soalnya dia yang nemenin aku pas kita LDR waktu itu...“ucap Yohan tersenyum kecil.

“Kamu mau pulang? Engga apa-apa duluan aja...“ucap Yohan menambahkan. Tetapi Yuvin tetap berada disamping Yohan hingga matahari terbenam.

“Han... Kayanya kita harus pulang sekarang”ucap Yuvin saat melihat Hyeongjun menggeliat dipelukan Yohan. Beberapa jam lalu, Hyeongjun kembali tertidur setelah lelah tertawa bersama Yuvin.

Yohan menghela nafas panjang. Yuvin pun memilih mengambil alih Hyeongjun yang masih terlelap itu menjadi dalam gendongannya. Yohan kembali berjalan mendekati makam Hangyul.

“Gyul, aku pulang dulu ya? Maaf ga bisa nemenin kamu disini lebih lama... Makasih buat lima tahunnya... Kamu yang selalu dengerin aku selama Yuvin jauh, bahkan ngasih pundak kamu ketika aku capek sama semuanya...“pelan, Yuvin dapat mendengar suara Yohan.

“Kamu harus bahagia ya disana? Aku janji, aku bakaln bahagia disini sama Ujun”ucap Yohan lagi sambil mengusap air matanya.

“Ah iya... Ada Yuvin, Gyul...“Yohan menoleh dan memberikan kode agar Yuvin berjalan ke dekatnya.

“Sayang ya kalian belum kenalan... Ini namanya Yuvin, Gyul... Yang selalu buat aku uring-uringan beberapa tahun lalu”ucap Yohan yang diselingi tawa renyah di dalam isak tangisnya.

“Salam kenal ya, Gyul! Makasih udah baik banget sama Yohan selama ini...“ucap Yuvin pelan.

Yuvin dan Yohan memilih meninggalkan area pemakaman setelah berpamitan dengan Hangyul. Dengan sedikit paksaan, Yohan akhirnya mau ikut bersama Yuvin dan diantar pulang oleh Yuvin.

“Han?“ucap Yuvin membuka percakapan di mobil tersebut dan Yohan hanya berdeham.

“Maaf ya? Aku gatau kalo kamu...”

“Engga apa-apa... Aku kan udah bilang, kalo aku gamau ngehalangin cita-cita kamu. Kamu sama sekali ga salah, Yuvin”ucap Yohan memotong ucapan Yuvin.

Sesampainya di apartment milik Yohan, Yuvin memilih mengantar Yohan hingga masuk ke dalam apartmentnya karena Yohan cukup banyak membawa barang bawaan milik Hyeongjun.

“Passwordnya masih sama...“ucap Yohan saat mereka tiba di depan apartment Yohan malam itu.

“Makasih ya, Vin? Maaf pertemuan pertama kita lagi malah dalam keadaan begini”ucap Yohan setelah menidurkan Hyeongjun di kasurnya.

“Engga apa-apa. Aku dapat kabar dari Ka Wooseok dan aku kepikiran kamu pas dapet kabar itu”ucap Yuvin pelan. Yohan menatap Yuvin meminta penjelasan.

“Waktu itu, waktu kita berantem besar... Aku telfon bunda dan bunda suruh aku buat pulang dan ngomongin sama kamu... Bunda suruh aku minta maaf sama kamu”ucap Yuvin menjelaskan.

“Tapi... Aku batalin rencana aku waktu liat kamu dilamar Hangyul dua tahun lalu”ucap Yuvin tersenyum samar. Yohan menatap Yuvin lekat sebelum tersenyum.

“Bukan. Hari itu Hangyul kena dare dan harus ngelakuin hal itu di depan satu angkatan”ucap Yohan yang sudah duduk bersisian dengan Yuvin, menghadap sebuah televisi yang gelap.

“Aku sama Hangyul baru benar-benar pacaran setahun lalu, saat aku benar-benar sadar mungkin kamu ga akan kembali ke aku”ucap Yohan menunduk sambil memainkan ujung kemejanya. Nafas Yuvin tercekat. Mungkin, jika hari itu ia lebih berani, semua ini tidak akan terjadi.

“Maaf... Mungkin kalo hari itu aku...”

“Vin, bener kata kamu. Disini engga ada yang bisa disalahkan. Semua ini takdir Tuhan...“ucap Yohan yang lagi-lagi memotong ucapan Yuvin.

“Bahkan pertemuan kita hari ini juga Takdir Tuhan...“ucap Yohan menatap Yuvin sambil tersenyum kecil.

“Han... Aku boleh peluk kamu?“ucap Yuvin setelah beberapa lama keadaan hening menyelimuti keduanya. Yohan mengangguk dan Yuvin membawa Yohan masuk dalam dekapannya.

“Aku kangen sama kamu...“ucap Yuvin memeluk Yohan erat.

“Aku juga...“ucap Yohan pelan.

Pelukan keduanya harus terputus saat terdengar tangisan kecil Hyeongjun dari dalam kamar. Yohan tersenyum sebelum berjalan masuk ke dalam kamar diikuti oleh Yuvin.

“Hm... Besok aku kayanya mau balik ke makam dan ketemu keluarga Hangyul”ucapan Yuvin membuat Yohan menoleh.

“Aku mau izin sama Hangyul dan keluarganya buat mulai semuanya dari awal sama kamu”ucap Yuvin melanjutkan dan Yohan tersenyum.

(xposhie)

OOTD.


Hari sabtu biasanya digunakan Wooseok untuk tidur sepanjang hari. Tetapi tidak dengan hari ini, ia memilih bangun bahkan ketika matahari belum bersinar terang. Pagi hari Wooseok dimulai dengan membersihkan dirinya. Ia menuci rambutnya, mencukur bulu halus di sekitar wajah serta membaluri tubuhnya dengan lulur yang baru ia beli semalam.

Setelahnya, Wooseok sarapan seperti biasa dan kembali lagi ke kamarnya saat jam menunjukal pukul delapan pagi. Setidaknya, sudah dua jam Wooseok mematut dirinya di depan cermin, melihat apakah ada kekurangan pada penampilannya hari itu. Wooseok bahkan beberapa mengganti bajunya pagi itu, membuat isi kamarnya penuh dengan baju yang berserakan.

“ya kali ah, masa pake blazer? lo mau kondangan, Seok?”

“Sumpah!! Ini kaos belel banget, Kim Wooseok!!! Please cari baju lain”

“Panas ga ya? masa iya double begini? Kalo kepanasan nanti bau....”

“Ini kaos enak dipake, tapi ga pantes kalo dipakein jaket... Kalo malem kedinginan gimana?”

“Ah! Apa biarin aja gue pake kaos terus kalo malem siapa tau dipinjemin jaket sama Jinhyuk? hahahaha”

“Hm... Kalo iya Jinhyuk pake jaket? Kalo engga? Mati kedinginan lo, Kim Wooseok!!!”

“Yaudahlah cari yang aman ajaaa, oke!”

Jam menujukan pukul sepuluh lewat ketika Wooseok memutuskan menggunakan baju yang nyaman untuk dirinya sendiri. Tidak terlihat terlalu berlebihan, tetapi tidak juga terlihat terlalu mengenaskan atau terlihat tidak perduli pada penampilannya.

From: 101 Jinhyuk Seok, udah siap kan? Gue jalan sekarang ya? Kalo belum siap, santai aja Nanti gue tungguin di depan

Jinhyuk ternyata sudah mengiriminya pesan tujuh menit yang lalu. Wooseok pun memilih keluar dari kamarnya tanpa membereskan baju-baju yang berserakan. Ia sengaja menunggu Jinhyuk di ruang tamunya.

From: 101 Jinhyuk Seok, gue udah dibawah ya!!

Wooseok pun keluar dari apartmentnya setelah membalas pesan Jinhyul. Wooseok berjalan santai ke sebuah mobil yang terparkir masih dalam keadaan menyala tersebut. Wooseok dapat melihat Jinhyuk tersenyum dari kaca depan mobil yang dikendarai Jinhyuk.

“Emang pas sekolah, dia seganteng ini?”

“Perasaan kemaren bau mobilnya engga begini?”

“Seok! Wooseok?“Wooseok menoleh saat Jinhyuk memanggilnya dan Jinhyuk tersenyum.

“Eh iya Jinhyuk kenapa?“tanya Wooseok gugup.

“Sabuk pengamannya dipake ya? Biar aman dan engga kena tilang”ucap Jinhyuk sopan dan Wooseok pun buru-buru menggunakan sabuk pengaman sesuai instruksi Jinhyuk.

“Dia emang pas sekolah gemesin gini ya? Mungil banget sampe badannya kelelep baju gitu”

“Pengen pelukkk, gemes banget”

Jinhyuk yang memastikan bahwa Wooseok sudah menggunakan sabuk pengamannya dengan benar pun melajukan mobilnya keluar dari parkiran apartment milik Wooseok dengan menahan keinginannya memeluk Wooseok karena terlalu gemas dengan penampilan Wooseok hari itu.

(xposhie)

49 Days.

**Cerita ini ⚠️ Major character death.


Day 1

“Dodo... Bangun... Kita sarapan yuk? Udah ditunggu Ayah sama Papa Jinwoo di bawah”

“Jinu... Dodo udah bangun belum sayang?”

“Belum yah, Dodo belum bangun”

“Yaudah, Jinu sarapan dulu dibawah. Nanti ayah bawain sarapan buat Dodo ke kamar”

“Oke, yah....”

Aku sebenarnya dapat mendengar semua percakapan antara Jinwoo dan uncle Wooseok tadi, tetapi aku enggan menyibak selimutku untuk bangun. Setelah memastikan Jinwoo dmelangkah menjauhi kamar, aku akhirnya bangun dari tempat tidur.

Aku duduk dipinggir kasur sambil sesekali menarik nafas. Aku semalam menginap di rumah Jinwoo setelah melewati kejadian terberat dalam hidupku. Aku tau Baba tidak akan pulang sampai beberapa hari kedepan dan uncle Jinhyuk yang akan menemani Baba selama hari itu, karena aku tau Baba juga sedang melewati hari terberat sepanjang hidupnya.

Aku terlalu lama termenung hingga tanpa sadar, uncle Wooseok sudah berada di depan kamar Jinwoo dengan sebuah nampan ditangannya, membawa sarapan untukku.

“Dodo, uncle boleh masuk?“Aku tau uncle Wooseok melihatku tetapi uncle Wooseok masih meminta izinku untuk masuk ke kamar.

“Iya uncle boleh...“ucapku pelan.

Uncle bawa sarapan buat Dodo. Dodo mau sarapan disini?“aku tersenyum dan mengangguk.

“Dodo sebenernya mau ke bawah, tapi karena uncle bawain ke kamar jadi Dodo makan disini aja”ucapku santai.

“Mau uncle temenin? Atau Dodo mau makan sendiri disini?“aku berfikir sejenak walau aku tau jelas apa jawabanku.

“Sendiri aja uncle engga apa-apa.... Uncle sarapan juga bareng sama Jinu aja...“ucapku tersenyum dan Uncle Wooseok mengangguk sebelum meninggalkanku lagi.


Day 7

“Baba....”

“Ba, Dodo udah siapin sarapan dimeja makan. Dodo berangkat sekolah ya Ba? Dodo berangkat bareng Jinwoo...”

Aku menarik nafas panjang. Panggilanku tidak di jawab lagi. Aku dengan langkah malas, memutuskan pergi untuk berangkat sekolah karena Jinwoo sudah menungguku bersama Uncle Jinhyuk.

Aku pulang dengan keadaan rumah gelap, seperti biasa. Makanan diatas meja yang aku siapkan untuk Baba tadi pagi juga utuh tidak tersentuh.

“Baba... Dodo pulang”ucapku pelan.

uncle Wooseok bawain makanan, Dodo panasin ya Ba...”

Aku membuang makanan tadi pagi dan memanaskan makanan yang aku bawa dan menyiapkannya di atas meja, berharap Baba akan memakannya tengah malam nanti.

“Makanannya udah di meja makan ya Ba, Dodo ada dikamar...“ucapku tepat di depan kamar Baba.

Aku tidak mau memaksa Baba, aku membuat ruang untuk diri Baba sendiri karena aku tau Baba membutuhkan hal tersebut.


Day 15

Uncle, Baba..... Baba..... uncle

Malam itu, aku terbangun dan mendapati Baba tergeletak di dapur. Aku mencoba tetap tenang, tetapi Baba tidak bergerak sama sekali ketika aku panggil beberapa kali.

Aku mencoba menghubungi uncle wooseok walaupun jam sudah menunjukan lewat tengah malam. Aku menceritakan semuanya kepada uncle Wooseok dan uncle Jinhyuk hingga mereka datang ke rumahku dan membawa Baba ke rumah sakit.

“Tn. Cho hanya butuh istirahat. Sepertinya beliau kekurangan tidur dan kekurangan cairan”

Aku tau, Baba tidak menyentuh makanan apapun yang aku siapkan maupun makanan yang dikirimkan uncle Wooseok kepada kami. Tapi aku tidak tau jika Baba kurang tidur selama itu, karena aku tidak pernah bertemu Baba. Baba selalu berada di dalam kamarnya semenjak hari itu.


Day 25

Hari kesepuluh Baba terbaring dirumah sakit setelah aku menemukan Baba tergeletak dilantai dapur malam itu dan hari ke dua puluh lima semenjak hari itu.

Aku mencoba tidak menangis, karena banyak orang mengatakan bahwa perasaan sedih yang kita rasakan akan cepat dirasakan oleh orang lain disekitar kita termaksud Baba yang sekarang sedang tertidur pulas.

“Ba, lusa Dodo ada kemah sama Jinu... Harusnya Baba yang tanda tangan suratnya minggu lalu tapi akhirnya Uncle Jinhyuk yang tanda tangan suratnya... Engga apa-apa kan, Ba?”


Day 30

“Baba!!!”

Pagi itu aku mendapatkan kabar dari uncle Jinhyuk bahwa Baba sudah sadar. Aku dan Jinu menyusul bersama uncle Wooseok ke rumah sakit dan menemukan Baba yang memang sudah bangun dari tidur panjangnya.

“Dodo kangen sama Baba.... Dodo takut Baba pergi....”

Baba memandangku dan aku tau bahwa Baba mengerti maksud perkataan yang aku sampaikan walaupun tidak aku teruskan. Baba memelukku erat, pelukan pertama yang aku rasakan semenjak hari itu.


Day 37

“Gimana enak?”

Baba sudah kembali kerumah. Ini hari pertama Baba membuatkanku sarapan. Pertama kalinya aku melihat senyum Baba walau tidak secerah senyum Baba dulu.

“Enak, Dodo suka! Masakan Baba enak banget!”

Baba tersenyum mendapatkan pujian dariku. Walaupun makanan Baba terasa sedikit asin, aku tetap memuji Baba karena pujian tersebut juga bentuk pujianku terhadap Baba yang berhasil bangkit semenjak hari itu.

“Hari ini, kita ketempat Bubu ya, mau?”

“Engga apa-apa, sayang... Baba engga apa-apa kok”

Baba tau isi hatiku ketika aku tidak menjawab pertanyaannya. Aku berfikir keras, apakah Baba benar-benar sudah tidak apa-apa? Apakah Baba sudah baik-baik saja?


Day 43

“Ba... Sarapan yuk? Baba...”

Beberapa kali aku mengetuk pintu kamar Baba tapi tidak ada jawaban. Aku berfikir jika Baba belum bangun, tapi aku tidak yakin karena Baba sudah berjanji akan membuat sarapan pagi ini bersamaku.

“Baba? Belum bangun ya?”

Pelan, aku membuka kamar Baba yang tidak terkunci. Aku masuk ke kamar Baba dan mendapati kamar Baba yang masih gelap. Aku tersenyum karena firasatku tepat bahwa Baba kesiangan. Senyumku pudar saat aku melihat beberapa obat di nakas kecil sebelah tempat Baba.

“Ba, bangun yuk? Udah siang...”

“Baba, jangan nakutin Dodo dong! Ayok bangun...”

“Baba, udah janji kan kalo hari ini Baba mau buat sarapan sama Dodo?”

“Ba... Baba udah janji kan sama Dodo engga akan pergi? Kemaren Baba bilang ke Dodo kalo Baba udah engga apa-apa kan, Ba? Baba bangun please...”

Aku tau ini salah, ada kesalahan pada Baba pagi itu. Aku memutuskan menelfon uncle Wooseok. Aku kembali mendatangi rumah sakit dengan kondisi Baba yang lagi-lagi tidak sadarkan diri.

Aku tau keadaan yang terjadi saat ini cukup buruk, karena aku melihat dokter terkejut melihat botol obat yang diserahkan uncle Wooseok bahkan dokter tersebut meminta waktu untuk berbicara berdua dengan uncle Jinhyuk.

Aku diam, terlalu bingung dengan keadaan yang terjadi. Dari kaca aku melihat beberapa perawat memasang berbagai macam alat yang tidak aku ketahui namanya, alat-alat yang sudah biasa aku temui bahkan jauh sebelum malam ini.

“Bubu... Ini namanya alat apa? Ke apa Bubu pake banyak alat begini?”

“Bubu gatau! Tapi, Dodo kalo gede mau jadi dokter kan? Gimana kalo Dodo cari tau nama alat-alat ini pas Dodo jadi dokter dan kasih tau Bubu namanya?”


Day 47

Aku tidak tau, kenapa hari itu uncle Wooseok terlihat sedih. Bahkan uncle akan menangis saat mata kami bertatapan dan berujung uncle Jinhyuk akan memeluk uncle Wooseok dan keluar dari kamar perawatan Baba.

“Dodo, uncle Youn kapan bangun?“Aku menggeleng menjawab pertanyaan Jinwoo.

“Hm... Badan uncle Youn banyak alat! Dodo tau namanya?“aku kembali menggeleng sebagai jawaban.

“Tapi Dodo udah janji sama Bubu buat jadi dokter dan nyari tau nama alat-alat ini! Nanti Dodo bakalan kasih tau Jinwoo kalo Dodo udah tau”Jinwoo mengangguk antusias.

“Wah jari uncle Youn gerak!!”

Aku tau ini pertanda baik, jadi aku berlari untuk memanggil uncle Wooseok maupun uncle Jinhyuk.

“Tn. Cho sudah memperlihatkan perkembangannya walaupun masih sangat kecil. Kami berharap, perkembangan Tn. Cho terus meningkat”

Pasti! Aku yakin, Baba pasti akan membaik dan kembali kerumah bersamaku. Aku tersenyum saat kembali melihat jari jemari Baba bergerak seakan memberitahuku bahwa Baba baik-baik saja.


Day 49

Aku jelas tau apa yang terjadi, saat uncle Wooseok membangunkanku malam itu. Menyuruhku bersiap dalam keadaanku setengah sadar karena baru saja bangun tidur. Uncle Wooseok menangis sepanjang jalan malam itu, Jinwoo beberapa kali bertanya tapi aku tidak mau menjawab pertanyaan Jinwoo karena aku tidak mau apa yang aku fikirkan ini benar terjadi.

“Dodo... Mau liat Baba?”

“Hm? Baba udah bangun ya uncle?”

“Ayok! uncle temenin Dodo ketemu Baba!”

Sesampainya di rumah sakit, uncle Jinhyuk menemaniku menemui Baba, aku sempat berfikir bahwa apa yang aku fikirkan sejak tadi itu tidak benar dan yang terjadi adalah sebaliknya. Tetapi sesampainya di dalam kamar, aku melihat banyak perawat di sekeliling Baba dan langkahku pun terhenti.

“Dodo, ayok! Engga apa-apa, uncle temenin Dodo”

Aku menatap uncle Jinhyuk karena sejujurnya aku terlalu takut ketika melihat banyak orang dewasa disekitar Baba. Uncle Jinhyuk memilih menggendongku dan mendudukanku diatas kasur Baba. Baba masih tertidur pulas, kenapa orang-orang ramai ada disini?

“Dodo sayang Baba kan? Dodo mau cium Baba?”

Aku mengangguk dan mencium Baba setelahnya. Aku juga memeluk Baba lama, seakan aku benar-benar tidak mau ditinggal Baba. Aku ingin menangis, tapi lagi-lagi aku tahan karena aku tidak mau Baba bersedih, aku tidak boleh membuat Baba ikut menangis.

uncle....”

Aku kembali digendong uncle Jinhyuk dan berjalan mundur beberapa langkah, memperhatikan orang-orang yang berafa di sekitar Baba. Mereka satu persatu mecabut alat yang terpasang di tubuh Baba, persis seperti apa yang mereka lakukan terhadap Bubu Empat puluh sembilan hari yang lalu.

Aku menangis dan menjerit karena aku tau aku akan ditinggalkan lagi untuk kesekian kalinya. AKu tidak mau, aku memberontak di gendongan uncle Jinhyuk hingga Uncle memilih keluar menggendongku dan aku pun terisak dalam dekapan uncle wooseok dan uncle jinhyuk.

“Ga mau... Dodo gamau pakai baju ini lagi... Dodo mau ketemu Baba... uncle ayo bawa Dodo ketemu baba....”

Sekeras apapun aku memaksa, hari itu dan seterusnya aku tidak akan bertemu Baba lagi. Sekeras apapun aku menangis di hadapan uncle jinhyuk, hanya akan berakhir aku terisak dalam dekapan uncle Wooseok untuk menenangkanku.


Day 52

Untuk pertama kalinya, aku kembali kerumah. Bukan untuk tinggal lagi ditempat itu, tapi hanya untuk mengambil beberapa lembar baju dan perlengkapan sekolah yang aku butuhkan karena aku sudah resmi tinggal bersama uncle Wooseok.

“Do, ada lagi yang mau dibawa?”

Aku mencari apapun yang bisa aku bawa karena aku tidak mungkin selalu menyusahkan uncle wooseok maupun uncle jinhyuk. Aku memutuskan masuk ke kamar Baba dan Bubu. Kamar mereka yang selalu terasa hangat, sekarang terasa dingin. Entah mengapa, aku tidak tahan berada lama di dalam kamar Baba & Bubu. Aku hanya mengambil sebuah foto yang terletak di nakas, foto kami bertiga saat aku berulang tahun ketiga.

Aku keluar kamar dengan figura kecil ditanganku, aku mencoba tidak menangis ketika mengingat bahwa aku akan semakin jarang kembali kerumah ini. Foto yang aku bawa, aku letakan di dalam ransel yang sudah penuh terisi. Uncle Wooseok yang bertugas menemaniku sedang memeriksa beberapa bahan makanan dalam kulkas dan membuang beberapa bahan yang tidak dapat dikonsumsi lagi.

“Udah? Nanti kalo Dodo butuh sesuatu bilang aja ya? Rencananya uncle Jinhyuk besok mau kesini juga kok”

Aku mengangguk dan tersenyum. AKu sebisa mungkin tidak memperlihatkan kesedihan di depan uncle karena aku tau, uncle juga sudah banyak menangis bahkan sejak lima puluh dua hari yang lalu.

_“Baba... Bubu... Dodo tinggal sama uncle ya! Nanti kapan-kapan Dodo main kerumah lagi! Atau nanti Dodo minta tolong uncle buat temenin Dodo ke tempat Baba sama Bubu! Dodo janji kok ga akan sedih, soalnya Dodo gamau bikin uncle sedih. Dodo sayang sama Baba juga sama sayang Bubu...”_

“Dodo, mau makan es krim? Jinu sama uncle Jinhyuk lagi ditempat es krim!”

“Mauuuu!!!”

Iya, aku tidak boleh bersedih demi orang-orang disekitarku saat ini dan demi Baba sama Bubu disana.

(xposhie)

Better.


Lima belas tahun adalah usia yang tidak dapat dikatakan muda lagi. Tetapi, usia lima belas juga belum dapat dikatakan dewasa. Bagaimana menurut kalian?

Merasakan cinta diusia lima belas tahun. Orang bilang itu cinta monyet. Tapi bukankah cinta monyet itu dirasakan seseorang yang berusia kurang dari lima belas tahun? Umurku saat itu sudah lewat dari lima belas tahun, cintaku sudah bukan cinta monyet, aku lebih suka menyebutnya cinta anak muda.

Aku ingat dengan jelas bagaimana aku menyatakan perasaanku pada anak lelaki itu. Dia yang selalu membuatku tersenyum dan semangat untuk pergi ke sekolah. Dia yang tersipu malu, saat aku mengatakan perasaanku padanya.

Kami sepasang kekasih, dulu. Kami saling mencinta, dulu. Kami saling berbagi kecupan dan pelukan, dulu. Iya, dulu saat aku dan dia belum genap berusia enam belas tahun. Aku, Cho Seungyoun dan dia adalah Lee Sejin.

Masih ingat dengan jelas dibenaku, bagaimana aku melarikan diri dari kelas terakhir di sekolah saat aku tau Sejin pulang lebih awal karena ia mendadak sakit. Aku juga ingat dengan jelas, bagaimana aku menyelinap masuk ke kelasnya untuk mengikutk kelas bersamanya walaupun kami berbeda kelaa. Itu dulu, saat umurku masih lima belas tahun.

Cinta anak muda dimana aku masih takut menggenggam tangan Sejin ketika kami berkencan untuk pertama kalinya. Masih takut untuk melihat langsung ke matanya saat berbicara setelah aku menyatakan perasaanku. Tetapi akhirnya aku berani melakukan semua itu termaksud mencium Sejin untuk pertama kalinya. Ciuman singkat yang bermakna dalan karena itu ciuman pertama kami.

“Nghhhh... Youn! Aku gabisa nafas”aku tersenyum dan mengusak puncak kepala Sejin. Aku ingat bagaimana bengkaknya bibir Sejin saat itu karena ulahnya. Sesi make out yang kami lakukan di belakang sekolah siang itu, masih jelas terngiang di otakku.

Cinta anak muda antara diriku dan Sejin berlangsung cukup lama atau dapat dibilang lama? Karena hingga kami menyentuh angka umur dewasa, sembilan belas tahun, aku masih bersama Sejin. Masih berbagi tawa bersama kala itu.

Aku masih suka tersenyum saat ini, kala mengingat betapa nakalnya kami saat mencoba alkohol pertama kami saat kami masih berusia tujuh belas. Saat itu aku dan Sejin bersumpah tidak akan menyentuh alkohol lagi hingga kami dewasa dan benar, kami kembali merasakan alkohol saat kami berusia dewasa.

Kami banyak tertawa malam itu, tawa karena efek alkohol yang kami konsumsi. Seperti mengulang kejadian empat tahun selama kami berkencan, kami banyak bercerita malam itu hingga tanpa sadar kami sudah berada diatas tempat tidur tanpa sehelai kainpun dibadan kami. Kami berbagi peluh malam itu hingga kami tertidur nyenyak setelahnya dalam pelukan satu sama lain.

Terbangun di pagi hari dengan melihat wajah tertidur Sejin adalah hal yang terindah yang saat itu pernah aku rasakan. Menghirup aroma kopi buatan Sejin di pagi hari juga salah satu kebahagiaanku setiap pagi. Menghabiskan seharian penuh diatas kasur bersama Sejin diatas tempat tidur karena ulah kami bercinta hingga dini hari juga masuk dalam salah satu kegiatan favoritku saat itu.

Saat itu, lima tahun lalu. Lima tahun menghabiskan waktu bersama Sejin dan juga sudah lima tahun aku sudah tidak bersamanya. Total sepuluh tahun dan perbedaan sangat bisa aku rasakan. Tidak ada kecupan, pelukan atau bahkan cerita saat diatas tempat tidur. Semua terasa beda dan semua terasa asing bagiku.

Jika boleh memilih, aku lebih suka sepuluh tahun lalu saat aku menyatakan perasaanku pertama kali terhadap Sejin atau empat tahun lalu saat pertama kali aku dan Sejin bercinta dan menghabiskan malam kami diatas tempat tidur hingga pagi menjelang.

Kamar itu sekarang terasa sepi, semenjak Sejin meninggalkanku karena kebodohanku. Kebodohanku melupakannya dan tidak dapat menghabiskan banyak waktuku dengannya lagi hingga membuat Sejin lelah dan meninggalkanku.

“Youn, kamu akhir-akhir kenapa suka pulang malem? Banyak kerjaan, hm?”Pertanyaan Sejin pertama kali malam itu, aku abaikan. Sebuah perilaku yang aku sesalkan hingga kini.

“Please... Jangan pergi ya? Aku bakalan ubah sikap aku....”

“Setahun, Seungyoun... Kamu udah janji hal yang sama selama setahun dan setahun juga kamu ingkarin”

“Kali ini aku janji, beneran! Please, jangan pergi ya?”

“Maaf, engga bisa”

Malam itu, Sejin memutuskan pergi dan hariku tanpa Sejin dimulai. Pagi hari tanpa melihat wajah Sejin, tanpa menghirup aroma kopi buatannya dan tanpa kecupan selamat pagi. Aku akui, aku menyesal dan aku lebih suka diriku saat aku bersama Sejin saat dulu.

From: Jinhyuk Gue otw 10 menit lagi Tunggu dibawah biar gue kaga parkir

Saat ini aku melihat cermin di hadapanku. Rambutku sudah terlampau panjang, karena tidak ada Sejin yang mengingatkanku untuk memangkas rambutnya. Rambut halus kumis dan jenggot juga terlihat dan membuatku terlihat berantakan. Aku tersenyum miris melihat keadaanku yang sangat tidak baik jika tanpa ada Sejin disekirarku.

“Lo gila? Mau kondangan seengganya cukuran, Anjir!“Jinhyuk mengomel tanpa henti melihat kondisiku.

“Gue baru tau dia mau nikah semalem, kaga sempet ke salon. Udah lah buru!“ucapku.

“Lima tahun ini gue ga pernah liat lo rapih, susah bener ya Youn?“ucapan Wooseok yang duduk disebelah Jinhhyuk membuatku tersenyum kecil. Iya benar, lima tahun setelah ditinggal Sejin keadaanku tidak pernah baik. Selalu kurang tidur, kurus dan tidak terawat.

“Apa kabar Youn?“ucap Sejin yang berdiri tampan dengan setelan jas pengantin, aku tersenyum tipis.

“I like me better when i'm with you”ucapku pelan sebelum memberikan ucapan selamat kepada Sejin atas pernikahannya malam itu.

(xposhie)

Olahraga.


Sejin melangkahkan kakinya masuk ke dalam sebuah tempat gym yang biasa ia datangi. Tetapi, kedatangan Sejin kali ini membuat beberapa orang bertanya karena hari tersebut bukanlah jadwal Sejin berlatih.

“Loh Sejin? Tumben? BUkannya jadwal kamu kemarin?“ucap seorang lelaki bertubuh besar dan Sejin mengangguk.

“Apaan sih ganggu amat lo! Jangan gangguin cowok gue”Seungju yang muncul entah dari mana, mendorong tubuh temannya yang semula berbicara dengan Sejin hingga membuat Sejin tertawa.

“Yaelah boss, posesif amat”ucap teman Seungju tadi yang membuat Seungju menatap temannya tajam.

“Cuma satu yang kayak gini ga ada lagi!!“ucap Seungju sebelum merangkul Sejin dan membawanya masuk ke dalam ruang ganti pakaian.

“Woyy!! Ngapain lo masuk ke ruang sepi berduaan?“teriak teman Seungju tetapi diabaikan oleh Seungju.

“Tunggu sini bentar ya? Aku mau mandi dulu”ucap Seungju dan Sejin mengangguk. Sejin memilih merapihkan baju Seungju yang berantakan. Ya, loker Seungju terbuka saat lelakinya mengambil handuk dari dalam loker tersebut.

“Berantakan banget! Heran deh”ucap Sejin menggerutu. Sejin pun mulai merapihkan isi loker khusus milik Seungju, Ada beberapa potong baju yang akhirnya Sejin lipat untuk dibawa pulang. Beberapa topi serta beberapa kaos kaki tidak luput dari mata Sejin.

“Ini kaos kaki kenapa cuma sebelah?“Sejin setengah tertawa ketika menemukan satu kaos kaki tanpa pasangannya. Sejin menyipitkan matanya saat melihat sebuah bungkusan berwarna cerah dibawah kaos kaki. Sejin berfikir itu vitamin yang biasa dikonsumsi Seungju tapi Sejin ingat, vitamin Seungju tidak dalam bentu tablet lembaran melainkan dalam botol besar.

“Hah? Kon...”

“Yang, ngapain?”

Sejin kaku ditempat saat mendengar suara Seungju dibelakangnya. Seungju yang baru selesai mandi berdiri dibelakang Sejin hanya ditutupi selembar handuk pada bagian pinggangnya.

“Hah? Ngerapihin loker kamu! Masa ada baju sama kaos kaki gini? Udah berapa lama kamu tinggalin disini?“tanya Sejin yang berusaha tetap tenang.

“Aku suka lupa, soalnya selalu bawa baju ganti lebih dari satu. Bawa pulang aja, biar dicuci”ucap Seungju santai.

“Terus sekarang mau pake baju ganti apa?“Sejin berbalik dan tersentak kala mendapati tubuh Seungju hanya beberapa inchi di depannya.

“Seungju!!!“ucap Sejin berteriak, membuat Seungju mundur beberapa langkah.

“Aku cuma mau ambil baju, yang? Kenapa histeris banget?“tanya Seungju yang bingung dengan ekspresi kaget berlebihan Sejin.

“Ih ini tuh deket banget tau!! Kamu belum pake baju juga”ucap Sejin menepuk pelan dada telanjang Seungju.

“Hm... Bukannya sering lebih deket dari ini?“tanya Seungju yang dengan sengaja mengikis jarak wajahnya dan Sejin, membuat wajah Sejin bersemu merah.

“Ih minggir! Aku mau rapihin baju kamu”ucap Sejin yang menggeser tubuh Seungju dengan kekuatan ekstra meninggalkan Seungju yang tengah menahan tawanya.

Srek

Seungju dan Sejin menoleh bersamaan ke lantai saat sesuatu terjatuh dari genggaman Sejin, Seungju menunduk hendak mengambil barang yang terjatuh tersebut.

“Stop! Gausah diambil, cuma sampah”ucap Sejin panik dan Seungju semakin bingung.

“Loker aku emang berantakan, tapi ga akan ada sampah sayanggg”ucap Seungju mengusak gemas puncak kepala Sejin dan setelahnya mengambil bungkusan berwarna cerah yang terjatuh.

“ini mau kamu buang? Belum expired loh”ucap Seungju tersenyum.

“Kamu tuh! Ngapain sih bawa-bawa kondom ke tempat Gym?“ucap Sejin berbisik dan Seungju tertawa.

“Ketinggalan kayanya, kan aku sering habis kesini terus langsung ketempat kamu kayanya jatoh dari tas”ucap Seungju santai.

“Kalo ditemuin orang lain gimana?“tanya Sejin panik dan Seungju masih terus tertawa.

“Ya kenapa?“tanya Seungju jahil yang membuat wajah Sejin semakin memerah.

“Sisa satu, mau dipake dulu ga?“tanya Seungju semakin berusaha menggoda kekasihnya dan Sejin menatap Seungju tidak percaya.


“Nghhhh”Seungju menggendong Sejin dengan kedua bibir yang terpaut sejak di dalam lift. Tangan Seungju berusaha mencari gagang pintu dan memasukan password apartment miliknya. Sejin yang berada dalam gendongan Seungju sesekali menjambak rambut sang kekasih ketika tangan jahil Seungju meremas bokongnya.

“Nghhh... Ahhhh...“Sejin menengadahkan kepalanya saat bibir Seungju bergerilya dilehernya. Mereka berdua telah berhasil masuk ke dalam apartment milik Seungju. Suara desahan pun sudah tidak Sejin tahan.

Seungju dengan cekatan melepas sepatunya dan milik Sejin. Setelahnya, ia berjalan cepat ke dalam kamar dan membaringkan Sejin diatas tempat tidurnya. Wajah Sejin sudah merah padam dan bibirnya bengkak karena sesi panas mereka selama di dalam lift.

Seungju membuka kaosnya dan membuangnya ke sembarang arah. Begitu juga dengan Sejin. Mereka berdua mengabaikan foreplay berlebihan dan langsung keinti permainan. Sejin yang sudah telanjang dan kembali berbalik tersenyum saat melihat tubuh telanjang Seungju dihadapannya kebingungan mencari botol pelumas.

“Dikolong ada ga? Kemaren kamu tendang ga pas habis pake?“ucap Sejin dan Seungju mencoba mengingat lagi. Seungju merunduk tapi nihil, botol yang ia cari tidak ada juga.

“Yaudah buruan sini!!“ucap Sejin menarik tangan Seungju, membuat Seungju naik ke kasur dengan lutut sebagai tumpuannya. Sejin membukan bungkus kondom yang ia temukan di loker gym milik Seungju dan segera memasangkannya ke penis berurat milik Seungju.

Sejin mengeluarkan ludahnya sedikit tepat di penis Seungju yang berbalut kondom tersebut dan mengurutnya pelan, membuat Seungju mengerang. Seungju menengadahkan kepalanya saat tangan Sejin mengurut penisnya. Tangan Seungju menjambak pelan rambut Sejin membuat Sejin menoleh kearah Seungju.

Sejin menyamankan posisinya dengan Seungju dan kembali melumat bibir Seungju dengan tangan masih menurut penis Seungju. Tubuh Seungju memanas, ia memutuskan tautan bibirnya dan kembali membawa Sejin untuk berbaring.

Sejin berbaring dan melebarkan kakinya, membuat Seungju memposisikan dirinya tepat dihadapan lubang kemerahan milik Sejin. Seungju tersenyum sebelum memasukan penisnya masuk ke dalam lubang Sejin.

“Arghhh....“Sejin membusungkan dadanya karena sensasi terbelah pada bagian bawah tubuhnya. Ini bukan pertama kalinya bagi mereka, tetapi karena mereka mengabaikan foreplay Sejin jadi harus merasakan skait yang luar biasa.

“Shhh.... Maaf sayang, maaf”ucap Seungju yang menghujani wajah Sejin dengan kecupan.

Seungju melanjutkan usahanya memasukan penisnya hingga penisnya masuk seluruhnya ke dalam lubang anal Sejin. Sejin memeluk Seungju erat sambil berbisik agar Seungju segera bergerak.

“Nghhh... Ah.... Nnghhh...“Sejin mendesah saat tumbukan demi tumbukan ia rasakan menyapa prostatnya.

“Ahhhh.... Aishhh.... Ketatthhh Bangethhhhh”ucap Seungju mengerang nikmat karena pijatan anal Sejin.

Seungju terus bergerak dengan tempo yang lambat. Mencoba mencari kenikmatan untuk dirinya sendiri dan untuk Sejin. Sejin juga bergerak, mengikuti tempo permainan Seungju.

“Lebihhh cepethhh”ucap Sejin.

“Hm... Benerrhhhh?“tanya Seungju meminta izin dan Sejin menggangguk.

Seungju pun menaikan tempo permainannya. Menumbuk lubang Sejin lebih cepat dari sebelumnya, membuat pelukan Sejin semakin erat.

“Nghhh... Aku mau keluarhhhh”ucap Sejin merintih dan Seungju pun membantu Sejin dengan mengocok penis kekasihnya. Sejin mencapi putihnya dalam genggaman Seungju.

Seungju melumuri sedikit penisnya dengan cairan milik Sejin, membuat pergerakannya semakin mudah. Ia kembali menaikan tempi pergerakannya, membuat kasur yang mereka gunakan berdecit. Suara nafas keduanya beradu dan peluh keduanya juga sudah membanjiri tubuh bahkan sprei yang digunakan.

“Nghhh.... Ahhhh....“Seungju sampai beberapa menit setelahnya. Sejin dan Seungju mengatur deru nafas mereka sebelum Seungju melepas penisnya dari anal Sejin. Seungju pun melepas kondom yang ia gunakan dan membuangnya ditempat sampah.

Seungju tidak lupa mengambil tisu basar dan kering untuk Sejin karena ia tahu bahwa Sejin akan memilih tertidur dahulu setelah bercinta daripada membersihkan tubunya.

“Makasih, aku sayang kamu”ucap Seungju mengecup kening Sejin. Sejin yang terlalu lelah akhirnya terlelap saat Seungju masih membersihkan bekas cairannya diatas perut dan pahanya. Seungju tersenyum sebelum menyusul Sejin untuk beristirahat sejenak. Ia menarik selimut untuk menutupi keduanya dan memeluk Sejin sambil sesekali mengusap punggung telanjang Sejin.

(xposhie)

Photo Box


“Aku mau fotobox!“ucap Sejin, menunjuk sebuah photo box yang berada dipinggir jalan. Pria disebelah Sejin mengusak kepala Sejin sebelum mengikuti kemauan kekasihnya tersebut.

“Kita harus antri, nunggu 3 orang engga dulu apa-apa?“Sejin mengangguk dengan senyum terlebarnya saat sang kekasih kembali setelah menukarkan kartu yang akan mereka gunakan untuk berfoto.

“Ihhh diem!“ucap Sejin pelan, saat dengan jahilnya kekasihnya menjawil hidungnya ataupun mencubit pipinya.

“Ssttt... Diliatin orang tuh”ucap Seunho, pria yang lebih tinggi dari Sejin yang juga merupakan kekasih Sejin, membuat Sejin mengerucutkan bibirnya.

“Nanti di dalem, kamu ga boleh iseng! Nanti hasil fotonya gabagus”ucap Sejin mengingatkan dan kekasihnya mengangguk patuh.

Tiba giliran Sejin dan Seungho. Mereka pun masuk ke dalam kotak tersebut untuk mempersiapkan diri. Sejin sesekali mematut dirinya pada cermin di hadapannya dan tersenyum, mengira-ngira pose apakah yang harus ia tunjukan.

“Udah sayanggg, kalo lucu sih hasil fotonya pasti ikutan lucu”ucap Seungho tersenyum dan Sejin menatap Seungho tajam. Seungho pun mulai menggesek kartu ditangannya dan hitungan dimulai.

“Gimana posenya?“tanya Seungho bingung.

“Udah diem aja!!“ucap Sejin dan Seungho pun menuruti kemauan kekasihnya tersebut.

Pose pertama

Sejin dan Seungho berdiri tegak dan kaku sambil menghadap kamera. Layaknya anak sekolah dasar yang sedang berfoto untuk foto kelulusan, Sejin dan Seungho tertawa saat melihat hasil foto pertama mereka tersebut.

Pose Kedua

Seungho melirik dan tersenyum saat Sejin sudah siap dengan pose keduanya. Orang mengatakannya pose bunga sehingga Seungho pun lagi-lagi mengikuti gaya kekasihnya itu.

“Ihhhh kamu kok ikut-ikutan?“ucap Sejin malas.

“Lucu! Tuh liat kan, aku lucu?“ucap Seungho dengan penuh percaya diri dan Sejin hanya menatap Seungho malas.

Pose Ketiga

Love sign!!“ucap Seungho membuat Sejin bergidik ngeri.

“Gamau!!! Yang lain ajaaa”ucap Sejin malas.

“Sekali doang, beneran!!!“ucap Seungho memohon dan Sejin pun mengikuti kemauan Seungho kali ini. Seungho tersenyum saat melihat wajah 'malas' sang kekasihnya yang terlihat lucu dimatanya.

Pose Keempat

Seungho menyenggol lengan Sejin dengan tangan membentun huru C. Sejin menatap Seungho bingung.

“Apaaa? Katanya sekali aja?“ucap Sejin dan Seungho tersenyum. Lagi, Sejin mengikuti kemauan sang kekasih tetapi kali ini dia tersenyum karena melihat Seungho yang tersenyum sambil bergaya disebelahnya.

Pose Kelima

“Aku bosen gaya monoton! Gaya yang ga monoton dong”ucap Sejin dan Seungho mulai berfikir. Seungho pun melipat kedua tangannya dan bersandar pada Sejin. Sejin memperhatikan sang kekasih sebelum akhirnya mengikuti gaya sang kekasih yang terlihat menggemaskan dimatanya.

Pose Keenam

“Coba senyum!! Kata orang senyum kita mirip?“ucap Sejin antusias. Seungho pun mengikuti kemauan Sejin dan tersenyum dengan kedua mata yang ia pejamkan. Benar saja, hasilnya senyum mereka berdua terlihat sama.

Pose Ketujuh

Sejin membuat ekspresi dan gaya yang konyol, membuat Seungho tertawa sebelum akhirnya mengikuti gaya Sejin. Setelah hasil foto muncul dilayar, Seungho dan Sejin serempak tertawa.

Pose kedelapan

Poutting face!'ucap Sejin yang memperlihatkan gayanya kepada Seungho. Seungho yang gemas justru mendaratkan satu kecupan di bibir Sejin.

“Ihhhh!! Buruan!!!“ucap Sejin dan Seungho pun mengikuti lagi lagi kemauan kekasihnya.

“Jangan asal cium ditempat umum!“ucap Sejin merajuk.

“Oh kalo ditempat privasi boleh dong?“tanya Seungho menggoda.

Pose kesembilan

“Udah diem!! Udah mau foto lagi!!“ucap Sejin sambil menekan pipi kanan beserta pipi kiri Seungho dengan telunjuk dan ibu jarinya, membuat Seungho kesulitan bicara. Seungho yang banyak akal pun mengikuti Sejin sehingga pada pose kesembilan mereka pun gaya mereka berdua sama.

Pose kesepuluh

Sejin menarik Seungho dan mengunci kepala Seungho dengan tangannya. Seungho yang awalnya kaget karena gerakan tiba-tiba kekasihnya, akhirnya ikut mengeluarkan ekspresi yang seharusnya.

“Diem kamu!!“ucap Sejin dan Seungho benar-benar diam dalam cengkaram Sejin.

Pose kesebelas

Tidak jauh berbeda dengan pose sebelumnya, Sejin meletakan telapak tangannya diatas kepala sang kekasih dan mengeluarkan ekspresi kearah kamera sedangkan Seungho menatap Sejin karena merasa amaze dengan tingkah sang kekasih di hadapan kamera.

Pose kedua belas

“Aku bingung gaya apa lagi!“ucap Sejin frustasi. Seungho pun menarik kekasihnya menyerupai pose kesepuluh karena ia menganggap posenya sebelumnya mereka berdua terlihat menggemaskan.

“Ihhhh bales dendam!!“ucap Sejin menatap Seungho yang menjulurkan lidahnya tanda tidak perduli

Pose terakhir

“Terserah gaya apa lagi deh, aku bingung beneran”ucap Sejin menyerah dan Seungho meletakan kedua telapak tangannya di depan dada.

“Emang dasar aneh!!“ucap Sejin menggelengkan kepalanya.

“Biarin!! Kan kamu bingung mau gimana lagi kan? Ikutin aja!!“ucap Seungho dan Sejin pun mengikuti gaya sang kekasih.

Sesi foto Sejin dan Seungho pun berakhir. Sejin melihat satu persatu hasil foto mereka sambil sesekali tertawa.

“Kamu lucu disini”ucap Sejin tersenyum.

“Untuk pertama kalinya kamu bilang aku lucu, yang!“ucap Seungho tidak percaya.

“Hah? Gajelas! Aku duluan!“ucap Sejin sebelum meninggalkan Seungho yang masih terdiam karena Sejin mengatakan bahwa dirinya lucu dalam foto.

(xposhie)

YOUNJIN.


Younjin dengan 'kemasan berbeda', Jadi:

1. Ini Youn

2. Ini Jin

Happy reading, everybody :)

Work Out.


Wooseok terbangun dipagi hari dan menemukan sisi sebelah tempat tidurnya telah kosong. Hanya sebuah selimut tersibak dengan sprei berantakan khas orang baru bangun tidur. Wooseok tersenyum sebelum mencoba bangun untuk mengumpulkan kembali nyawanya.

“Good morning sayangggg!!“ucap Wooseok pada dua buntalan bulu yang sedang menatapnya.

“Oke! Iya papa akan siapkan makanan”ucap Wooseok sambil tersenyum saat Ddadda dan Ppoppo tidak berhenti memperhatikannya.

Wooseok berjalan keluar kamarnya, diikuti kedua mahluk yang ia anggap sebagai anak sendiri itu. Dddadda dan Ppoppo dengan teratur duduk di depan tempat makan mereka, menunggu Wooseok menuangkan makanan kedalam tempat makanan yang telah kosong itu.

“Maaf ya! Padahal papa sudah bilang papi untuk kasih makan kalian sebelum dia pergi ke tempat olahraga”ucap Wooseok sambil menuangkan makanan ke masing-masing tempat sesuai porsinya.

“Selamat makan anak-anak manis!!“ucap Wooseok lagi sambil mengusap lembut kepala Ddadda maupun Ppoppo. Wooseok kemudian memilih masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menyikat giginya.

Saat keluar dari kamar mandi, Wooseok melirik jam dinding diatas televisi yang menunjukan pukul sembilan pagi lebih sedikit. Wooseok pun memilih merapihkan tempat tidur yang tadi belum sempat ia rapihkan. Jam menunjukan pukul setengah sepuluh saat Wooseok memutuskan mengkonsumsi cereal sebagai sarapan paginya yang sudah lewat dari jadwal semestinya.

Ting!

From: Balas Cepat!!! Hai Sleepy head, sudah bangun? Maaf tidak membangunkanmu, aku tadi sedikit terlambat hehe Maaf juga lupa menyiapkan makanan untuk anak-anak Aku selesai jam 11 siang Aku rindu kamu!

Wooseok tersenyum melihat deretan pesan yang dikirimkan seseorang dengan display name Balas Cepat itu. Bukan Wooseok yang menamakan pihak tersebut seperti itu, tetapi orang itulah yang menamai dirinya sendiri seperti itu di ponsel Wooseok agar Wooseok selalu membalas pesannya secara cepat.

To: Balas Cepat!!! Ya aku tau, kasian mereka kelaparan :( Kamu papi yang tidak bertanggung jawab :( Makan siang dirumah? Ingin kumasakan apa?

From: Balas Cepat!! Maafkan papi sayangggg :( Hm... Tidak usah masak!! Aku ingin memakanmu saja

Wooseok mengernyitkan keningnya ketika membaca pesan orang tersebut. Ia menggelengkan kepalanya sebelum melempar ponselnya menjauh dan kembali bermain dengan Ddada dan Ppoppo hingga waktu menunjukan hampir jam sebelas siang.

“Wahhh sebentar lagi papi pulang!! Papa harus siapkan makan siang sebelum Papi memilih memakan Papa siang ini”seperti mengerti akan perkataan Wooseok, Dddadda dan Ppoppo menggonggong bersamaan hingga membuat Wooseok tertawa. Setelahnya, Wooseok pun masuk ke dapurnya yang sempit dan memikirkan sejenak makanan apa yang akan ia buat siang itu.

“Ddadda!! Jika papa memasak spaghetti untuk papi bagaimana?“ucap Wooseok yang seolah bebricara pada Ddadda. Ddadda menatap Wooseok sejenak sebelum kembali bermain dengan sang adik, mengacuhkan Wooseok.

“Oke! Papa akan masak spaghetti saja kalau begitu”ucap Wooseok yang selanjutnya menyiapkan bahan-bahan untuk memasak spaghetti. Wooseok memotong daging menjadi potongan kecil beserta tomat untuk tambahan saos spaghetti sembari ia menunggu air yang ia panaskan mendidih.

“Sayang! Aku pulang....“Wooseok menoleh ke arah pintu masuk sebelum menoleh ke dinding. Jam menujukan pukul sebelas siang lewat lima belas menit.

“Yak! Kamu bilang pulang jam sebelas? Perjalanan Gym kerumah memang hanya lima belas menit?“tanya Wooseok bingung.

“Aku setengah sebelas, lebih cepat setengah jam”ucap pria yang sedang sibuk bermain bersama Ddadda dan Ppoppo tersebut.

“Kamu main dulu sama Ddadda, makanaku belum siap”ucap Wooseok yang mulai memasukan spaghetti ke dalam air mendidih.

“Hngg... Kan aku udah bilang, kamu ga usah masak sayangggg”Pria tersebut mendekati Wooseok dan memeluknya dari belakang, membuat Wooseok sedikit terkejut.

“Youn!! Ih ini depan kompor, jangan macem-macem deh”ucap Wooseok sebal.

“Makanya gausah masak! Kan aku bilang, mau makan kamu?“ucap Seungyoun, lelaki dengan display name: Balas Cepat!!! sekaligus kekasih Wooseok.

“Jangan aneh-aneh!! Ini siang apaan sih, minggir”ucap Wooseok sedikit menyikut perut Seungyoun.

“Hnggg... Nanti malem aku harus ke studio lagi, yaaaa?“ucap Seungyoun memohon.

“Please.....“ucap Seungyoun yang sudah mulai memasukan tangan jahilnya ke dalam piyama yang masih dikenakan Wooseok. Wooseok sedikit terlonjak saat merasakan tangan Seungyoun bersentuhan langsung dengan kulitnya.

“Younhhh... Diliatin ah...“ucap Wooseok dengan sedikit desahan karena perilaku tangan serta bibir Seungyoun di tengkuknya.

Seungyoun menoleh dan mendapati Ddadda serta Ppoppo memperhatikan mereka sejak tadi. Seungyoun tersenyum sebelum mendekati kedua buntalan bulu lucu tersebut dan menggendongnya.

“Sayangnya papiiii, masuk kamar dulu ya bentar!“ucap Seungyoun yang menggendong kedua anjing tersebut dan meletakannya dikasur kamar. Setelahnya ia menutup pintu kamar tersebut.

“Selesai!!“ucap Seungyoun antusias dan kembali berjalan kembali ke tempat Wooseok berada.

“Kok masih dilanjutin sih masaknya?“ucap Seungyoun saat melihat Wooseok sedang meniriskan air pada spaghettinya dan menyiapkan teflon lain untuk membuat sausnya.

“Ih tanggung!! Aku kan juga laper, tadi cuma makan cereal“ucapan Wooseok membuat Seungyoun mencibirkan bibirnya.

“Younhhh.... Tangan!!!“ucap Wooseok kaget saat Seungyoun meraba pahanya dari luar piyama yang ia gunakan dengan gerakan lambat.

“Kamu diem aja... Biar aku yang kerja”ucap Seungyoun sambil memberikan kecupan di tengkuk dan leher Wooseok.

“Iya, tapi kan nghhh.... ah! kita di dapur...“ucap Wooseok yang berusaha menahan desahannya karena ulang kekasihnya tersebut.

Seungyoun mengabaik ucapan Wooseok dan kembali memasukan tangannya kedalam piyama yang Wooseok kenakan. Bahkan, Seungyoun sengaja mempersempit jarak keduanya, agar penis Seungyoun dapat menyapa bongkahan kenyal milik Wooseok yang masih berbalut celana.

“Ahhh.. Younhhh.... Jangan gilaaahhh...“ucap Wooseok.

Wooseok mematikan kompor sebelum semua terlambat. Tangan Wooseok meremat ujungnya counter dapur mencoba menghilangkan sensasi geli yang Seungyoun berikan. Seungyoun yang berada dibelakang Wooseok semakin menggila dengan meninggalkan beberapa love bites di leher Wooseok.

“Ahhhh!! Seungyoun!!!“Wooseok mendesah hebat saat Seungyoun tiba-tiba meraih kejantanananya dan mengocoknya dari dalam celana miliknya.

Dalam waktu sekejap, Seungyoun menurunkan celana miliknya dan milik Wooseok, membuat kejantanan Seungyoun bebas menyapa bongkahan sintal milik Wooseok dihadapannya. Tangan Seungyoun berpindah menyapa bokong Wooseok sebelum ia mengocok sendiri kejantanannya.

“Nghhh... Younhhh....“Wooseok mengerang saat sesekali kejantanan Wooseok menampar bagian belakang tubuhnya. Cengkaraman Wooseok pada counter semakin cepat saat Seungyoun mulai mengarahkan penisnya masuk ke lubang anal Wooseok.

“SAKITHHH.... SEUNGYOUN!!!“ucap Wooseok sedikit berteriak, membuat Ddadda dan Ppoppo yang terkurung dalam kamar menggonggong bersamaan.

“Sshhh... Maaf....“ucap Seungyoun yang akhirnya berhasil memasukan seluruh penisnya dalam anal Wooseok. Seungyoun menghujani pundak Wooseok dengan kecupan saat membiasakaan anal Wooseok.

Seungyoun bergerak perlahan setelah beberapa detik, karena sesungguhnya gairah dalam dirinya sudah terlalu meluap ingin ditumpahkan. Wooseok menengadahkan kepalanya. Tangannya memegang tangan Seungyoun yang sedang mencengkram pinggangnya. Tangan lainnya ia gunakan untuk menutup mulutnya memperkecil suara desahannya.

“Nghhh... ahhh.. kenapa... hhh ditahan sihhh?“ucap Seungyoun sambil bergerak cepat menggerakan pinggangnya.

“Hhhh... Ddadda sama Ppoppo nanti berisik! Ahhh.... Dikirain hhh kamu nyakitin aku aahhh...“ucap Wooseok diselingi desahan.

“Hm?Sakithhh?“tanya Seungyoun dan Wooseok menggeleng.

Bercinta dalam posisi berdiri membuat keduanya lelah. Seungyoun memutuskan untuk melepas kontaknya sesaat yang membuat Wooseok sedikit menjerit dan menggendong Wooseok untuk kemudian ia baringkan di atas sofa. Wooseok mulai menyamankan posisinya sebelum membuka lebar kakinya. Kejantanan Wooseok dan Seungyoun sudah sama-sama mengeluarkan cairan precum mereka.

Seungyoun tersenyum saat melihat Wooseok terbaring di sofa dengan nafas yang tidak beraturan. Wooseok selalu indah bagi Seungyoun, tetapi saat ini keindahan Wooseok bertambah beribu kali lipat. Seungyoun mengikis jarak keduanya, menggungkung Wooseok dibawahnya. Wooseok melingkarkan tangannya pada leher Seungyoun dan menyatukan bibir keduanya saat Seungyoun kembali mencoba membawa masuk penisnya ke dalam anal Wooseok.

“Nghhh....“Seungyoun mengerang nikmat saat penisnya kembali dijepit oleh anal milik Wooseok. Seungyoun kembali bergerak diatas Wooseok, mencari kenikmatan duniawi yang ia cari sejak tadi.

“Pelanhhh.... Ahhh... Younhhh!!!“Wooseok meremat rambut Seungyoun sangat Seungyoun bergerak terlampau kasar.

Seungyoun pun mengambil posisi duduk dan menarik Wooseok mendekat, sehingga penis Seungyoun masuk lebih dalam dan membuat Wooseok mendesah. Seungyoun tersenyu. Dirinya bangga, saat berhasil membuat Wooseok mendesah dibawah kendalinya. Seungyoun meletakan kedua kaki Wooseok ke atas bahunya, membuat pergerakan Seungyoun semakin mudah dan membuat penis Seungyoun semakin masuk ke dalam.

“Nghhh... Ahhh... aku mauuu sampeeehhhh”ucap Wooseok yang mengocok penisnya sendiri saat kenikmatannya sudah hampir tiba. Seungyoun bergerak semakin cepat karena desahan Wooseok tersebut. Wooseok keluar beberapa detik setelahnya.

“Nghhh.... Seokhhh... Aku sayang kamu bangettthhhhh”ucap Seungyoun yang masih bergerak. Wooseok melirik Seungyoun yang masih mencari kenikmatannya yang belum juga tiba.

Wooseok menepuk pelan lengan Seungyoun membuat Seungyoun memperlambat gerakannya. Wooseok pun berpindah posisi menjadi duduk diatas pangkuan Seungyoun tanpa melepas penyatuan mereka.

“Ahhhh...“Wooseok mendesah karena posisi tersebut lagi-lagi membuat penis Wooseok menyentuh prostatnya

Seungyoun tersenyum sebelum kembali bergerak. Wooseok bertumpu pada kedua bahu Seungyoun sedangkan Seungyoun menahan dua bongkahan kenyal milik Wooseok dan pinggangnya bergerak kembali mencari kenikmatan.

“Ah.... Ahhhh... Seokkkhhh... Ahhhh....“Seungyoun sampai pada putihnya. Cairannya hangat memenuhi lubang anal Wooseok. Bahkan beberapa tetes merembas keluar anal dan jatuh ke pada milik Seungyoun.

“Thank you... makan siangnya”ucap Seungyoun mengusap punggung Wooseok yang masih terduduk diatas pangkuannya.

“Mau mandi, hm?“tanya Seungyoun lembut dan Wooseok mengangguk lemah.

Tanpa melepas penyatuan mereka, Seungyoun menggendong Wooseok untuk masuk ke dalam kamar mandi. Di dalam kamar mandi, kembali terdengar rintihan Wooseok karena Seungyoun yang mencoba kembali menggempurnya sebelum mereka benar-benar mandi

“Seungyounhhh!!! Kamu ga cape-cape apaahhh?”ucap Wooseok dalam kamar mandi.

“Hhhhh engga! AKu kalo habis olahraga malah makin semangathhhh”ucap Seungyoun. Wooseok pun pasrah, karena sejujurnya ia juga menikmati permaianan Seungyoun siang itu hingga melupakan kedua buntalan bulu yang tertidur di dalam kamar.

(xposhie)

Makan siang


Sejin yang sedikit terlambat, berjalan cepat memasuki sebuah resto yang menjadi tempatnya dan Wooseok bertemu. Ia ingin membalas sikap dinginnya terhadap Wooseok semalan dengan mentraktirnya makan siang.

“Sebelah sini!“Sejin menoleh ketika mendengar suara Wooseok dari kejauhan.

Sejin sedikit memicingkan matanya saat berjalan mendekati Wooseok karena ia melihat Wooseok yang beberapa kali menunduk layaknya orang meminta maaf.

“Maaf ya mas saya engga sengaja”benar tebakan Sejin, Wooseok memang sedang meminta maaf dengan seorang lelaki yang saat ini masih membelakangi Sejin.

“Ah iya tidak apa-apa, hanya sedikit basah”ucap lelaki tersebut.

“Sorry?“Wooseok dan lelaki dihadapan Wooseok menoleh bersamaan. Sejin terpaku ditempat, sulit mengeluarkan ekspresi yang seharusnya.

Sejin dan Wooseok saling tatap sebelum Sejin melihat ada sedikit noda di kemeja pria yang sedari tadi berada dihadapan Wooseok.

“Youn! Sebelah sini”Lelaki dihadapan Wooseok menoleh dan melambaikan tangannya.

“Maaf ya mas sekali lagi, saya ga sengaja”ucap Wooseok dan lelaki tadi yang ternyata adalah Seungyoun tersenyum sambil mengangguk sebelum pergi menghampiri teman-temannya.

“Jin... Sejin? Kenapa lo pucet banget? Duduk dulu...“ucap Wooseok saat melihat wajah Sejin pucat pasi.

“Seok...“ucap Sejin lemah dan Wooseok menatap Sejin heran.

“Kenapa? Lo pusing? Mau balik aja?“tanya Wooseok dan Sejin menggeleng.

“Itu... Tadi... Itu...“Sejin terbata membuat Wooseok semakin heran.

“Itu? Tadi? Apa? Iya, gue ga sengaja numpahin minuman di baju masnya padahal baru dianter pelayannya”ucap Wooseok mengerucutkan bibirnya.

“Bukan itu...“ucap Sejin menggeleng lemah.

“Iya terus apa? Please yang jelas ngomongnya...“ucap Wooseok memohon.

“Itu yang tadi... Itu mas-mas yang gue ceritain...“ucap Sejin melanjutkan kalimatnya.

“Mas-mas yang mana?“tanya Wooseok yang masih tidak mengerti kemana arah pembicaraan Sejin.

“Evan Cho... Mas-mas yang kemarin ketemu gue di perpustakaan...“ucap Sejin lagi.

“Hah? Yang lo sangka sebagai pasangan match lo?“tanya Wooseok dan Sejin mengangguk lemah.

Wooseok mengambil nafas dalam sebelum melirik kearah dimana Seungyoun dan teman-temannya berada. Wooseok tidak beruntung, karena disaat yang bersamaan, Seungyoun juga sedang menghadap kearahnya.

“Dia ngeliatin...“ucap Wooseok pelan.

“Hhhh tuh kan bener! Pasti dia nyangka lo itu gue? Anjir lah gimana...“ucap Sejin lemah.

“Lo tadi sempet ngobrol?“tanya Sejin dan Wooseok menggeleng.

“Dia masih ngeliatin?“tanya Sejin yang membuat Wooseok kembali melirik setelahnya Wooseok mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Sejin.

“Kayanya lo mesti jujur aja deh, Jin...“ucap Wooseok yang diabaikan Sejin.

“Gue rencana blokir nomernya dia sih”ucap Sejin menjawab lemah.

“Kenapa di blokir? Lo bisa jujur, minta maaf dan mungkin hubungan lo sama dia tetep akan baik-baik aja kan?“ucap Wooseok tetapi Sejin menggeleng.

“Mungkin kan? Kemungkinan tetep baik-baik aja kayanya dibawah 50%“ucap Sejin sambil menghela nafasnya berat.

(xposhie)

Makan Malam.


Wooseok menunggu dengan cemas di halte dimana ia dan Jinhyuk bertemu kemarin. Jujur, perasaannya tidak bagus mengingat Jinhyuk yang ingin segera mengembalikan tempat makannya hari itu juga. Lamunan Wooseok hilang saat seseorang berteriak dari dalam mobilnya.

“Seok, ayok masuk!!“Wooseok bingung karena Jinhyuk menyuruhnya masuk ke dalam mobil. Jika ingin mengembalikan tempat makan kan bisa lewat jendela, fikir Wooseok.

“Sorry ya! Takut macet kalo kelamaan berhenti”ucap Jinhyuk saat kembali mengendarai mobilnya.

“Belum makan malem kan? Belum lah ya! Kan belum jam makan malem”ucapan Jinhyuk membuat Wooseok tertawa kecil.

“Ada yang mau di makan buat makan malem ga?“Wooseok menoleh dengan wajah bingung saat Jinhyuk bertanya.

“Maaf ya! Ngajaknya kayak nyulik gini, soalnya kalo gue bilang mau ngajak lo makan malem pasti lo ngehindar”ucap Jinhyuk saat mengetahui kebingungan Wooseok.

“Siapa bilang? Kenapa sih dari kemarin tuh lo suka nyimpulin apa-apa sendiri tanpa nanya dulu?“ucap Wooseok dengan sedikit nada manja dalam cara berbicaranya dan Jinhyuk tertawa karena hal tersebut.

“Hahaha maaf ya! Engga percaya diri gue kalo harus nanya dulu, nanti ganggu terus lo nganggep macem-macem”ucap Jinhyuk lagi.

“Tuh kan! Nyimpulin sendiri lagi”ucap Wooseok sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

“Iya maaf! Besok-besok gue tanya deh ya?“ucapa Jinhyuk sambil mengusak puncak kepala Wooseok tanpa sadar.

“Jadi, malem ini mau makan apa?“tanya Jinhyuk yang kembali fokus pada jalanan di depannya.


“Untung masih dapet tempat!!“ucap Wooseok saat dirinya dan Jinhyuk sampai disebuah pondokan satai dipinggir jalan.

“Rame banget? Lo sering makan disini?“tanya Jinhyuk dan Wooseok menggeleng.

“Ini pertama kali! Sering liat pas lewat, tapi belum pernah kesampean makan disini”ucap Wooseok sumringah.

“Seok, pindah sini deh. Kalo disitu kena asap”ucap Jinhyuk yang berusaha bertukar tempat dengan Wooseok dan Wooseok pun menyetujuinya.

“Habis ini bau asap deh mobil lo”ucap Wooseok yang merasa tidak enak setelahnya.

“Santai!! Minggu ini jadwal mobil gue ke salon kok”ucap Jinhyuk tertawa renyah.

Wooseok dan Jinhyuk pun fokus menyantap makan malam mereka sambil sesekali bercerita tentang masa sekolah mereka, Mereka tertawa ketika mengingat hal yang terkadang melibatkan keduanya.

“Ih jahat! Masa gue diragukan jadi ketua osis cuma karena kecil?“ucap Wooseok saat JInhyuk bercerita bahwa dirinya sama sekali tidak mendukung Wooseok saat Wooseok mencalonkan diri menjadi ketua osis.

“Maaf banget! Tapi beneran gue mikir Ini anak emang bisa apa jadi ketua osis? Badannya kecil gitu haahaha eh ternyata pas lo pidato, keren banget!“ucap Jinhyuk yang membuat Wooseok tersenyum.

“Iya tapi tetep kalah! Lo ga milih gue kan pasti?“tanya Wooseok dan Jinhyuk hanya tersenyum sebagai jawaban.

“Tapi kan tetep jadi pengurus osis, Seok!“ucap Jinhyuk tertawa.

“Eh tapi beneran yang gue marah di lapangan jadi bahan evaluasi anak osis?“tanya Jinhyuk penasaran dan Wooseok mengangguk.

“Ketua acaranya dikeramasin tuh sama ketua osis! Soalnya kan lo marah-marah di depan sekolah lain”ucap Wooseok lagi.

“Gue kalo inget lagi kesel loh, beneran! Makanya di lapangan basket professional tuh ada penghitung waktu di papan pencatat skor, biar kalo detik-detik terakhir yang harusnya ga dapet point ya ga akan dapet point”ucap Jinhyuk menggebu-gebu.

“Sabar, pak! PON Sekolah bukan pertandingan professional tingkat internasional”ucap Wooseok tertawa.

Tanpa disadari Jinhyuk dan Wooseok, mereka berdua menghabiskan hampir dua jam untuk makan malam dan berbincang malam itu.


“Jinhyuk, makasih!! Makasih makan malemnya terus bonus dianterin pulang”ucap Wooseok sebelum keluar dari mobil Jinhyuk.

“Iya sama-sama!! Besok gausah ngirimin makan siang lagi ya?“Wooseok menoleh saat Jinhyuk berucap hal tersebut.

“Kasian lo nanti capek! Kan kalo bikin makan siang harus bangun pagi, lumayan sejam buat tidur kan?“ucap Jinhyuk yang kembali mengusak puncak kepala Wooseok.

“Oh oke...“ucap Wooseok kaku.

“Gue duluan ya! Makasih sekali lagi”ucap Wooseok yang keluar dari mobil Jinhyuk.

“Jangan lupa mandi!“ucap Jinhyuk sambil tertawa puas sebelum pergi meninggalkan kediaman Wooseok.

(xposhie)