semestakapila

Wooseok terbangun saat mendengar bunyi bising dari arah dapur. Bukannya memeriksa kondisi dapur, Wooseok justru pergi ke kamar lain untuk memeriksa anaknya yang baru saja tertidur dua jam yang lalu.

“Eh? Aku bangunin kamu ya?“tanya Seungyoun saat Wooseok menghampirinya di dapur dan Wooseok hanya tersenyum kecil.

“Kenapa engga bangunin aku kalo mau bikin juice?“ucap Wooseok dengan suara serak. Seungyoun menghampiri Wooseok dan mencium keningnya lembut.

“Engga apa-apa, aku bisa sendiri kok! Lagian kamu baru tidur jam empat kan karena Esa nangis mulu?“tanya Seungyoun dan Wooseok mengangguk lemah. Baru saja Seungyoun menyelesaikan kalimatnya, suara tangis bayi terdengar dari dalam kamar.

“Biar aku aja”ucap Seungyoun saat Wooseok akan bergegas menghampiri Eunsang yang tengah menangis.

Wooseok pun memilih untuk mencuci peralatan yang baru saja digunakan Seungyoun membuat jus dan setelah selesai, ia melihat Seungyoun menggendong Eunsang dan menghampirinya.

“Eh? Udah di cuci? Padahal aku mau cuci setelah ambil Esa”ucap Seungyoun yang membuat Wooseok tersenyum setelahnya.

“Kamu gendong Esa sebentar bisa? Aku mau bikinin susunya dulu”ucap Wooseok dan Seungyoun mengangguk menjawab pertanyaan Wooseok sebelumnya.

Seungyoun bermain dengan Eunsang dimeja makan sambil memperhatikan Wooseok yang tengah fokus membuat susu untuk anak lelakinya tersebut. Sesekali Wooseok melirik untuk melihat Seungyoun yang sedang bermain dengan Eunsang tersebut.

“Esa... Kalo malem jangan nangis dong sayang, ya? Kasian Papa kebangun mulu tiap malam! Atau Esa mau bobo sama Papi aja? Biar kalo Esa nangis yang kebangun bukan Papa tapi biar Papi aja”

“Terus aku tidur sendirian gitu dikamar?“ucap Wooseok menimpali yang sukses membuat Seungyoun terkejut.

“Aku ga tega sama kamu, yang... Seharian ngurusin rumah sama Esa terus malem tetep harus kebangun buat nidurin Esa lagi kalo dia nangis”ucap Seungyoun cemas.

“Engga apa-apa! Kan udah tugas aku? Waktu nikah sama kamu, aku udah janji jadi full time Papa kan? Jadi aku harus nepatin janji itu”ucap Wooseok yang kemudian mengambil alih Eunsang untuk ia gendong.

“Satu-satunya Janji yang bikin aku nyesal mengiyakan”ucapa datar Seungyoun membuat Wooseok menatap suaminya dengan tatapan bingung.

“Aku nyesal mengiyakan janji itu kalo akhirnya kamu harus jatoh sakit kayak seminggu lalu. Sebenarnya kita bisa jalan sama-sama, tapi mengorbankan waktu kamu sepenuhnya. AKu ngerasa bodoh baru sadar setelah kamu sakit. Kenapa engga dari dulu aja aku sadar dan bantuin kamu ngurus rumah?“ucap Seungyoun lagi.

“Aku engga apa-apa, kok. Aku sennag ngurus rumah dan ngurus kamu plus Esa dalam satu waktu”ucap Wooseok tersenyum.

“No, kamu engga apa-apa tapi aku kenapa-napa. Tolong kasih tau aku kalo kamu capek, ya? Bangunin aku kalo Esa bangun ditengah malem atau minta tolong ke aku buat bikin Esa susu. Oke?“ucap Seungyoun memohon dan Wooseok mengangguk pelan.

“Sebelum nikah, aku selalu pake asisten rumah tangga. Aku bahkan engga pernah bikin jus sendiri sebelum pergi workout tapi setelah liat kamu dan gimana pintarnya kamu bagi waktu, aku jadi sadar kalo sebenarnya aku juga bisa kayak kamu dan bantuin kamu”ucap Seungyoun lagi.

Wooseok tertawa kecil mendengar ucapan Seungyoun dan menyadari satu hal. Seungyoun hari ini bangun lebih pagi dari Wooseok dan membuat jus untuk dirinya sendiri. Bahkan Seungyoun sukarela menghampiri Eunsang yang menangis karena terbangun dari tidurnya.

Wooseok senang. Tanpa harus memberitahukan kepada Seungyoun apa yang ia inginkan, suaminya tersbeut telah lebih dahulu menyadari bahwa ia butuh bantuan. Wooseok bahagia bersama Seungyoun dan keluarga kecilnya. Wooseok bahagia bagaimana Seungyoun menghargai keberadaan dirinya di keluarga tersebut.

fin

Memories.

mem·o·ry /ˈmem(ə)rē/

noun plural noun: memories

1. the faculty by which the mind stores and remembers information

2. something remembered from the past; a recollection.


Jika kalian disuruh memilih kenangan di masa lalu, kenangan apa yang ingin kalian ingat selamanya? Kenangan yang indah atau bahkan kenangan yang buruk? Kenangan yang membuat bahagia atau justru kenangan yang membuat kalian terluka?

Aku pribadi, jika suatu saat memang diharuskan memilih kenangan apa yang ingin kusimpan, jawabku hanya satu: HARI ULANG TAHUNKU aku ingin selalu mengingat kejadian di hari ulang tahunku. Baik itu kejadian yang menjadi kenangan baik maupun sebuah kejadian yang menjadi sebuah kenangan buruk.

Aku Lee Sejin, pria yang genap berusia tiga puluh lima tahun hari ini, akan menceritakan beberapa kenangan yang aku ingat saat diriku berulang tahun.


03 April 1996

Banyak orang mengatakan bahwa ketika kita dilahirkan ke dunia, kita akan menangis tetapi orang disekitar kita tersenyum bahagia, Tetapi, ketika kita meninggalkan dunia ini, kita tersenyum dengan damai dan berbanding terbalik dengan orang yang kita tinggalkan, mereka menangisi kepergian kita.

Jika ditanya kepada semua calon orang tua, “Apa yang kamu inginkan dari anakmu yang akan dilahirkan?” sebagian besar dari mereka pasti akan menjawab “Aku ingin anaku terlahir sehat” Ya, semua calon orang tua selalu mengharapkan hal tersebut di atas hal lainnya.

Tangisan seorang bayi mungil disebuah ruang persalinan, menjadi saksi bahwa satu kebahagiaan telah lahir ke dunia. Satu kebahagiaan pelengkap dalam sebuah keluarga kecil. Satu kebahagiaan yang diberi nama Lee Sejin.

03 April 2000

Lima hari. Jika aku tidak salah hitung, aku sudah tinggal dikamar rawat ini selama lima hari. Penyebabnya? Aku juga tidak tau. Aku hanya mengingat, aku tertidur dengan perut sakit dan keesokan harinya aku terbangun dikamar ini dengan kain yang menempel di perutku. Ibu selalu mengingatkan, “Jangan dipegang!”_

“Happy birthday, to you! Happy Birthday, to you! Happy Birthday, Happy Birthday, Happy Birthday, Lee Sejin!!”

Orang tuaku, dokter serta perawat masuk ke dalam kamar rawatku dengan membawa satu buah kue tart. Karena sakit, aku lupa ulang tahunku hari ini! Karena sakit, aku lupa bilang ke ayah kalo aku mau hadiah sebuah mobil mainan yang bisa berubah menjadi robot!

“Kenapa sedih? Kata pak dokter, sore nanti Sejin udah boleh pulang”

Aku sebal! Aku tidak suka rumah sakit. Aku mau ulang tahun dirumah bersama teman-temanku dan mendapat banyak hadiah. Aku tidak suka hari ulang tahunku. Aku memilih menarik selimutku dan mengabaikan semua orang.

“Sejin... Pak Dokter punya hadiah loh! Nih mobil-mobilan”

Seorang lelaki paruh baya yang sering memeriksa kain di perutku itu berjongkok di hadapanku. Ia membawa sebuah mobil-mobilan impianku! Ah, apa pak dokter itu bisa meramal? Kenapa dia tau keinginanku? Aku mau jadi hebat seperti pak dokter! Jika aku besar, aku ingin menjadi Dokter.

03 April 2003

Hiasan dinding, balon, meja dan kursi yang tertata rapih serta sebuah kue tart bergambar kartun favoritku sudah tersedia di atas meja. Ibu juga memaikankan baju yang khusus dibelinya untuk hari ini serta menyisir rapih rambutku.

“Sejin, kado kamu banyak! Aku boleh minta satu?”

“Itu punya Sejin! Kalo kamu mau, kamu harus berulang tahun dulu”

Seorang temanku menangis bahkan saat acara belum dimulai. Anak yang menangis itu adalah anak yang meminta satu kado dariku. Jujur aku bingung, Apakah aku harus memberikan satu kadoku kepada temanku? Tapi ini hari ulang tahunku! Semoga kado itu milikku!!.

“Sejin, ini coba kasih ke Byungchan”

Ibu selalu datang seperti pahlawan! Ibu memberikanku sebuah kotak kecil terbungkus rapih. Saat aku enggan memberikan kotak itu kepada temanku, Ibuku menjelaskannya. Itu adalah bingkisan yang disiapkan Ibu untuk teman-temanku hari itu. Wah ibu hebat! Ibu memberikan kado ke anak lain yang datang ke hari ulang tahunku. Jika sudah besar, aku ingin seperti Ibu!

03 April 2008

“Sejin, apa ibu pernah mengajari Sejin membolos?”

Hari itu aku sangat takut. Sepertinya aku melakukan kesalahan yang membuat Ibu marah. Ibu tidak berteriak, tapi aku tau jika ibu sedang tidak ingin bercanda denganku yang sudah membuat kebodohan hari itu.

“Siapa yang ngajarin kamu bolos? Kamu traktir teman kamu ke PC Room pake uang siapa?”

Aku hanya bisa menunduk. Aku ingin menjawab setiap pertanyaan Ibu, tetapi aku tau kalo jawabanku akan semakin membuat Ibu pusing dan marah jadi aku memutuskan tetap diam bahkan saat Ibu melontarkan pertanyaan selanjutnya.

“Sejin, liat ibu... Ibu engga marah sama Sejin, sayang...”

Aku menangis saat ibu memanggilku Sayang sebuah panggilan yang menjadi panggilan favoritku hingga saat ini. Aku menangis karena aku tau bahwa aku sudah mengecewakan Ibu. Aku tau, walaupun sudah dikecewakan, Ibu tetap tidak memarahiku.

“Jadi, karena ulang tahun jadi Sejin traktir teman-teman?”

Aku akhirnya menceritakan semuanya. Menceritakan semua hal yang membuat ibu kecewa hari itu. Cerita dimana aku membolos demi pergi ke PC Room di hari ulang tahunku. Temanku bilang, Ibu tidak akan marah jika aku melakukan kesalahan di hari ulang tahunku dan aku baru mengerti jika itu tidak benar.

“Sejin... Ibu ga marah sama Sejin tapi kali ini Ibu Kecewa. Ibu yakin, Sejin tau kenapa Ibu kecewa kan? Ibu kecewa karena Sejin bolos sekolah hari ini. Ibu engga marah ke Sejin bukan karena Sejin ulang tahun hari. Tapi karena Sejin udah jujur sama Ibu”

Ibu membawaku dalam pelukannya. Ia tidak memarahiku. Ibu justru menasihatiku apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan tidak benar, apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Ibu menasihatiku dengan lembut, walaupun ia kecewa terhadapku. Hari itu, aku semakin bangga dengan Ibu dan Aku semakin ingin menjadi seperti Ibu.

03 April 2011

“Ini punya siapa? Punya kamu?”

Waktu menunjukan pukul dua belas saat aku baru saja tiba dirumah. Ibu menyambutku dengan wajah merah padam. Aku juga dapat melihat beberapa piring dan makanan yang tersaji di meja makan serta sebuah kue ulang tahun.

“Sejin, ibu tanya sekali lagi ke kamu. Ini punya siapa?”

Satu bungkus rokok yang semula aku sembunyikan di dalam kamarku sudah berpidang ke gengaman ibu. Aku diam, tidak bisa memberikan penjelasan apapun kepada ibu.

Beberapa hari yang lalu, salah satu temanku menawari rokok tersebut dan karena rasa penasaranku saat itu aku menerimanya. Aku tidak pernah menghabiskan batang rokok pertamaku, tetapi ibu sudah lebih dahulu menemukan rokok tersebut sebelum aku kembalikan kepada temanku.

“Masuk ke kamar dan beristirahatlah”

Aku menatap punggung ibu yang sama sekali tidak menatapku. Ibu memilih merapihkan piring serta makanan yang tak tersentuh. Makanan yang sengaja ibu siapkan untuk ulang tahunku hari itu.

3 April 2014

“Ha? Kau kira aku tahan berpacaran dengan orang yang tidak bisa aku sentuh? Mana ada orang tahan dengan orang seperti itu?”

Aku terdiam di tempat saat mendengar sekumpulan orang sedamg berbicara dibelakang sekolah, salah satunya adalah orang yang kukenal. Park sunho, kekasihku.

Setelah menetralkan emosi, aku berjalan melewati mereka dan benar saja, mereka diam ketika melihatku berjalan. Bahkan Sunho tidak menyapaku sama sekali. Ucapan selamat ulang tahun yang aku harapkan sejak pagi tadi juga tidak kunjung ia ucapkan.

“Bagaimana dengan Ka Sejin? Bukannya Ka Sunho masih berpacaran dengan Ka Sejin?”

“Sejin? Aku sudah putus dengannua seminggu yang lalu. Kamu tenang saja, sayang”

Sore itu, saat aku menunggu Sunho pulang ternyata aku mendapati Sunho sedang bersama lelaki lain. Pemandangan setelahnya adalah hal yang cukup mengejutkan. Sunhi mencium lelaki lain di hadapanku.

Ulang tahunku kedepalan belas merupakan hari dimana aku merasakan patah hati untuk pertama kalinya dan sejak itu, aku bertekad untuk membahagiakan diriku dulu daripada mencari pendamping hidup.

3 April 2019

Malam itu, setelah perayaan ulang tahunku yang dirayakan oleh kantor tempatku bekerja, salah saorang seniorku mengantarku pulang kerumah.

Seorang senior yang tiga bulan ini sedang dekat denganku. Namanya Seungju dan temanku mengatakan bahwa ka seungju kemungkinan besar menyukaiku.

“Maaf ka, tapi untuk saat ini aku lagi engga mau mempunyai hubungan dengan siapapun. Tapi kita masih bisa berteman kok!”

Tepat di depan unit apartementku, Ka Seungju mengutarakan perasaannya kepadaku. Sebuah ungkapan cinta yang sudah aku tebak sebelumnya. Karena kejadian beberapa tahun silam, aku belum dapat menerima perasaan Ka Seungju malam itu.

3 April 2025

From: Seungyoun Selamat pagi, Sejin! Saya sudah di depan ya

Seungyoun adalah orang yang dekat denganku delapan bulan belakang ini. Diperkenalkan oleh Wooseok, sahabatku. Awal perkenalan, aku sudah memberitahu perihal diriku dan sebuah komitmen dan Seungyoun memahamiku.

“Happy birthday!”

Seungyoun adalah seseorang dengan begitu banyak kejutan. Seperti hari ini, ia tiba-tiba mengajakku pergi makan malam dalam rangka merayakan ulang tahunku.

“Saya gamau maksa kamu untuk percaya lagi akan sebuah komitmen. Tapi malem ini, saya cuma mau bilang kalo kamu bisa mempercayakan saya jika kamu memang ingin kembali mencoba sebuah komitmen dengan seseorang”

Seungyoun dan ucapannya setelah acara makan malam kami saat itu sukses membuatku susah untuk tidur. Sebuah kenangan yang selalu akan saya ingat sampai kapanpun.

3 April 2028

Aku tersentak saat merasakan punggungku menghangat. Sebuah selimut tersampir di pundakku yang tidak lain merupakan ulah seungyoun, suamiku.

“Anak-anak udah nungguin bubunya buat tiup lilin tuh”

Aku tersenyum. Rasanya baru kemarin aku menangis karena merayakan ulang tahun di rumah sakit dan merasakan sakit hati pertama saat ulang tahunku ke delapan belas.

“Lagi mikirin apa, hm?”

Aku kembali tersenyum sebelum menceritakan apa yang aku fikirkan tadi. Seungyoun sesekali menanggapi ceritaku sebelum ceritaku terputus saat kami tiba di meja makan.

“Selamat ulang tahun, Bubu!!”

Dohyon dan Wonyoung, anak kembarku menyanyikan lagu untukku. Hari ini, salah satu hari yang akan kumasukan ke dalam memori yang akan aku ingat. Memori indah dalam hari ulang tahunku.

fin

“Tumben engga beli kopi?“ucap Wooseok saat mendapati kekasihnya tidak membeli kopi pagi itu dan hanya ada satu botol air mineral di mobilnya. Seungwoo hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan Wooseok, membuat Wooseok semakin bingung.

“Kamu masih mau ada yang dibeli engga? Kalo engga, aku langsung masuk jalan tol nih”tanya Seungwoo dan Wooseok menggeleng.

“Tapi beneran kamu ga beli kopi? Engga mau beli kopi dulu?“tanya Wooseok bingung dan Seungwoo lagi-lagi tertawa.

“Engg sayang, aku lagi coba ngurangin kopi. Kata kamu, kopi ga bagus kan? Jadi aku mulai kurangin sedikit demi sedikit”ucap Seungwoo menjelaskan dan Wooseok mengangguk mengerti.

“Kalo ngantuk gimana?“tanya Wooseok lagi yang merasa iba terhadap sang kekasih.

“Kan ada kamu yang bisa bikin aku engga ngantuk lagi”ucap Seungwoo berbisik dengan nada super rendah.

“Ih apaan sih, masih siang!“ucap Wooseok dengan wajah merah padam dan Seungwoo lagi-lagi tertawa.

“Kamu mikir apa hayo? Mikir jorok ya? Maksud aku kan ada kamu, bisa mijitin biar aku seger lagi atau karaokean kan?“ucap Seungwoo lagi.


“Kamu beli makanan kucing? Tumben?“ucap Wooseok terkejut saat mendapati satu bungkus makanan kucing dalam sebuah kantong.

“Kita kan mau piknik, dibanding kucing itu minta makanan kita mending kasih makanan kucing”ucap Seungwoo santai. Wooseok menatap Seungwoo tajam, membuat Seungwoo salah tingkah.

Seungwoo bukanlah tipikal lelaki penyayang kucing. Dulu, ia bahkan akan memilih menjauh jika ada seekor kucing mendekat, tetapi setelah mengenal Wooseok, semua berubah. Wooseok sering kali memberi makan kucing liar di jalanan dan tidak jarang Seungwoo melihat itu, Seungwoo suka melihat Wooseok tersenyum saat sedang memberikan makanan kepada kucing liar.

“Woo, kamu tertekan engga pacaran sama aku?“tanya Wooseok setelah ia dan Seungwoo sudah duduk disalah satu spot piknik di taman tersebut. Seungwoo tertawa karena pertanyaan Wooseok tersebut.

“Tertekan? Kenapa harus tertekan? Lagipula bukannya yang sering lebih tertekan itu kamu ya, bukan aku”ucap Seungwoo menggoda.

“Aku serius! Kamu tertekan ga pacaran sama aku? Sampe harus ngurangin kopi, terus suka sama kucing gitu?“tanya Wooseok serius dan Seungwoo pun menggeleng sebagai jawaban.

“Kalo aku tertekan, kenapa aku mau pacaran sama kamu? Kalo aku tertekan, engga mungkin aku nembak kamu. Aku tau kamu suka kasih makan kucing liar tuh jauh sebelum kita kenal! Aku suka liat kamu ngeong ngeong ke kucing pas ngasih makan mereka terus kamu ga bakalan berhenti senyum selama ngeliatin kucing makan”ucap Seungwoo menjelaskan.

“Kenapa harus diperjelas sih ngeong ngeong -nya?“ucap Wooseok mengerucut dan Seungwoo tertawa lagi.

“Soalnya pertama kali aku liat kamu itu pas kamu mengeong tau! Aku perhatiin ini laki kok aneh banget bukannya ngomong malah mengeong hahaha”ucapan Seungwoo berhasil membuatnya mendapatkan satu buah tepukan halus di punggungnya.

“Tapi bener loh, Seok! Aku pacaran sama kamu engga tertekan sama sekali. Aku malah ngerasain manfaat dai ngurangin kopi terus manfaat suka kucing juga aku rasain!“ucap Seungwoo bangga.

“Kalo aku kangen kamu pas kamu lagi ga mau diganggu, biasanya aku jalan ke taman terus nyari kucing liar. Aku liatin kucing, biar kangennya berkurang”ucap Seungwoo lagi.

“Aku gatau korelasi antara kangen dan kucing itu apaan, tapi aku senang kalo kamu engga merasa tertekan karena pacaran sama aku”ucap Wooseok tersenyum.

“Tapi, Woo... Kalo kamu mau ngopi boleh loh”ucap Wooseok pelan.

“Kamu daritadi nawarin aku ngopi mulu, kenapa sih?“ucap Seungwoo tertawa renyah.

“Biar kamu ga ngantuk! Nanti aku kan nginep, masa ditinggal tidur?“ucap Wooseok merajuk.

“Hahaha engga mungkin aku tinggal tidur, sayang! Kan aku udah bilang, kamu bisa ngilangin ngantuk aku dalam sekejap. Iya kan?“ucap Seungwoo membuat Wooseok malu dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

fin

“Jinwoo, bangun yuk? Katanya mau bikin sarapan bareng sama Om Wooseok?“Anak lelaki yang berusia hampir lima tahun itu menggeliat dalam tidurnya. Walaupun susah untuk membuka kedua mata, tetapi ia tetap paksakan. Karena semalam, ia sudah berjanjji akan membantu Wooseok untuk membuat sarapan.

“Ayah belum bangun ya, Om?“tanya Jinwoo saat Wooseok sedang membasuh wajahnya. Wooseok tersenyum dan mengangguk.

“Iya, belum! Makanya kita buat sarapan buat ayah terus bangun ayah ya?“ucap Wooseok dan Jinwoo mengangguk antusias.

“Om, kenapa Om Wooseok engga tinggal terus sama kita?“pertanyaan tiba-tiba dari Jinwoo membuat Wooseok menoleh dan tersenyum pada anak yang sedang duduk di counter dapur tersebut.

“Emang Jinwoo engga apa-apa kalo Om Wooseok tinggal terus disini?“tanya Wooseok dan Jinwoo mengangguk antusias.

“Engga apa-apa! Jinwoo malahan senang, soalnya Jinwoo sama Ayah jadi bisa sarapan enak kayak buatan Om Wooseok. Terus, Jinwoo juga ga akan bangun kesiangan. Soalnya kalo sama Ayah, pasti selalu kesiangan”ucap Jinwoo mengerucutkan bibirnya.

“Coba nanti Jinwoo tanya ayah ya? Tanya kenapa Om Wooseok engga tinggal terus disini”ucap Wooseok sedikit berbisik dan Jinwoo mengangguk setuju.

Pertemuan Wooseok dengan Jinhyuk, seorang pria beranak satu satu tahun lalu itu sukses membuat hidup Wooseok berubah. Saat awal mengenal Jinhyuk, Wooseok sama sekali tidak tau jika Jinhyuk mempunya seorang anak lelaki yang teramat manis.

Saat pertemuan pertama Wooseok dengan Jinwoo, sedikit ada drama yang menjadi bumbu pertemuan mereka. Tetapi saat pertemuan pertama itu juga Wooseok berhasil mengambil hati Jinwoo, anak lelaki dari Jinhyuk.

Setidaknya, sebulan setelah pertemuan pertama dengan Jinwoo, Wooseok berhasil menenangkan Jinwoo saat menangis yang bahkan masih sulit untuk di lakukan oleh Jinhyuk. Wooseok juga dapat dengan santai mengurus Jinwoo ketika sedang demam.

Jinhyuk pun tak segan mengajak Wooseok bermalam di kediamannya walaupun Jinhyuk harus memberikan berjuta alasan kepada anak lelakinya yang sekarang justru selalu menanyakan kedatangan Wooseok kerumah itu.

“Selesai! Ayok kita bangunin ayah dulu, ya?“ucap Wooseok sambil menggendong Jinwoo masuk ke dalam kamar utama.

“Ayah bangun!!!“ucap Jinwoo yang sudah melompat dikasur.

“Ayah aku mau tanyaaa, cepet bangun!!“ucap Jinwoo lagi yang membuat Jinhyuk sukses terganggu dari tidurnya.

“Anak ayah pagi-pagi berisik banget, kenapa hm?“tanya Jinhyuk memeluk anak lelakinya tersebut.

“Ayah lepasss!! Aku mau tanya duluuu”ucap Jinwoo berteriak histeris karena pelukan sang ayah yang begitu kuat.

“Iya, oke ayah lepas! Jangan teriak-teriak, mau tanya apa?“ucap Jinhyuk bersandar pada kepala kasur king size miliknya.

“Yah, kenapa Om Wooseok engga tinggal disini aja terus sih? Kenapa Om Wooseok kesininya sehari doang? Om Wooseok ajak tinggal disini aja ya yah?“ucap Jinwoo merajuk.

Jinhyuk tersenyum dan melirik kearah Wooseok yang juga sudah duduk dikasur. Wooseok beberapa kali mengalihkan pandangannya agar sebisa mungkin tidak beradu tatap dengan Jinhyuk.

“Emang Jinwoo udah tanya Om Wooseok? Om Wooseok emang mau tinggal disini mulu?“tanya Jinhyuk menggoda.

“Mau, kok! Ya kan, Om? Om Wooseok mau kan tinggal disini terus? Bacain aku buku cerita tiap malem! Terus kita masak sarapan pagi-pagi”ucap Jinwoo di hadapan Wooseok yang membuat Wooseok tersenyum.

“Itu loh ditanya Jinwoo, di jawab jangan senyum aja”ucapan Jinhyuk sukses membuat senyum Wooseok luntur.

“Jinwoo sini, gantian ayah mau tanya sama JInwoo”ucap Jinhyuk membuat Jinhyuk kembali berjalan kearah Jinhyuk dan duduk dipangkuannya.

“Kalo Om Wooseok tinggal disini, Jinwoo mau engga panggilnya jangan Om lagi? Panggil Papa, mau?“tanya Jinhyuk tenang.

“Kalo Om Wooseok tinggal disini tapi masih dipanggil Om, nanti temen-temen Jinwoo bingung loh! Nanti mereka tanya, kenapa Om Jinwoo tinggal sama Jinwoo terus, gimana?“tanya Jinhyuk melanjutkan. Jinwoo diam dan berfikir.

“Oke! Jinwoo akan panggil Om Wooseok pake Papa!“ucap Jinwoo tersebut.

“Papaaa”ucap Jinwoo berlari lagi kearah Wooseok dan memeluknya.

“Jinwoo kan sekarnag udah ada Papa, berarti kalo mandi bisa sendiri kan?“ucap Jinhyuk meledek yang membuat Jinwoo melirik sang ayah tajam.

“Engga kok, nanti Jinwoo tetep dimandiin papa ya? Sambil main bus!“ucap Wooseok tersenyum membuat Jinwoo berteriak antusias.

“Yuvin, bangun!!! hari ini kamu ujian nasional! Jangan sampai terlambat”suara ibunda Yuvin menggema di dalam rumah. Anak lelaki yang sedari tadi menjadi objek panggilan itu menuruni anak tangga satu persatu dengan pakaian sekolah rapih.

“Oh udah rapih? Sarapan dulu biar nanti ujiannya konsen!“ucap ibunda Yuvin lagi.

Yuvin menyantap sarapannya dengan tidak berselera. Setidaknya sudah seminggu, Yuvin tidak mempunyai semangat untuk menyambut hari baru. Bukan karena berlangsungnya 'Ujian Nasional' tetapi karena ada makna lain di balik kata tersebut.

“Janji? Kita harus sama-sama terus! Sampe nanti masuk kuliah, oke?”

Yuvin dan anak lelaki di hadapannya itu saling mengaitkan jari kelingking mereka dan berjanji satu sama lain. Janji dua anak lelaki berumur sepuluh tahun. Sebuah janji yang terucap lebih dari delapan tahun yang lalu.

“Jangan kebanyak bengong! Kalo udah selesai sarapannya, coba dibaca lagi materinya”Yuvin mengangguk pelan saat Ibundanya kembali dari kamar dan melanjuti kegiatannya di dapur.


“Hati-hati ke tempat testnya ya? Kerjainnya santai aja, hm? Hasil itu engga pernah membohongi usaha”Yuvin berpamitan kepada kedua orang tuanya pagi itu untuk berangkat ke tempat ujian perguruan tinggi.

“Kim Yohan!“Langkah Yuvin saat akan memasuki kelas itu tiba-tiba berhenti, saat sebuah nama yang tidak asing menyapa indera pendengarannya.

Yuvin membalikan tubuhnya, mencari sosok yang bernama sama dengan nama anak lelaki yang berjanji kepadanya delapan tahun silam. Tetapi saat Yuvin berbalik, orang tersebut sudah masuk ke dalam kelas dan Yuvin mengurungkan niatnya untuk menyusul anak lelaki tersebut ke dalam kelas.

“Yuvin? Song yuvin?“Yuvin yang sedang asik memainkan ponsel pintarnya saat jam istirahat pun menoleh saat seseorang memanggil namanya. Seingat dia, tidak ada satupun siswa dari sekolahnya yang mengikuti ujian perguruan tinggi dilokasi yang sama dengan Yuvin saat ini.

“Bener kan, Song Yuvin?“ucap lelaki di hadapan Yuvin.

Yuvin mematung, karena sekarang ia dapat dengan jelas melihat sosok anak lelaki dihadapannya. Dia Kim Yohan, anak lelaki yang sama dengan yang berjanji dengannya delapan tahun lalu. Pipi gembul Yohan sedikit menirus, tetapi gigi kelinci itu tetap sama. Gigi kelinci yang selalu menjadi favorit Yuvin saat Yohan tersenyum.

“Lupa ya? Aku, Yohan!“ucap lelaki di hadapan Yuvin lagi.

Tidak, Yuvin tidak lupa sama sekali. Yuvin ingat dengan jelas siapa lelaki di hadapannya. Lelaki yang berjanji akan bersama terus sampai mereka masuk ke jenjang perkuliahan tetapi harus berpisah saat Yohan harus mengikuti kedua orang tuanya yang berpindah tempat kerja saat itu.


“Yohan tau? Semenjak Yohan pindah tuh Yuvin jadi nakal! Kalo bangun selalu kesiangan, pulang sekolah juga engga langsung pulang tuh gatau main kemana”ucap Ibunda Yuvin saat Yohan bermain kerumah Yuvin setelah ujian masuk perguran tinggi di laksanakan.

“Kalo pas ada Yohan tuh Yuvin manis banget. Selalu bangun pagi karena katanya gamau telat jemput Yohan terus selalu pulang tepat waktu, soalnya mau anter Yohan juga sampai rumah”ucap Ibunda Yuvin lagi.

Yuvin sesekali menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas mendengar semua cerita yang dibeberkan sang ibunda kepada Yohan. Sedangkan Yohan sesekali tertawa menanggapi cerita ibunda Yuvin tersebut.

“Jadi nakal ya dulu?“ucap Yohan saat Yuvin mengantarnya pulang. Yuvin yang mendengar pertanyaan Yohan hanya tertawa.

“Kan lagi puber, jadi nakal sedikit engga apa-apa dong?“ucap Yuvin mengelak.

“Lagi puber atau karena berontak? Marah karena aku ngingkarin janji?“ucap Yohan mencoba menebak. Yuvin hanya diam dan fokus ke jalanan di hadapannya.

“Waktu pindah, aku demam seminggu. Kata bunda, aku sempet manggil nama kamu. Engga tau deh bagian itu Bunda karang atau beneran”ucap Yohan tertawa setelahnya.

“Dulu kita tuh terlalu bergantung satu sama lain, jadi pas kita pisah sama-sama kehilangan”ucap Yohan dengan senyum di wajahnya. Hening menyelimuti keadaan di dalam mobil Yuvin malam itu.

“Jangan pisah lagi ya? Biar kita engga ngerasa kehilangan buat kedua kalinya”ucap Yuvin mencoba menghangatkan suasana malam itu.

“Kalo kita keterima di universitas yang beda, berarti pisah dong?“ucap Yohan tertawa yang mendapat rajukan dari Yuvin.

fin

“preman sekolah kok pingsan mulu tiap upacara”

“lah mending dia ikut upacara, dibanding engga sama sekali?”

Seungkwan dan beberapa anggota PMR pagi itu kembali bertugas saat upacara bendera berlangsung. Upacara baru berlangsung selama lima belas menit hingga tiba-tiba suara debuman kencang terdengar.

“Hansol, pingsan”ucap salah seseorang siswa di barisan belakang.

“Lagi?“ucap Seungkwan bingung. Seungkwan dan dua anggota PMR lainnya pun membawa Hansol keruang kesehatan.

“preman sekolah kok pingsan mulu tiap upacara”ucapa salah seorang anggota PMR di dalam ruangan kesehatan tersebut.

“lah mending dia ikut upacara, dibanding engga sama sekali?“ucap Seungkwan yang masuk ke dalam ruang kesehatan dengan membawa satu bungkus nasi yang ia beli di kantin tadi.

“Tumben lo beliin nasi? Biasanya cuma roti?“ucap teman Seungkwan lagi.

“Kayanya maag kan ga boleh makan roti! Gimana sih anggota PMR ga tau begituan?“ucap Seungkwan sewot, membuat temannya undur diri kembali ke lapangan upacara.


“Lain kali sarapan kalo mau upacara, kalo alesan engga sarapan karena telat bangun berarti bangunnya lebih pagi setiap hari senin biar engga pingsan lagi”ucap Seungkwan panjang lebar sesaat setelah Hansol kembali sadar.

Hansol menarik nafas panjang sebelum menyantap makanan yang telah disiapkan Seungkawan dan mengkonsumi obat pereda nyeri setelahnya. Seungkawan memperhatikan setiap gerak-gerik hansol, orang yang terkenal disekolah karena perilaku minusnya.

“Gue bukan engga sarapan karena telat bangun dan gue juga engga akan pernah telat bangun. Tapi ada beberapa keadaan yang bahkan engga lo tau dari kehidupan orang lain”ucap Hansol sebelum pergi meninggalkan Seungkwan yang memaku di tempat.

“Bokap nyokapnya engga akur, setau gue mereka dua-duanya engga ada yang mau ngalah sama karir. Gue juga kali males makan satu meja sama orang yang adu argumen terus menerus. Bahkan kayanya tuh Hansol ga pernah tidur nyenyak karena argumen orang tuanya”

Seungkwan menatap Hansol yang sedang bermain basket di lapangan. Rambut terlampau panjang untuk ukuran anak sekolah, baju yang dikeluarkan serta adanya sedikit robekan di celana yang mungkin di akibatkan karena terjatuh saat bermain bola.

Tadi, setelah kejadian di ruang kesehatan akhirnya Seungkwan tau alasan mengapa Hansol mengatakan hal yang cukup membuat dirinya terkejut. Seungkawan juga teringat pepatah terkenal yang mengatakan, “Do not judge book by it's cover”.


“Cowo kok pingsan mulu!!”

“Bisa ga jangan protes? Kalo gamau angkut orang pingsan, engga usah masuk PMR. Paham?“ucap Seungkwan dengan sedikit sulutan emosi saat dua orang anggota PMR lainnya yang sedang mengangkat hansol tersebut menggerutu.

“Biar gue jagain disini. kalian balik aja ke lapangan”ucap Seungkwan setelah mereka tiba di ruang kesehatan.

“Bangun! Engga usah pura-pura pingsan”ucap Seungkwan santai.

“Engga ada ornag pingsan yang nahan berat badannya secara sengaja ya”ucap Seungkwan lagi yang berhasil membuat Hansol membuka kedua matanya.

“Lo kalo mau tidur di ruang kesehatan coba aktingnya lebih bagus lagi deh”ucap Seungkwan tersenyum menatap Hansol.

“Tadinya gue mau bilang makasih, tapi lo beneran ga bisa diem bentar ya?“ucap Hansol menatap Seungkwan tajam.

“Lo kan yang tiap senin taroh bekal di loker gue?“tanya Hansol dan Seungkwan hanya dapat diam.

“Udah empat kali hari senin dan tadi gue mergokin pas lo lagi taroh bekal di loker gue”Hansol menjelaskan.

“Engga mau ngasih penjelasan apapun gitu? Tadi ngomong mulu sampe engga bisa diberhentiin”ucap Hansol dengan sedikit tawa diujung kalimatnya.

“Sorry buat sebulan yang lalu”ucap Seungkwan pelan.

“Jadi, lo udah tau? Alasan gue ga pernah sarapan dan hampir selalu pingsan tiap upcara?“tanya Hansol dan Seungkwan mengangguk. Setelahnya, suasana di dalam ruang kesehatan tersebut kembali hening.


“Lo liat hansol ga? Sumpah ganteng banget! Dia kayanya habis potong rambut ya?”

“Hansol hari ini beda banget! Seragamnya rapih, rambutnya juga ga urakan. Beneran deh makin ganteng!”

“Pasti gantengnya nambah deh kalo dia ga pernah skip kelas!”

“Orang yang suka sama Hansol makin ngantri deh, dia nakal aja banyak yang suka apalagi berubah begini”

Pagi itu Sekolah Seungkawan cukup ramai dengan berita berubahnya Hansol sang preman sekolah. Seungkwan yang baru saja tiba di sekolah dan belum bertemu Hansol pun penasaran dengan perubahan pada diri Hansol hari itu.

Tangan Seungkwan berhenti bekerja saat ia membuka loker miliknya. Sebuah kantong plastik berisikan triangle kimbap dan susu strawberry itu Seungkan keluarkan dari lokernya dengan perasaan bingung.

Tidak ada salahnya kan kira berubah lebih baik karena seseorang? Terlebih jika orang itu sudah berkorban buat diri kita sendiri! See you on rooftop! Sarapan bareng?

Seungkwan tersenyum membawa surat kecil di dalam kantong plastik. Ia melangkah cepat menuju rooftop untuk bertemu seseorang yang sudah menunggu bekal makanan yang dibawa Seungkwan di dalam tas.

fin

Byungchan memperlihatkan secarik kerta kepada Wooseok dan sukses membuat Wooseok membulatkan matanya. Wooseok membaca kata demi kata yang terdapat dalam kertas tersebut sambil sesekali melirik ke arah Byungchan.

“Chan, lo serius? Pas awal kuliah, gue sama Sejin ikut organisasi kan lo gamau ikutan”ucap Wooseok bingung.

“Gue mau ngasah soft skill gue nih, Seok! Bantuin ya?“ucap Byungchan tersenyum cerah.

“Mengasah soft skill atau biar bisa liat Bang Seungwoo tiap hari?“ucap Sejin yang baru saja bergabung bersama Wooseok dan Byungchan.

“Kalian kenapa sih? Temen mau berubah ke arah yang lebih baik kok malahan diraguin begini?“ucap Byungchan mengerucutkan bibirnya, ia merajuk.

“Iya jangan ngambek! Ini gue kasih Jinhyuk, kebetulan dia ketuanya. Tapi gue gabisa jamin kalo lo bisa gabung di kepanitiaan kali ini ya? Soalnya ini acara gede”ucap Wooseok menjelaskan dan Byungchan mengangguk antusias.


“Jadi ini kepanitiaan pertama di kampus? Udah semester empat dan baru mau coba kepanitiaan?“tanya Jinhyuk kepada Byungchan saat sesi interview siang itu.

“Lebih baik terlambat dibanding engga mencoba sama sekali kan, bang?“ucap Byungchan percaya diri dan membuat Jinhyuk memijat pelipisnya pelan.

“Coba lo promosiin diri lo dan kasih gue satu keyakinan biar lo bisa gabung jadi anggota di kepanitiaan kali ini”ucap Jinhyuk serius dan Byungchan memulai promosi akan dirinya.

Setidaknya, setengah jam waktu yang di butuhkan Jinhyuk untuk dapat mewawancarai sahabat kekasihnya itu. Jinhyuk tidak ingin menerima Byungchan dengan mudah hanya karena Byungchan sahabat kekasihnya sendiri.

“Gimana, Hyuk? Byuncghan kira-kira lolos ga?“ucap Wooseok menghampiri Jinhyuk yang sedang mengolah hasil wawancara beberapa saat lalu. Jinhyuk diam dan hanya tersenyum ke arah kekasihnya.

“Hyuk, gue kayanya butuh satu orang lagi deh buat bantu perlengkapan. Mahasiswa baru juga engga apa-apa deh”ucap seseorang yang tiba-tiba datang menghampiri Jinhyuk dan Wooseok.

Lelaki itu Seungwoo, masih diam di tempat memandangi sepasang kekasih yang sedang beradu tatap. Baru saja Seungwoo akan pergi dari tempat itu, tetapi langkahnya di tahan oleh Jinhyuk.

“Bukan Mahasiswa baru nih, tapi dia belum pernah ikut kepanitiaan. Gimana?“ucap Jinhyuk menyerahkan secarik kertas.

“Gue jamin anaknya pekerja keras kok, bang! Kalo emang ga bisa dibilangin, bentak dikit aja juga dia kebal”ucap Wooseok tersenyum meyakinkan.

“Oh boleh deh, lo yang hubungin kan? Langsung suruh dateng pas rapat besar aja ya”ucap Seungwoo sebelum berlalu pergi meninggalkan Jinhyuk dan Wooseok lagi.

“Sebenarnya yang ketua panitia itu aku atau Seungwoo sih, yang?“ucap Jinhyuk bingung dan Wooseok hanya tertawa.

“Kamu ketua acara, tapi dia ketua BEM, Tetep menang Bang Seungwoo!“ucap Wooseok lagi.


“Byungchan!“Wooseok memanggil sahabatnya yang berdiri beberapa meter di hadapannya. Hampir sebulan setelah Byungchan diterima menjadi panitia dibawah Koordinasi Seungwoo, Byungchan jadi sulit untuk ditemui.

Belum sempat Wooseok menghampiri sahabatnya itu, Byungchan sudah kembali berjalan bersama Seungwoo dan Byungchan hanya dapat meminta maaf dengan lisannya sambil berjalan menjauh.

“Byungchan kenapa engga dari dulu ya gabung di kepanitiaan? Dia cocok loh kerja sama Seungwoo”ucap Jinhyuk yang sudah berdiri di belakang kekasihnya.

“Byungchan itu paling susah buat keluar dari comfort zone dia. Setiap ada open recruitment kepanitiaan, aku sama Sejin selalu ajak dia tapi Byungchan selalu ga mau”ucap Wooseok menjelaskan.

“Terus kenapa sekarang tiba-tiba mau?“tanya Jinhyuk bingung.

Wooseok pun menceritakan semua hal yang dapat merubah hidup Byungchan saat ini. Pidato kemenangan Seungwoo atas posisi Ketua BEM saat itulah yang berhasil membuat Byungchan berani keluar dari comfort zonenya.

Saat itu, Seungwoo membicarakan bahwa apa yang mungkin akan terjadi setelah kehidupan perkuliahan. Dimana kehidupan setelah ini, tidak semudah yang dibayangkan. Seungwoo juga mengatakan berkaitan dengan soft skill bagaimana orang dapat dengan mudah beradaptasi dengan lingkungan barunya.

“Ah berarti Seungwoo bawa pengaruh baik dong ke Byungchan?“tanya Jinhyuk dan Wooseok mengangguk.

“Iya! Yang bikin buruk itu, aku jadi susah ketemu Byungchan tau! Aku kehilangan anak ayam akuuu”ucap Wooseok dengan bibir mengerucut gemas.

“Yang, Byungchan itu punya pacar? Atau gebetan?“tanya Jinhyuk dan Wooseok menggeleng.

“Engga sih! Tapi aku sama Sejin suka ledekin kalo Byungchan suka sama bang Seungwoo sampe dia mau ikutan kepanitiaan haha tapi kayanya engga sih, tuh Byungchan beneran fokus sama kerjaan kepanitiaan kayanya”ucap Wooseok menjelaskan lagi.

“Seminggu yang lalu Seungwoo nanya ke aku tentang Byungchan sih, tapi kamu jangan bilang temen kamu dulu ya?“ucap Jinhyuk dan Wooseok mengangguk.

“Waktu awal rapat kecil setiap divisi, Seungwoo bilang kalo Byungchan itu pasif. Awalnya Seungwoo kesel, soalnya jadi lambat kerjanya. Tapi akhirnya lama-lama Seungwoo tau kalo Byungchan lagi berusaha keluar dari comfort zone dia dan Seungwoo maklumin kalo itu ga gampang”ucap Jinhyuk memulai ceritanya.

“Terus Seungwoo juga sempet kesel, soalnya Byungchan ga pernah pesen makan kalo lagi rapat! Makanan yang di sediain rame-rame aja engga dia sentuh”ucap Jinhyuk dan Wooseok tertawa.

“Byungchan emang paling anti makan sama orang yang engga dikenal, dia mending nahan laper dibanding makan sama orang lain”ucap Wooseok tertawa.

“Nah itu dia! Makanya setelah itu, selesai rapat pasti Seungwoo selalu bawa Byungchan ke tempat makan lain. Disitu Byungchan dipaksa makan karena diancem bakalan dilaporin ke aku tentang kinerja dia”ucap Jinhyuk melanjutkan ceritanya.

“Oh makanya Byungchan selalu pulang malem kalo rapat tuh karena Bang Seungwoo maksa ngajak makan Byungchan ya?“tanya Wooseok dan Jinhyuk mengangguk.

“Terus kayanya Bang Seungwoo mulai suka sama Byungchan, tapi Bang Seungwoo takut keliatan engga profesional kalo nyatain perasaannya sekarang”ucapan terakhir Jinhyuk membuat Wooseok gembira.

“Huaa! Akhirnya anak ayam aku bakalan punya pacar!!“ucap Wooseok antusias.

“Siapa?“Wooseok dan Jinhyuk menoleh dan mendapati Byungchan serta Seungwoo sudah berada di belakang mereka lagi.

“Batagor! Buat gue ya, Seok?“ucap Byungchan memohon dan Wooseok menyerahkan batagor miliknya untuk Byungchan.

“Byungchan, kamu kan belum makan siang! Jangan nyemil, nanti jadi ga mau makan nasi”ucap Seungwoo membuat Byungchan mengembalikan batagor milik Wooseok dengan tatapan sedih.

“Iya bener kata bang seungwoo! Udah sana kerja lagi yang bener ya? Biar acara laki gue sukses”ucap Wooseok sambil mengusap puncak kepala Byungchan karena gemas.

fin

cerita akhir liburan.


Mas Seungyoun memasuki pekarangan sebuah rumah dengan senyum terbaiknya, Bagaimana tidak, Dek Sejin sudah menunggu di depan pintu juga dengan senyum terbaiknya. Berpisah hampir seminggu bukanlah perkara mudah untuk mereka yang sudah menikah lebih dari lima belas tahun tersebut.

“Dodo sama Dede mana?“tanya Mas Seungyoun, saat tidak menemukan kedua anaknya sama sekali.

“Lagi pada fokus main hape tuh diruang tengah”ucap Dek Sejin berjalan disebelah suaminya tersebut.

Baik Dodo maupun Dede, tidak ada satupun yang menyadari kedatangan Mas Seungyoun bahkan sampai Mas Seungyoun mengambil gambar keduanya yang sedang fokus dengan ponsel pintar masing-masing.

“Kalo tambah satu anak yang belum bisa main handphone kayak seru ya? Baba sama Bubunya ga akan di cuekin deh pastinya”ucap Mas Seungyoun yang berhasil mendapatkan perhatian kedua anaknya tersebut.

“Ahhh Baba!!“Dede yang terlebih dahulu berlari menggejar Mas Seungyoun dan memeluknya. Walaupun tinggi Dede sudah melampaui Dek Sejin, Dede tetaplah anak kecil manja di hadapan kedua orang tuanya.

Dodo hanya memeluk Mas Seungyoun sebentar. Terlalu gengsi untuk anak lelaki seusianya menunjukan rasa kasih sayang kepada keluarga. Walaupun terkadang, Dodo tetaplah anak manja terutama di hadapan Dek Sejin.

“Ba, kemarin aku tanem bunga! Kata Oma, mungkin pas aku kesini dua bulan lagi bakalan udah mekar”ucap Dede antusias dan Mas Seungyoun mendengarkan semua cerita Dede dengan antusias juga.

“Gimana nak Seungyoun? Sejin bilang, banyak tragedi dirumah?“ucap Ibunda Dek Sejin yang membuat Mas Seungyoun tertawa.

Mas Seungyoun pun menceritakan semua kejadian yang ia alami selama ditinggal berlibur oleh Dek Sejin, Dodo serta Dede selama hampir satu minggu tersebut.

“Sejin dengar kan, Masmu itu udah nyerahin seluruh hidupnya ke kamu tanpa terkecuali jadi kamu ga ada alasan kalo suatu saat harus ninggalin mas seungyoun”ucap Bapak dari Dek Sejin.

“Kemarin saya juga sempat bilang begitu, Pak. Tapi saya percaya sama Dek Sejin, kalo Dek Sejin ga akan pernah ninggalin saya ataupun anak-anak”ucap Mas Seungyoun yang sedikit menarik pinggang Dek Sejin untuk direngkuh walaupun hanya bertahan tiga menit, karena setelahnya baik Dodo maupun Dede berebut untuk memeluk Dek Sejin.

Love alarm.


“Please, jin... Bantuin gue, ya?“Sejin mendengus kesal saat sahabatnya mencoba meyakinkannya akan satu hal.

“Engga ah, gue gamau! Kenapa engga lo aja yang coba? Itu kan project lo?“ucap Sejin malas.

“Lagipula kan udah Jinhyuk, nah lo bisa cobain langsunh berdua kan?“ucap Sejin tersenyum tetapi membuat Wooseok sahabat Sejin merengut.

“Hm... Kalo ga bunyi gimana? Masa gue harus putus sama Jinhyuk?“ucap Wooseok lemah.

“Siapa yang bilang lo harus putus? Kan bisa aja itu artinya project lo belum berhasil dan harus lo upgrade lagi sampai berhasil”ucap Sejin meyakinkan Wooseok.

“Apa nih ngomongin putus sama engga berhasil?“Sejin dan Wooseok serempak menoleh dan mendapati Jinhyuk, kekasih Wooseok sudah berada di belakang mereka bersama dengan lelaki lainnya.

“Sejin gamau nyobain project yang baru aku buat! Dia bilang biar kita yang nyoba, kalo alarmnya ga bunyi kan berarti kita ga cocok?“ucap Wooseok menjelaskan kepada Jinhyuk yang sudah di hadapannya.

“Ihhh kan udah gue bilang tadi! Belum tentu kalian yang ga cocok, siapa tau project lo belum berhasil kan? Kelon seminggu tiga kali kok masih bilang ga cocok?“kalimat terakhir Sejin berhasil membuat lelaki di hadapannya tersedak. Ia adalah teman yang datang bersama Jinhyuk beberapa menit yang lalu.

“Youn, lo ga apa-apa? Makanya kalo yang lain belum mulai makan tuh jangan mulai duluan”ucap Jinhyuk bergurau dan berhasil mendapatkan pukulan ringan dikepalanya yang membuat Wooseok dan Sejin tertawa.

“Oh iya! Ini Seungyoun, temen kuliah gue. Hari ini hari pertamanya di divisi gue”ucap Jinhyuk memperkenalkan temannya tersebut.

“Oh Seungyoun? Pantesan gue liat kok ga asing, tapi gue takut salah orang tadi”ucap Wooseok tertawa kecil.

“Gue juga ga nyangka Jinhyuk masih sama lo haha Malahan sekarang udah naik tahap sampe kelon seminggu sekali ya? Dulu kayanya sebulan sekali doang”ucap Seungyoun enteng yang membuay Wooseok terkejut.

“Aku ga cerita ya, yang! Dia nih emanh serba tau bahkan hal yang engga aku ceritain sama sekali”ucap Jinhyuk berkelit.

Keempat lelaki dewasa tersebut pun melanjutkan makan sianh mereka dengan Wooseok yang masih membujuk Sejin agar dapat membantunya dalam project terbarunya.

“Project apaan emang? Sini gue bantuin deh”ucap Seungyoun penasaran.

Wooseok pun menceritakan project terbarunya yang akan diluncurkan tiga bulan lagi, jika berhasil. Wooseok harus mempunyai seseorang untuk dapat membuktikan hasil tersebut dalam tiga bulan ke depan.

“Ah! Jadi ini gue download dulu? Terus nanti gue isi sesuai profil gue? Semacam dating apps gitu kan?“tanya Seungyoun dan Wooseok mengangguk antusias.

“Jin... Tuh Seungyoun aja mau! Masa lo gamau bantuin gue sih?“ucap Wooseok yang lagi-lagi masih berusaha membujuk Sejin.

“Masa satu orang kurang sih, Seok?“ucap Sejin bingung.

“Ini kan uji coba tiga bulan ke depan, nah kalo aplikasi Seungyoun ga bunyi dalam tiga bulan kedepan yang artinya dia belum ketemu orang yang dia suka kan berarti gue masih ada lo buat nentuin hasilnya”ucap Wooseok menjelaskan.

“Terus lo pikir, gue bakalan ketemu orang yang gue suka selama tiga bulan kedepan?“tanya Sejin malas yang membuat Wooseok terdiam.

“Engga ada yang engga mungkin di dunia ini, Jin! Jangan patah semangat!!!“ucap Jinhyuk tersenyum dan akhirnya Wooseok berhasil membujuk Sejin untuk membantunya.


“Youn, jangan lupa aplikasinya di aktifin ya!“ucap Wooseok siang itu saat ia dan Jinhyuk kembali makan siang bersama Sejin dan Seungyoun.

“Oh harus dinyalain? Gue kira udah otomatis bakal bunyi kalo udah log in“ucap Seungyoun terkekeh.

“Gue udah request begitu, setidaknya biar kayak aplikasi lain yang notifikasinya tetep bakalan masuk walaupun kita ga buka aplikasinya. Tapi belum ada feedback tuh!“ucap Wooseok melirik Jinhyuk tajam.

“Antri dong, sayang! Kan kita ngerjain segala sesuatu sesuai antrian”ucap Jinhyuk tersenyum.

“Tenang aja, kamu cuma perlu antri di kerjaan. Sisanya kamu pasti nomer satu!“ucap Jinhyuk lagi yang membuat Wooseok mengerlingkan matanya malas.

“Jin, mana aplikasi lo? Udah log in kan?“ucap Wooseok tetapi Sejin hanya diam dan hanya menyerahkan ponsel pintarnya.

Wooseok mendecak sebal sambil memeriksa ponsel Sejin dan mengatur segala hal dalam aplikasi yang akan diluncurkan dua bulan lagi tersebut.

“Kalian nyalain aja pas di tempat rame ya? Misal di Mall, Halte, Kantor atau Kantin begini juga bisa”ucap Wooseok menjelaskan.

“Yaudah coba aja nyalain dua-duanya, mumpung kantin masih rame nih”ucap Jinhyuk memberikan ide.

“Punya Seungyoun udah aktif, punya Sejin handphonenya lowbatt“ucap Wooseok pasrah.

●●●

“Sejin, mau balik?“Sejin sedikit merunduk saat sebuah mobil berhenti di depannya dan mengangguk setelahnya.

“Bareng gue aja yuk! Kalo engga salah, unit kita cuma beda gedung aja kan?“tanya Seungyoun lagi dan Sejin pun menerima ajakan Seungyoun tersebut.

“Baru dimatiin?“tanya Seungyoun saat tidak sengaja melihat Sejin mematikan aplikasi milik Wooseok.

“Iya, kasian juga Wooseok soalnya udah sisa satu setengah bulan lagi buat uji coba”ucap Sejin menjawab.

“Punya lo masih diaktifin?“tanya Sejin dan menoleh kearah Seungyoun disebelahnya. Lelaki yang sedang fokus mengendarai kendaraan itu menggeleng.

“Tapi jangan bilang Wooseok ya? Gue baru matiin pas tadi keluar kantor kok, soalnya kan dari kantor sampe apart juga gue sendirian”ucap Seungyoun menjelaskan dan Sejin memgangguk mengerti.


“Huaaaa gagal nih kayanya project gue”ucap Wooseoo yang membenamkan wajahnya dianta kedua tangannya.

“Masih ada sebulan kan? Lo uji coba ke orang lain aja, coba! Lebih banyak lebih baik kan?“ucap Sejin yang berusaha memberikan saran.

“Gue harus naikin proposal kalo nambah orang buat uji coba. Kemaren yang disetujui cuma uji coba buat dua orang”ucap Wooseok menjelaskan dan setelahnya membuat Sejin tidak enak hati.

Sejin pun menyalakan kembali aplikasi uji coba milik Wooseok sembari memerintahkan sahabatnya untuk menyantap makan siangnya.

Triiiiing Triiiiiing Triiiiiing

Wooseok menegapkan tubuhnya saat alarm pada ponsel Sejin berbunyi dan memeriksa notifikasi yang baru saja masuk ke dalam ponsel pintar Sejin.

Seseorang dalam radius 10 meter, menyukaimu

Wooseok menjerit saat melihat dan membaca notifikasi tersebut, membuat beberapa orang menoleh bahkan Jinhyuk dan Seungyoun yang baru saja tiba di meja tersebut juga terkejut.

“Kamu kenapa sih, yang?“ucap Jinhyuk bingung karena teriakan dan ekspresi bahagia kekasihnua tersebut.

“Liat!!! Aplikasi aku berhasil, Hyuk!!!“ucap Wooseok menunjukan ponsel milik Sejin.

“Sepuluh meter? Siapa tuh?“pertanyaan Seungyoun membuat keempat lelaki dewasa tersebut menoleh dan mencari.

“Gila banyak banget? Satu diantara lima belas orang ini suka sama Sejin, berarti?“tanya Jinhyuk dan Wooseok mengangguk.

“Tapi gue cuma kenal tujuh orang, tiga termaksud kalian”ucap Sejin pelan tetapi berhasip membuat Wooseok penasaran.

“Lo lagi suka sama orang kan, Jin? Cerita sama gue!“ucap Wooseok mendesak.

“Engga! Suka sama siapa sih? Udah makan tuh makanan lo, atau gue matiin nih aplikasinya?“ucap Sejin ketus.

“Iyaaaa gue makan! Jangan dimatiin, please?“ucap Wooseok memohon.

“Itu ukurannya cuma sampe 10 meter aja? Atau bisa kurang dari 10 meter?“tanya Seungyoun penasaran.

“Pengaturannya sih baru sepuluh meter, tapi nanti gue bikin sampe radius satu meter biar orang-orang ga bingung!“ucap Wooseok bersemangat.


“Loh? Baru mau balik, Jin? Habis lembur?“tanya Seungyoun saat berpapasan dengan Sejin di lift dan Sejin mengangguk.

“Bareng gue lagi aja deh, yuk!“ucap Seungyoun lagi dan Sejin pun kembali menerima ajakan Seungyoun, karena dirinya sudah terlalu lelah bahkan jika harus menunggu taksi.

“Mau makan dulu ga?“tanya Seungyoun saat mobil yang dikendarainya sudah keluar dari area parkir kantornya dan Sejin.

“Di apart aja deh, capek banget nih gue! Tapi kalo lo mau makan dulu, engga apa-apa kok”ucap Sejin pelan.

“Yaudah pesen aja deh kayak lo, gue juga udah mau mandi banget nih ga betah”ucap Seungyoun.

“Mau pesen apa? Nanti biar di anter ke unit gue dulu”ucap Sejin sambil menggulirkan layar ponselnya. Seungyoun pun menyebutkan pesanannya.

“Nanti gue ke unit lo habis ngecas handphone sama mandi ya? Nomer unit lo berapa? 404, tower X ya!“ucap Sejin sesaat sebelum turun dari mobil Seungyoun dan Seungyoun pun mengangguk mengerti.

●●●

Seungyoun menunggu Sejin membuka pintu apartment Sejin sesaat setelah dirinya menekan bel saat tiba di depan unit milik Sejin tersebut.

“Maaf lama! Si Wooseok barusan nelfon”ucap Sejin yang merasa tidak enak terhadap Seungyoun.

“Youn, lo kalo mau makan disimi ga apa-apa loh? Dibanding ribet bawa ke unit lo kan?“ucap Sejin menawari ajakan makan malam bersama.

Seungyoun membantu Sejin menyiapkan makan malam mereka. Suasana cukup hening karena keduanya tidak ada yang kembali membuka percakapan baru. Tetapi suasana hening tersebut seketika ramai saat ponsel yang Seungyoun genggam berbunyi.

Triiiiing Triiiiiing Triiiiiing

Seungyoun yang baru saja iseng membuka aplikasi uji coba milik Wooseok itu pun seketika terkejut saat sebuah notifikasi di ponselnya muncul. Ia melirik kearah Sejin yanh sepertinya juga terkejut dengan bunyi notifikasi di ponselnya.

Seseorang dalam radius 10 meter, menyukaimu

“Jin, handphone lo dimana?“ucap Seungyoun setelah memberanikan diri membuka suara.

“Ah! Ini....“ucap Sejin menyerahkan ponselnya kepada Seungyoun dan yang selanjutnua terjadi semakin membuat keduanya terkejut.

Ponsel Sejin juga berbunyi dan sebuah notifikasi yang sama pun muncul, membuat Seungyoun dan Sejin saling beradu tatap diam di tempat. Keduanya terdiam cukup lama hingga ponsel Sejin kembali berbunyi, tanda adanya telfon masuk.

Wooseok is calling...

Sejin maupun Seungyoun diam di tempat dan tidak ada sedikitpun niat untuk menerika panggipan telfon Wooseok tersebut hingga berakhir dengan sendirinya.

From: Wooseok Sejin angkat telfon gue!! Gue dapet notif kalo alarm lo bunyi Lo sekarang lagi dimana?

From: Jinhyuk Youn, dimana lo? Katanya Wooseok nerima notif kalo alarm lo bunyi Kabarin gue ya!

Baik Seungyoun maupun Sejin masih enggan membalas pesan singkat yang masuk ke dalam ponsel mereka. Seungyoun dan Sejin masih mencerna apa yang terjadi saat itu dan mencoba memikirikan bagaimana menjelaskan hal tersebut kepada Wooseok.

fin

Bab III: [di] jodoh [in] Sub-bab: Dimulai


“Dek, kamu udah punya pacar belum sih?“ucap Myungsoo yang tengah fokus mengendarai mobilnya. Wooseok diam tidak menjawab pertanyaan sang kakak.

“Mau sama Seungwoo ga?“ucap Myungsoo lagi yang membuat Wooseok menoleh ke arah sang kakak laki-laki satu-satunya itu.

“Baik tuh dia orangnya, gue kan udah kenal lama sama dia”ucap Myungsoo lagi saat sang adik tidak menggubris pertanyaannya sama sekali.

“Kalo Mas Seungwoo ga mau sama aku gimana? Yakin banget dia jomblo?“jawab Wooseok yang mencoba menetralkan degup jantungnya yang berpacu cepat.

“Gue baru tau kalo lo manggil Seungwoo pake mas“Myungsoo dengan nada setengah meledek melirik sang adik disebelahnya.

“Dikantor juga gue manggil yang lebih tua pake panggilan mas engga ada yang spesial”ucap Wooseok malas yang membuat Myungsoo tertawa.

“Hahaha gue mau jodohin lo sama Seungwoo juga bukan asal doang! Gue udah mikirin ini selama dua minggu, kali”ucapan Myungsoo membuat Wooseok semakin bingung.

“Inget kan yang gue bilang semoga lo bisa dapet pacar yang bisa ngeladenin ke-BM-an lo itu? Itu gue beneran mikir kali! Kasian adek gue satu-satunya harus nungguin gue balik kerumah kalo BM sesuatu”ucap Myungsoo sedikit tertawa.

“Terus kenapa harus Mas Seungwoo? Kenapa engga Mas yang lain? Temen kakak ditempat kerja gitu?“tanya Wooseok bingung.

“Ditempat kerja kan gue baru kenal dua sampe tiga tahun, kalo Seungwoo itu udah kenal dari jaman kuliah. Apa lo naksir sama temen gue yang lain?“tanya Myungsoo yang membuat Wooseok menggeleng.

“Udah tenang aja, gue ga bakal bikin lo malu kok dengan jodoh-jodohin lo secara terang-terangan sama Seungwoo”ucap Myungsoo meyakinkan dan Wooseok hanya bisa mengiyakan permintaan sang kakak.

“Kalau tidak dicoba, bagaimana bisa tau cocok atau engga?”batin Wooseok dalam hati.