semestakapila

Senyum Changmin merekah kala melihat Juyeon yang berdiri di tengah kerumunan. Lelaki tersebut melambaikan ponsel di genggamannya agar lelaki yang lebih kecil darinya dapat dengan mudah menemukannya.

“Juyooo!” Changmin setengah berlari memeluk kasihnya tersebut.

“Gimana? happy?” tanya Juyeon yang langsung dibalas anggukan antusias.

Juyeon tersenyum gemas sembari mengusak kepala kekasihnya sebelum akhirnya ia menggengam tangan Changmin agar dapat membelah kerumunan malam itu.


Keduanya masih terdiam di dalam kamar indekos milik Sunwoo. Tidak ada yang memulai perbincangan bahkan setelah keduanya menghabiskan lima belas menit dalam keheningan.

“Ric...”

“Nu...”

Kedua pasang mata tersebut akhirnya bertemu. Panggilan serempak yang diucapkan sukses membuat suasana kembali hening. Sunwoo pun menarik nafas panjang. Ia memberikan isyarat kecil, bahwa dirinya akan mulai berbicara.

“Boleh gue duluan yang ngomong engga, Nu?” Sunwoo kalah cepat dan akhirnya mempersilahkan Eric untuk berbicara lebih dulu.

“Pertanyaan gue yang dichat tadi belum lo jawab, lo kangen gue, nu?” Eric berucap terlampau santai, berbeda dengan lelaki di hadapannya saat ini.

“Semalem gue belum tidur pas lo ngomong begitu. Maaf kalo gue salah denger dan lupain aja pertanyaan gue tadi. Jadi, lo mau ngomong apa?” Eric tersenyum menatap Sunwoo. Sebuah senyuman yang benar-benar Sunwoo rindukan.

“Iya, Ric. Iya, gue kangen lo...” Setidaknya butuh tiga menit untuk Sumwoo mengucapkan kalimat tersebut. Detik berikutnya yang terjadi adalah Eric yang membawa dirinya menabrak tubuh Sunwoo hingga keduanya terbaring bertindihan di atas kasur.

“Eric juga kangen sama Sunwoo. Kangem banget...” Sunwoo tersenyum mendengar penuturan lelaki yang lebih kecil darinya itu. Ia pun memberanikan dirinya untuk memeluk Eric yang saat ini berada di atasnya.


Sunwoo masih dengan setia memainkan helai rambut Eric. Sedangkan yang lebih muda dengan nyaman meletakan kepala di atas dada bidang tersebut dengan jari yang asik menggambar abstrak di atas perut.

“Nu, tau engga? Eric tuh selalu ingat kata-kata Sunwoo sebelum kita putus waktu itu.” Sunwoo menaikkan sebelah alisnya, mencoba mengingat perkataan yang dimaksud sang kekasih tersebut.

“Sebuah rumah akan selalu membuka lebar pintunya khusus untuk pemilik rumah. Walau sang pemilik sempat melupakannya.” Eric berucap sembari menatap Sunwoo dan mendaratkan kecup singkar dibibir Sunwoo setelahnya.

“So...” Eric menjeda kalimatnya.

“So?” Sunwoo mencoba mencari tau kalimat selanjutnya yang akan Eric ucapkan.

“Welcome home, Sunwoo! Eric sayang Sunwoo.” Eric tersenyum teramat lebar sebelum menyembunyikan wajahnya di perpotongan leher milik Sunwoo.

“Sunwoo juga sayang Eric! Makasih udah selalu membuka pintu yang lebar, khusus buat Sunwoo.” Sebuah kecup ditinggalkan Sunwoo sedikit lama di puncak kepala sang kekasih. Malam itu, keduanya tidur berpelukan dan menyalurkan rasa rindu satu sama lain.

end.

Juyeon hanya melirik sekilas saat Chanhee membuka pintu mobil dan duduk di sebelahnya. Senyum cerah Chanhee sore itu tidak dapat membuat Juyeon merekahkan senyumnya juga. Alasannya klise, karena Chanhee tidak menjawab pernyataan sayang yang Juyeon lontarkan dalam pesan singkat.

Chanhee melirik ke arah Juyeon karenabmerasa sang kekasih diam seribu bahasa bahkan saat mobil yang dikendarai telah melaju pelan. Chanhee memperhatikan Juyeon dengan seksama dengan senyum masih merekah di bibirnya.

“Wah rekor nih! Pertama kalinya kamu ga minta cium pas kita ketemu!!” Chanhee menepuk kedua tangannya tepat di samping telinga Juyeon, membuat Juyeon sedikit berjengit di tempatnya. Juyeon lagi-lagi hanya melirik sekilas ke arah sang kekasih.

Perjalanan terasa hening setidaknya dua puluh menit pertama karena setelahnya Chanhee justru tertawa terbahak sendirian dan membuat Juyeon lagi-lagi berjengit di tempatnya. Chanhee menarik lengan juyeon dan menempel pada kekasihnya yang sedang fokus mengendarai mobilnya itu.

“Ini tuh bahaya kalo kamu begini, tau!” Juyeon mencoba melepas lengan Chanhee yang menggelayut manja di lengannya. Sebenarnya, hal itu biasa mereka lakukan ketika sedang di dalam mobil. Tetapi, entah mengapa untuk sore itu Juyeon menolaknya.

“Juyeonnn, aku minta maaffff” Chanhee masih bergelayut manja di lengan Juyeon dan masih juga tertawa terbahak yang membuat Juyeon bingung.

“i love you! i love you, so much! i love you, lee juyeon!!!” Chanhee mengecup pipi Juyeon secara bertubi-tubi bersamaan dengan pernyataan cintanya kepada sang kekasih. Juyeon masih diam di tempatnya dan masih tetap fokus kepada jalanan yang mulai padat.

“Maafin akuuu!! Tadi tuh aku liat prank engga ngejawab pernyataan sayang pacar dan liat reaksinya! Eh taunya kamu ngambek beneran? Maaf sayangggg” Chanhee kali ini mencubit pipi Juyeon karena terlampau gemas dengan ekspresi kekasihnya yang masih saja datar.

“Maafin aku ya? Mau kan maafin aku? Tadi aku cuma bercanda doang, kok!” Chanhee mengusap kedua telapak tangannya memberikan gesture meminta maaf kepada sang kekasih yang masih diam seribu bahasa.

“Kamu beneran ngambek? Kita batalin aja apa ya nontonnya kalo begini? Jangan diemin akuuu” Chanhee mulai panik karena Juyeon belum juga mau membuka suaranya.

Juyeon menarik nafasnya panjang sebelum menarik salah satu tangan Chanhee dan menggenggamnya. Ia bahkan berkali-kali mencium punggung tangan sang kekasih hingga membuat wajah Chanhee memerah karena perlakuan Juyeon tersebut. “Aku malah kira kamu marah sama aku...” Juyeon berucap pelan.

“Maaf! Engga kok aku ga marah sama kamu, jadi jangan marah ya sama aku? Please?” Chanhee memasang wajah memelasnya dan akhirnua berhasil membuat Juyeon tersenyum.

Hawa dingin yang semula menyelimuti keadaan di dalam mobil itu akhirnya berubah menjadi hangat. Chanhee sudah kembali menempel pada lengan Juyeon dan Juyeon masih asik menggengam tangan sang kekasih tanpa merasa risih sekalipun.

“Aku kepikiran deh, kalo kata i love you hilang di muka bumi ini kira-kira kamu bakalan ngelakuin apa buat ungkapin rasa sayang kamu ke orang lain?” Pertanyaan Chanhee membuat Juyeon sedikit berfikir.

“Cium? Kayak yang biasa kita lakuin tiap baru ketemu atau pas mau pulang? Kayanya aku bakal lakuin itu lebih banyak buat ungkapin rasa sayang aku ke orang lain” Chanhee mengangguk mendengar pernyataan Juyeon.

“Kalo aku, milih peluk! Jadi aku bakalan peluk yang lama orang yang aku sayang biar dia tau kalo aku beneran sayang sama dia!!” Chanhee merubah posisinya menjadi memeluk Juyeon, membuat Juyeon mengusak puncak kepala sang kekasih karena gemas.

kapila

Sangyeon memberikan senyum terbaiknya saat Chanhee membuka pintu mobil dan duduk pada kursi penumpang tepat di sebelahnya. Sebelah tangannya mengusap puncak kepala Chanhee yang sukses membuat wajah Chanhee bersemu merah.

“Kenapa sih muka aku masih aja merah kalo kamu usap kepala aku!” Sangyeon tertawa kecil mendengar celotehan sang suami yang sedang memegang kedua pipinya sendiri, merasakan panas yang menjalar di pipi karena oleh Sangyeon beberapa menit yang lalu.

“Kita mau makan malem dimana? Hari ini jatah kita makan di luar kan?” Sangyeon berucap sembari memutar kemudi dan menatap fokus pada jalanan ramai di hadapannya.

“Ke Reveal Hotel aja, gimana? Sekalian kita nginep disana! Mumpung besok weekend” Sangyeon menoleh sejenak saat sang suami melontarkan idenya. Ia pun mengangguk menyetujuinya.

Jalanan padat dan suara radio menemani perjalanan Sangyeon dan Chanhee malam itu. Sebuah kebiasaan Sangyeon jika menyetir yaitu menyetir dengan satu tangan, karena tangan lainnya ia gunakan untuk menggenggam tangan Chanhee sembari mengusap punggung tangan suaminya itu.

“Mas, kamu emang engga susah ya tiap nyetir selalu pegangan tangan gini?” Chanhee memperhatikan sang suami dengan tatapan bingung dan sang objek pandangan hanya tersenyum kecil.

“Engga. Aku malah ngerasa aman kalo begini. Atau kamu malah yang engga suka kalo kita pegangan tangan gini?” Sangyeon menoleh dan menatap Chanhee sedangkan yang ditatap menggeleng heboh.

“No! Sukaaa. Aku suka banget pegangan tangan, soalnya tangan kamu anget hehe” Sangyeon kembali tersenyum. Mungkin jika ada orang lain di dalam mobil, mereka akan bergidik ngeri melihat keromantisan Sangyeon dan Chanhee saat ini.


Sangyeon tidak pernah melepaskan genggaman tangannya dari tangan Chanhee, sejak turun dari mobil hingga masuk ke dalam area restaurant di dalam hotel mewah tersebut. Bahkan sesekali ia akan menarik pinggang sang suami, jika ada orang terlampau terlalu dekat dengan suaminya.

Chanhee juga tidak sedikitpun memperlihatkan ketidaksukaannya terhadap perilaku suaminya itu. Chanhee tau, Sangyeon terlampau menjaga jarak dengannya saat mereka masih berpacaran. Jadi, saat menikah dan Sangyeon merubah sikapnya, Chanhee sangat menyukainya.

“Habis makan mau langsung ke kamar?” Chanhee berfikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan Sangyeon.

“Langsung ke kamar aja, engga apa-apa kan, Mas?” Sangyeon menatap Chanhee yang menjawab pertanyaannya terlampau pelan. Ia pun tersenyum dan mengangguk setuju sebelum melanjutkan makan malamnya.


Jam menunjukkan pukul sembilan malam saat Sangyeon dan Chanhee telah sampai di kamar hotel yang mereka pesan. Tanpa membawa peralatan menginap yang proper, baik Sangyeon dan Chanhee memilih merebahkan tubuh mereka sejenak di atas kasur.

Tidak ada perbincangan diantara keduanya, hanya Chanhee yang sibuk memainkan jari jemarinya di atas dada bidang Sangyeon dan Sangyeon yang sesekali terkekeh karena geli dengan gerak jari tangan sang suami.

“Ini kita engga ada yang mau mandi, dulu?” Pertanyaan Sangyeon membuat Chanhee mengadahkan kepalanya menatap sang suami. Jari jemari Chanhee yang sebelumnya bermain di dada sang suami itu lambat laun membuka satu persatu kancing kemeja Sangyeon.

“Mau mandi bareng? Hm?” Sangyeon dapat merasakan senyum Chanhee walau ia tidak dapat melihatnya saat ini.

“Mandi aja kan? Kita ga bawa apa-apa, loh.” Sangyeon kembali berucap, membuat Chanhee bangun dan duduk di atas kasur tersebut.

“Kita ga butuh apa-apa? Emang butuh apaan? Sabun, pasta gigi, sikat gigi bahkan handuk kan ada semua” Sangyeon tertawa mendengar ucapan Chanhee. Ia tau Chanhee sedang meledeknya saat ini, maka detik selanjutnya yang Sangyeon lakukan adalah menghujani wajah sang suami dengan kecupannya.

“Hahaha, Mas! Kita ga butuh apa-apa, kita udah expert bahkan untuk hal-hal diluar kendali, kan? Masa nginep di hotel mahal cuma makan, mandi sama numpang tidur doang?” Chanhee tau ia jika ia sudah membangunkan singa tidur, karena detik berikutnya yang ia rasakan adalah tubuhnya yang diangkat sang suami menuju ke dalam kamar mandi. Melakukan hal lain disamping mandi malam.

kapila

Chanhee mematikan tayangan televisi saat seseorang memasuki kamarnya. Ia tersenyum dan merentangkan kedua tangannya demi menyambut sosok yang sedang tersenyum ke arahnya itu.

“Loh kenapa dimatiin?” Sangyeon memeluk Chanhee sesaat sebelum melepas jas kantor dan menyimpan tas laptop di nakas samping tempat tidur.

“Kamu kan mau kerja, kalo aku nonton tivi nanti kamu engga fokus kerja” Chanhee mengerucutkan bibirnua gemas yang membuat Sangyeon tertawa renyah melihatnya.

“Aku cuci tangan sama ganti baju dulu, ya? Butuh camilan? Biar sekalian aku ambilin ke dapur” Chanhee menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaan Sangyeon tersebut.

Butuh setidaknya lima belas menit sebelum akhirnya Sangyeon bergabung dengan Chanhee di atas tempat tidur. Chanhee mengernyitkan keningnya bingung, pasalnya Sangyeon yang mengatakan akan bekerja dari rumah itu justru menarik selimut menutupi tubuh keduanya.

“Mas, katanya kamu mau kerja? Kok malah ikutan tidur gini?” Chanhee melayangkan protes walau tetap ikut masuk ke dalam dekapan Sangyeon.

“Ini jam setengah 12 siang, biasanya udah pada istirahat makan siang. Aku masih punya waktu sampe jam 1 siang sebelum kerja lagi” Sangyeon mengeratkan pelukannya terhadap Chanhee dan membuat Chanhee tersenyum membalas pelukan tersebut.


“Terus kamu bilang apa pas nolak, mas?” Chanhee memfokuskan atensinya pada Sangyeon yang masih setia menatap layar laptop di pangkuannya.

“Aku engga bilang nolak dia? Istilah jaman sekarang tuh ghosting sampe akhirnya dia capek dan nyerah sendiri” Chanhee tertawa mendengar jawaban Sangyeon yang terlampau polos.

“Kamu udah mendingan, kan? Kalo besok aku masuk kantor lagi, ga apa-apa?” Chanhee mengerucutkan bibirnya karena pertanyaan yang dilontarkan Sangyeon.

“Kamu emang gabisa cuti ya, mas? Dua hari? Nanti hari Senin, kamu masuk lagi deh. Masa dari kita nikah ga ada cuti?” Chanhee berucap sambil memainkan jari jemari Sangyeon.

“Kamu tau engga sih, karyawan baru bisa dapet cuti tuh setahun setelah bekerja. Sedangkan aku kan baru mau tujuh bulan? Terus ditambah pas bulan pertama itu kepotong nikah dan bulan madu” Sangyeon menjawil pelan hidung bangir milik suaminya itu.

“Bulan madu apaan cuma tiga hari! Aku mau protes sama Papi kalo gini caranya!!” Sangyeon menarik pelan pinggang Chanhee dan memeluknya saat sang suami berusaha bangun dari kasur untuk menggapai ponsel pintarnya.

“Engga usah, Prince. Aku udah dapetin banyak hal dari Papi kamu, masa masih kurang? Aku yang engga enak kalo gitu. Kita masih punya Sabtu sama Minggu buat Quality time kan?” Sangyeon mengusap puncak kepala sang suami berusaha menurunkan emosi sang suami.

“Janji ya Sabtu Minggu khusus buat aku? Kalo Papi nelfon kamu buat nanya kerjaan, handphone kamu aku sita!” Sangyeon tersenyum dan mengangguk sebelum mencuri satu kecupan di bibir sang suami.

kapila

Lelaki yang berada di tengah-tengah lingkaran tersebut mengetukkan pulpen yang ia genggam ke arah buku catatan kecil di hadapannya. Setidaknya, sudah lima belas menit ia menunggu kedatangan seseorang yang tak kunjung datang.

Juyeon, lelaki yang sejak tadi mengetuk pulpen di atas buku tersebut, sesekali men-dial sebuah nomer yang sama dengan hasil yang sama, nihil. Beberapa orang dalam aula tersebut mulai ribut, karena rapat yang seharusnya sudah mulai setidaknya lima belas menit itu belum ada tanda-tanda akan mulai dibuka oleh Juyeon, sang pemimpin rapat.

“Sorry, gue telat. Tadi habis ketemu sama senior dulu.” Hyunjae sukses menjadi pusat perhatian saat dirinya masuk ke dalam aula dan duduk berjarak 3 orang dari tempat Juyeon berada. Rapat pun dimulai tepat saat Hyunjae menempelkan bokongnya di lantai.


“Mungkin ada yan mikir ini cuma acara kecil internal Sekolah. Tapi, gue harap kalian tetap punya tanggung jawab. Kalo berhalangan hadir, harap kasih tau salah satu panitia. Begitu juga kalo ada yang telat, bisa ngabarin orang lain. Gue ga mau ada yang interupsi rapat saat rapat udah berjalan. Setiap rapat akan ada absensi sebagai bahan evaluasi gue dan anak Osis.” Juyeon mengucapkan kalimat terakhirnya saat menutup rapat sore itu.

Rapat perdana yang berlangsung satu jam tersebut hanya menjelaskan garis berasa tanggung jawab setiap panitia. Juyeon sebagai ketua panitia juga memberikan beberapa peraturan kecil bagi panitia dan salah satu peraturan tersebut sukses membuat Hyunjae menatap Juyeon dengan tatapan malas seperti saat ini.

“Sorry, tadi gue terlambat dan engga ngabarin siapapun. Kak Rowoon tiba-tiba ngajak ngobrol pas engga sengaja ketemu di koridor.” Hyunjae mencoba menjelaskan setenang mungkin kepada Juyeon.

“Alasan lo udah engga penting sekarang. Rapat udah selesai juga, kan?” Hyunjae menutup kembali mulutnya yang akan melayangkan protes. Percuma saja ia protes terhadap lelaki di hadapannya saat ini.

“Posisi lo itu Wakil Ketua. Gue kasih posisi itu karena lo sendiri yang minta untuk gue nyediain satu posisi walau cuma sisa dua posisi. Jadi, gue harap lo bisa lebih bertanggung jawab kedepannya.” Juyeon segera bangun dari duduknya setelah mengucapkan perkataan tersebut yang sukses mendidihkan amarah Hyunjae saat ini.

kapila

Hyunjae mendecak saat tidak ada driver yang mengambil orderannya. Ia juga tidak mau menggunakan jasa ojeg pangkalan karena harganya yang bisa dua kali lipat dengan ojek daring yang sedang ia tunggu.

Sebenarnya bukan tanpa alasan jika tidak ada pengemudi ojek yang mengambil orderan Hyunjae. Saat itu, Sekolah dimana Hyunjae berada merupakan tempat berlangsungnya olimpiade dan semua orang baru saja keluar secara bersamaan sehingga meningkatnya pesanan di tempat tersebut.

Hyunjae semakin panik saat langit berubah kelabu. Jika hujan turun, Hyunjae yakin dirinya akan semakin susau mendapatkan pengemudi ojeg daringnya. Disaat yang bersamaan, Juyeon baru saja berpamitan dengan kakak kelasnya yang juga mengikuti olimpiade yang sama dengannya hari itu.

“Loh lo engga bareng Hyunjae?” Juyeon menggeleng cepat sembari memakai jaket kulitnya. Ia juga menjelaskan bahwa Hyunjae berangkat bersama dengan pembina mereka tadi pagi menggunakan transportasi yang disediakan Sekolah.

“Oh yaudah hati-hati, Juy! Mendung nih mau hujan” Juyeon mengangguk sebelum melambaikan tangan kepada Kakak kelasnya yang segera melajukan motornya tersebut. Juyeon baru saja akan menggunakan helm miliknya saat tanpa sengaja melihat Hyunjae yang berdiri di gerbang sekolah.

“Belum balik, Jae” Hyunjae terkejut saat Juyeon, lelaki yang selama tiga bulan tidak menegurnya itu tiba-tiba kembali menegurnya. Hyunjae hanya menjawab dengan memperlihatkan layar gawai pintarnya.

“Bareng gue aja mau engga? Udah mau hujan, takutnya orderan lo masih belum ada yang ambil sampai hujan malah makin repot” Hyunjae sempat berfikir sejenak sebelum menyetujui ajakan Juyeon.

Tidak sampai lima belas menit mereka berdua meninggalkan Sekolah tersebut, hujan rintik mulai turun membasahi wilayah sekitar sehingga membuat Juyeon menambah kecepatan laju motornya. Hyunjae yang menyadari hal tersebut semakin mempererat pegangannya pada jaket yang Juyeon kenakan serta menyembunyikan wajahnya di bahu Juyeon agar terhindar dari rintik hujan.

“Mau mampir dulu engga, Juy? Nunggu hujan reda?” Juyeon menggeleng. Ia melambaikan tangan kepada Hyunjae untuk kembali melanjutkan perjalanannya pulang setelah mengantar Hyunjae hingga depan rumahnnya.

“Jae, masuk! Ngapain masih disitu? Hujan!” Hyunjae yang masih memperhatikan Juyeon yang perlahan menghilang itu baru tersadar saat sang Ayah memanggilnya dari dalam rumah.

kapila

“Juyeon!” Lelaki yang tengah memegang bola basket itu menoleh dan mendapati bahwa Hyunjae sedang mengejarnya. Juyeon pun menunggu Hyunjae hingga lelaki manis itu sampai di hadapannya.

“Lo mau coba kabur ya? Mana program kerja Osis? Jangan ngulur waktu mulu, deh!” Juyeon menahan senyumnya saat mendengar Hyunjae berbicara panjang lebar dengan nafas memburu karena lelah berlari.

“Gue engga kabur? Kan gue masih di sekolah nih mau latihan basket.” Juyeon memutar bola basket kehadapan Hyunjae dan membuat lelaki manis tersebut memutar bola matanya malas.

“Iya terus mana program kerjanya?” Hyunjae mengadahkan tangannya di hadapan Juyeon dan membuat ide jahil muncul difikiran Juyeon sore itu. Juyeon justru menggenggam tangan Hyunjae di hadapannya dan menarik pelan Hyunjae agar mengikuti langkahnya.

Hyunjae hanya bisa terdiam. Lelaki tersebut belum bisa mencerna apa yang terjadi di hadapannya saat ini dan baru dapat mencerna apa yang terjadi ketika langkahnya semakin cepat karena mengikuti langkah Juyeon di depannya, “Apaan sih?”

Juyeon menghentikan langkahnya saat Hyunjae menepis tangannya. Wajah Hyunjae merah padam dan ia tidak bisa menatap Juyeon tepat di matanya, Hyunjar terlalu malu.

“Katanya mau program kerja? Ayok sini!” Juyeon menaik-turunkan alisnya meledek Hyunjae di hadapannya. Lelaki yang lebih pendek itu mendengus kesal sebelum akhirnya bisa kembali menatap si anak basket.

“Ada di flashdisk, kan? Kenapa lo malah narik-narik gue?” Juyeon menggeleng dan menunjuk ruang Osis di lantai dua.

“Kenapa lo engga bilang ke gue? Gue kan bisa minta ke anak Osis yang lain?” Hyunjae kembali mendengus kesal dan Juyeon akhirnya pun tertawa.

“Lo engga nanya, kan? Malah tadi nanyain gue ada dimana? Ah! Lo emang sengaja ya mau ketemu gue?” Hyunjae mendengus kesal mendengar apa yang Juyeon katakan.

“Jadi, lo mau nungguin gue selesai latihan apa mau ikut gue sekarang ke Ruang Osis?” Juyeon bertanya sekali lagi sebelumnya akhirnya Hyunjae mengikuti langkahnya menuju ruang osis.

kapila

Hyunjae melempar helm miliknya ke aspal dingin malam itu dan membuat Juyeon terperangah karena sikap sang kekasih tersebut. Juyeon memutuskan turun dari motornya dan mengambil helm milik Hyunjae sebelum mengejar kekasihnya yang sudah berjalan menjauh, “Maksud kamu apa sih? Kenapa sampe lempar barang kayak gini?” Hyunjae menepis tangan Juyeon dan tetap berjalan menjauhi kekasihnya tersebut.

Juyeon dan Hyunjae, kedua lelaki yang telah mengenal satu sama lain sejak sekolah menengah. Keduanya mempunyai cita-cita yang terbilang bertolak belakang sejak dahulu, Juyeon dengan dunia balapnya dan Hyunjae dengan dunia modeling. Hal itu, membuat hubungan mereka tidak berjalan lancar, terlebih pada tahun-tahun pertama keduanya menjajaki karir di dunianya masing-masing.

“Kamu tuh emang dari dulu cuma mikirin ego kamu sama dunia balap, kan? Engga pernah mikirin aku sedikit pun! Aku cuma minta kamu dateng ke acara besar pertama aku, Juyeon!” Juyeon mengacak rambutnya frustasi. Permintaan Hyunjae yang tidak bisa ia turuti karena disaat yang bersamaan, Juyeon mempunyai pertandingan yang harus ia hadiri.

Tidak hanya sekali atau dua kali hubungan Hyunjae dan Juyeon merenggang. Hal tersebut sering kali terjadi dan saksinya adalah Chanhee dan Kevin. Mereka berdua yang selalu memberikan pengertian kepada Hyunjae dan Juyeon. Chanhee dan Kevin melakukan hal tersebut murni karena mereka tahu bahwa hubungan Hyunjae dan Juyeon itu akan berhasil suatu saat karena mereka memang menyayangi satu sama lain.

Hari ini, perkataan Chanhee dan Kevin menjadi kenyataan. Hyunjae dan Juyeon resmi melangsungkan pernikahan mereka. Chanhee tersenyum melihat bagaimana Hyunjae terlihat tampan dalam balutan jas mewah yang di desain khusus untuknya. Beberapa kali Chanhee harus menenangkan Hyunjae yang terlihat gugup. “Lo udah liat Juyeon belum? Dia ganteng banget kan pastinya?” Chanhee tertawa. Bagaimana bisa ia melihat Juyeon jika sejak pagi dirinya selalu bersama Hyunjae di kamar itu.

Waktu menunjukan pukul sepuluh saat Juyeon dipersilahkan terlebih dahulu memasuki altar pernikahan. Kevin memeluk Juyeon terakhir kali dan menenangkannya, berharap Juyeon akan melakukan semuanya dengan baik hari itu. Semua tamu undangan yang terdiri dari keluarga dan teman terdekat itu berdiri saat Hyunjae akan memasuki altar, menyusul Juyeon yang sudah menunggunya.

Tepuk tangan riuh terdengar setelah keduanya resmi mengucapkan ikrar sehidup semati mereka. Chanhee dan Kevin menahan harunya saat melihat Hyunjae dan Juyeon yang terlihat saat bahagia di hadapan mereka saat ini. Mungkin tidak banyak orang yang tau mengenai hubungan Hyunjae dan Juyeon, tetapi Kevin dan Chanhee mengetahui semuanya.

Tidak perlu banyak orang yang tahu mengenai hubungan mereka, itu lah prinsip utama yang digenggam Hyunjae dan Juyeon. Cukup orang disekitar mereka saja yang mengetahui bagaiamna hubungan keduanya. Bagaimana mereka saling menyayangi dan saling membutuhkan satu sama lain.

“Kalo kita nikah, aku gamau banyak orang yang dateng. Cukup keluarga kita dan teman-teman dekat aja” Hyunjae pernah mengutarakan keinginannya mengenai pernikahan dengan Juyeon. “Kamu model ternama, yakin engga ngundang media?” Juyeon tersenyum dan Hyunjae yang dapat mengerucutkan bibirnya.

“Kamu kan juga pembalap professional! Fans kamu juga banyak.” Hyunjae tidak mau kalah meledek Juyeon kala itu dan membuat Juyeon tertawa renyah. Malam itu, keduanya sepakat bahwa pernikahan mereka suatu hari nanti diadakan tertutup untuk keluarga dan teman mereka. Tidak perlu pesta mewah hanya karena title keduanya. Baik Hyunjae dan Juyeon mempercayai keluarga dan teman-temannya yang menjadi saksi pengucapan ikrar sehidup semati mereka pada suatu hari nanti.

kapila

Changmin menahan nafas lama sebelum Hyunjae benar-benar menerima panggilan videonya. Tidak ada yang memulai percakapan diantara keduanya, baik Changmin maupun Hyunjae hanya saling tatap satu sama lain.

“Kenapa?” Tanya Hyunjae datar dan Changmin semakin merasa bersalah. Setidaknya, sudah lima hari ini mereka tidak bertukar kabar karena Changmin memblokir seluruh akses Hyunjae kepada dirinya. Alasannya? Karena Changmin yang baru saja mengetahui fakta bahwa Hyunjae merupakan adik kandung dari idolanya sendiri.

“Aku engga maksa, kok. Kalo emang kalo engga mau dateng, yaudah itu terserah kamu. Nanti aku tinggal bilang sama Mama Papa kalo kamu ada urusan lain.” Changmin semakin terdiam setelah mendengar pernyataan Hyunjae barusan. Entah mengapa, ia semakin merasa bersalah.

Fakta bahwa Hyunjae adalah adik kandung dari Sangyeon memang baru diketahui Changmin, hal itu juga sudah dijelaskan Hyunjae sepanjang perjalanan setelah mereka kembali dari pertunangan Sangyeon dengan kekasihnya itu. Hyunjae tidak pernah menyembunyikan fakta tersebut dan Changmin pun tidak pernah menanyakan apapun perihal keluarga kekasihnya tersebut.

“Maaf...” Changmin berucap terlampau pelan tetapi berhasil menyita atensi Hyunjae di sebrang sana. Hyunjae menatap Changmin dalam, bukan tatapan sayang seperti yang biasa Hyunjae berikan, tetapi sebuah tatapan dimana Hyunjae menunggu kalimat selanjutnya yang akan dilontarkan Changmin.

“Kak, aku minta maaf ya? Aku cuma kaget, makanya aku blokir kamu. Terus, aku juga bingung. Bingung gimana berhadapan sama kamu. Kamu itu adeknya Kak Sangyeon, terus Kak Sangyeon itu idola aku. Hampir tiap hari kan kamu tau kalo aku nonton drama atau film Kak Sangyeon terus... Terus... Ah gatau, aku bingung!” Changmin menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan membuat ia tidak bisa melihat bahwa Hyunjae sedang tersenyum.

“Kenapa harus bingung? Kamu ya kamu, jangan pernah jadi orang lain apapun fakta yang kamu ketahuin. Aku tetep adeknya Sangyeon, terus kamu tetep pacar aku. Terus apa lagi yang buat kamu bingung?” Perlahan Changmin menyingkirkan telapak tangan dari wajahnya dan beradu tatap dengan Hyunjae dihadapannya.

“Kamu lucu kalo lagi neriakin abang aku. Aku suka. Jadi, engga usah berubah walaupun kamu tau kalo aku ini adeknya Sangyeon, ya?” Hyunjae melunak saat melihat kekasihnya hampir menangis. Percakapan mereka berdua berlangsung lama, hingga Sangyeon masuk ke dalam kamar Hyunjae tanpa permisi.

“Eh udah baikan nih? Jadi, Changmin dateng kan sabtu besok?” Changmin membulatkan matanya sempurna saat melihat Sangyeon di hadapannya dan detik selanjutnya, ia memutus panggilan video tersebut.

“Bang, lo kalo masuk tuh ketuk dulu dong. Kebiasaan deh! Nanti cowok gue ngambek lagi, gimana?” Sangyeon hanya dapat mentertawakan sang adik yang kembali merajuk karena ulahnya barusan.

kapila