semestakapila

Beberapa bulan lalu tepat pada pukul empat sore, Younghoon benar-benar menghampiri Changmin di depan Indekosnya. Changmin yang sore itu berpenampilan layaknya lelaki dua puluh tahunan saat akhir pekan, segera menutup pintu kamarnya dan merapihkan penampilannya yang membuat Younghoon tersenyum melihat tingkah lucunya.

“Jadi, pacaran?” Kata pertama yang keluar dari bilah bibir Younghoon saat telah dipersilahkan masuk oleh sang empunya kamar itu kembali sukses membuat wajah Changmin memerah.

Tidak banyak kata yang terucap setelahnya dari dua lelaki dewasa tersebut. Mereka sibuk dengan fikiran masing-masing, masih merasa takut akan kata atau tindakan yang akan dilakukan setelahnya.

“Aku tuh sebel loh sama kamu dulu! Kalo anak orang kaya kan terkenal semaunya sendiri, makanya pas dipasangin sama kamu buat tugas tuh aku males banget!” Ucapan Changmin membuat Younghoon tertawa.

“Terus sekarang gimana masih sebel? Apa jadi sayang?” Ledekan halus Younghoon berhasil membuat lelaki bertinggi badan 180 sentimeter tersebut menerima lemparan bantal dari Changmin.

“Aku tuh awalnya juga engga pernah kepikiran buat deketin kam, cuma aku liat kok kamu lucu ya suka marah dan jutek engga jelas gitu. Jadi, adrenalin aku terpacu. Yaudah aku terusin aja mepetnya haha” Changmin menggeleng saat mendengar penuturan lelaki yang sudah berubah status menjadi kekasihnya itu.

“Jujur, aku marah pas liat artikel pojok kampus loh. Soalnya aku mikir, belum bisa dapetin kamu terus ada artikel engga jelas begitu, wah bisa-bisa tujuan utama aku engga bisa aku raih nih” Younghoon kembali menjelaskan.

“Tujuan utama tuh lulus! Bukan buat pacaran...” Ucap Changmin mendengus kesal dan Younghoon hanya dapat tertawa melihatnya.

“Habis lulus mau ngapain? Kerja, kan? Terus nikah, punya anak, bahagia sama pasangan hingga maut memisahkan. Nah berarti tujuan utama itu yang paling akhir, bahagia bersama pasangan hingga maut memisahkan” Suasana kamar tersebut kembali sunyi setelah penuturan terakhir Younghoon tersebut.

“Kalo ada yang jahat sama kamu di kampus atau manapun itu, bilang aku ya? Jangan dipendam sendiri. Sekarang kamu punya pacar, jadi kalo ada apa-apa boleh banget cerita sama pacar kamu” Younghoon mengusak lembut puncak kepala Changmin sebelum akhirnya berbaring di kasur milik lelaki yang lebih kecil darinya itu.

“Aku malem ini mau nginep sini ya? Mau tau, kamu kalo weekend gini ngapain aja” Changmin membulatkan matanya saat mendengar ucapan Younghoon, tetapi keterkejutannya itu hanya berlangsung sebentar karena setelahnya Younghoon menarik Changmin untuk ikut berbaring dan memeluknya di atas kasur berukuran single tersebut.

Malam itu, Younghoon berjanji kepada Changmin untuk menjaganya terlebih dari orang-orang jahat disekitar Changmin dan Younghoon benar-benar melakukannya. Younghoon benar-benar menjadi sayap pelindung Changmin yang siap kapanpun saja melindungi Changmin dari orang yang tidak baik disekitar kekasihnya tersebut.

kapila


“Gimana castingnya?” Lee Juyeon menyerahkan sebuah botol air mineral dingin kepada Hyunjae yang baru saja datang menghampirinya di warung kecil pinggir jalan.

Hyunjae mengangkat kedua bahunya. Juyeon tertawa lalu mengambil helm yang ia letakan di atas motornya. Hyunjae pun mengikuti Juyeon untuk naik keatas motor lelaki yang lebih tinggi darinya itu.

“Mau makan dulu engga? Nasi goreng depan kompleks aja ya?” Ucap Juyeon dan Hyunjae mengangguk.

Lima belas tahun umur Juyeon dan Hyunjae saat itu, saat dimana keduanya masih mengejar cita-cita mereka masing-masing. Hyunjae dengan berbagai casting dan Juyeon yang baru saja terjun ke dunia balap untuk mengejar cita-citanya menjadi juara dunia.


Juyeon dan Hyunjae hanya diam selama lima belas menit. Keduanya setuju bertemu setelah pulang sekolah karena mereka mempunyai hal yang ingin mereka sama-sama sampaikan.

“Aku dilirik tim professional”

“Aku lolos casting iklan yang kemarin kamu temenin itu!”

Juyeon dan Hyunjae serempak menoleh saat mendengar kalimat pertama yang sama-sama keluar dari mulut mereka beedua. Hyunjae jadi orang pertama yang bergerak dan memeluk Juyeon erat pada sore itu.


“My champion!” Juyeon menoleh dan tersenyum saat mendengar teriakan Hyunjae. Dua tahun setelah masuk tim professional akhirnya Juyeon berhasil mendapatkan gelar dunianya, tepat sebelum ia berumur dua puluh tahun.

Tidak banyak yang mengetahui hubungan antara Juyeon dan Hyunjae. Kapan keduanya memulai hubungan tersebut, kapan mereka sempat mengakhiri hubungan tersebut hingga memutuskan kembali bersama, tidak ada yang tau hal itu kecuali orang-orang yang berada disekitar mereka.

kapila.


Juyeon menunggu di depan pintu kamar Hyunjae saat Younghoon mencoba mengelabui Hyunjae yang sedang mengunci pintu kamarnya tersebut. Tepat saat pintu kamar Hyunjae di buka, Juyeon merangsek masuk ke dalam kamar setelah mengucapkan ucapan terimakasih kepada Younghoon yang sedang menahan tawanya.

“Younghoon, awas ya kalo ketemu besok!” Hyunjae berteriak dan membuat Younghoon berlari kecil menjauhi kamar teman sebayanya tersebut.

“Ngapain kesini?” Tanya Hyunjae malas saat melihat Juyeon telah duduk di atas kasurnya. Juyeon menepuk pelan space kosong di sebelahnya, mengisyaratkan Hyunjae agar duduk di sebelahnya.

“Cepetan, mau ngapain kesini?” Tanya Hyunjae lagi yang tetap memilih berdiri di tempatnya sambil besandar pada lemari di belakangnya. Juyeon hanya tersenyum simpul melihat kekasihnya yang sedang merajuk di hadapannya.

“Aku kesini mau liat gembel,” ucap Juyeon santai yang sukses membuat Hyunjae membuka matanya lebar. Hyunjae teringat percakapannya dengan Juyeon beberapa saat lalu pada aplikasi tukar pesan milik mereka.

“Jadi kamu beneran ngatain aku gembel? Keluar sana Lee Juyeon! Aku males ngeliat kamu,” ucap Hyunjae marah yang justru membuat Juyeon tertawa.

“Aku kan engga ngatain kamu kayak gembel? Aku kesini tuh mau liat gembel, tapi daritadi aku cari tuh engga ada gembel disini,” ucap Juyeon lagi dan Hyunjae hanya dapat mendengus malas.

“Yaudah kalo gembelnya ga ada, terus kamu mau ngapain kesini?” Tanya Hyunjae yang sedang menahan amarahnya yang semakin memuncak.

“Duduk dulu sini, sayang....” Ucap Juyeon yang kembali menepuk space kosong disebelahnya.

“Emang engga capek berdiri mulu disitu?” Tanya Juyeon dengan lembut. Hyunjae pun menurut dan duduk di sebelah Juyeon dengan jarak yang lumayan berjauhan.

“Nanti kamu jatoh kalo duduknya terlalu pinggi gitu, Hyunjae... Sini dekeran, lagi?” Ucap Juyeon, tetapi Hyunjae mengabaikannya.

Sebuah ide nakal terlintas difikiran Juyeon saat ia melihat kekasihnya yang masih duduk terdiam dengan jarak cukup jauh darinya. Juyeon mengikis jarak keduanya dengan memajukan badannya yang membuat Hyunjae menarik tubuhnya menjauh. Sama seperti yang dikatakan Juyeon beberapa detik lalu, Hyunjae yang limbung hampir saja terjatuh dari tempat tidur. Beruntungnya, Juyeon dengan gesit menarik tangan sang kekasih dan membuat tubuh Hyunjae tertarik ke depan. (klise)

“Lepas engga Juyeon?” Ucap Hyunjae marah. Juyeon menggeleng dan tetap menahan badan Hyunjae dalam pelukannya. Sekuat apapun Hyunjae mencoba keluar dari pelukan Juyeon, Hyunjae tetap tidak berhasil.

“Jangan teriak, nanti Kak Sangyeon dateng dikira aku ngapa-ngapain kamu...” Ucap Juyeon berbisik pelan.

“Biarin aja! Biar Kak Sangyeon dateng sekalian” Ucap Hyunjae yang sudah siap berteriak. Tetapi teriakan Hyunjae tertahan saat Juyeon semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Hyunjae, membuat jantung Hyunjae berdetak lebih cepat dari biasanya.

“Kamu mau ngapain?” Tanya Hyunjae panik.

“Mau ngapa-ngapain kamu lah, mubazir kamu udah teriak tapi aku ga ngapa-ngapain, kan?” Ucap Juyeon santai. Hyunjae menatap kekasihnya lekat. Seorang Lee Juyeon, lelaki paling dingin yang pernah Hyunjae kenal bisa bekata seperti itu merupakan hal yang baru buat Hyunjae dan cukup membuatnya terkejut.

“Kamu kesurupan Sunwoo ya?” Pertanyaan Hyunjae sukses membuat Juyeon tertawa dan melepas pelukannya terhadap Hyunjae.

“Eh mau kemana, kok kabur?” Tanya Juyeon bingung saat melihat Hyunjae berjalan pelan ke arah pintu kamarnya.

“Mau ke dorm sebelah, memastikan kalo Sunwoo ada disana dan kamu engga kesurupan Sunwoo” ucap Hyunjae polos dan Juyeon tersenyum mendengar pekataan kekasihnya itu.

“Ini beneran Lee Juyeon, udah sini engga usah ke sebelah” ucap Juyeon lagi.

“Buktiin kalo kamu Juyeon!” Ucap Hyunjae menatap Juyeon lekat dan detik berikutnya Hyunjae berteriak karena Juyeon yang tiba-tiba menggendongnya dan menjatuhkannya ke atas kasur.

“Setelah ini, kamu bakalan tau aku Juyeon apa bukan” ucap Juyeon yang kembali mendekatkan wajahnya ke wajah kekasihnya.

Malam itu Juyeon kembali menang. Juyeon fikir, membuat Hyunjae merajuk bukanlah sebuah kesalahan besar. Hanya perkara gembel malam itu, Juyeon meraih kebahagiaannya yang sebenarnya.

kapila

Juyeon menahan senyumnya saat melihat Hyunjae keluar kamar kosnya dengan hoodie menutupi keseluruhan kepalanya serta masker yang meutup setengah wajahnya. Walaupun demikian, Juyeon masih bisa melihat dengan jelas bahwa mata Hyunjae masih sembab dan bengkak.

“Bubur biasa mau engga?“tanya Juyeon yang dibalas anggukan oleh Hyunjae.

Juyeon memarkirka motornya di parkiran kos milik Hyunjae, membuat Hyunjae menatap Juyeon bingung. Juyeon mengabaikan tatapan Hyunjae dan menarik tangan Hyunjae agar keluar dari kos dan berjalan ke arah kedai langganan mereka.

Sepanjang perjalanan, Hyunjae dan Juyeon hanya diam satu sama lain. Juyeon mempunyai prinsip, tidak akan memaksa Hyunjae bercerita jika lelaki di sebelahnya itu tidak ingin bercerita. Hyunjae butuh waktu dan Juyeon akan selalu memberikan Hyunjae waktu sebanyak mungkin.

Sesampainya di kedai bubur langganan mereka, Hyunjae berjalan mencari meja serta kursi yang masih tersedia sedangkan Juyeon memesan bubur untuk mereka berdua. Hyunjae tidak perlu menyebutkan pesanannya karena Juyeon sudah hafal di luar kepala apa yang biasa Hyunjae pesan.

“Udah pesen minum?“tanya Juyeon dan Hyunjae mengangguk. Hyunjae menunjuk Juyeon dan dirinya sendiri sembari kembali mengangguk, membuat Juyeon kembali tersenyum.

“Sariawan apa patah hati sih sampe ga bisa ngomong?“canda Juyeon dan Hyunjae menatap Juyeon dengan tatapan sinis.

“Ampun, mata sembab aja natapnya masih sinis”ucap Juyeon lagi yang masih berusaha meledek Hyunjae agar lelaki di hadapannya berbicara.

Hyunjae masih terdiam, bahkan ketika mangkuk-mangkuk di hadapannya sudah bersih dan tandas isinya. Hyunjae juga masih menggunakan hoodie lengkap dengan maskernya setelah selesai makan, membuat beberapa pasang mata menatapnya dengan tatapan heran.

“Taman yuk?“ajak Juyeon dan Hyunjae pasrah mengikuti Juyeon. Lelaki yang lebih tinggi satu sentimeter dari Hyunjae itu menggenggam tangan Hyunjae agar lelaki manis tersebut tidak tertinggal jauh di belakangnya.

“Buka dong masker sama hoodienya. Udara pagi tuh bagus tau buat kesehatan!“ucap Juyeon. Hyunjae menghela nafas berat sebelum membuka hoodie serta maskernya yang membuat juyeon bisa melihat wajah sayu lelaki di sebelahnya.

“Lo capek engga sih, Juy?“setelah diam beberapa saat, akhirnya Hyunjae membuka suaranya dan membuat Juyeon menaruh atensi penuhnya terhadap Hyunjae.

“Capek kenapa? Karena jalan dari kosan lo kesini?“tanya Juyeon masih dalam mode bercandanya.

“Juy, gue serius....“ucap Hyunjae merajuk dan Juyeon tertawa setelahnya.

“Engga capek, Jae.... Kalo capek, gue udah ga mau temenan sama lo lagi apalagi kan kita beda fakultas?“Juyeon menjawab dengan santai.

“Kenapa engga pernah capek? Gue aja yang jalanin selama ini capek loh....“tanya Hyunjae bingung.

“Nah yang harusnya ngerasa capek kan lo, bukan gue? Kalo gue tugasnya cuma nangkep lo pas lo lagi jatoh dan bantuin lo berdiri doang kok”ucap Juyeon menjelaskan.

“Lo selalu bantuin gue berdiri, engga capek? Engga mau udahan gitu bantuin guenya?“tanya Hyunjae bingung dan Juyeon menggeleng.

“Beri gue satu alasan, kenapa gue harus berhenti ngebantuin lo berdiri?“tanya Juyeon sambil menatap Hyunjae lekat dan Hyunjae hanya bisa terdiam.

“Kalo lo capek, istirahat. Jangan pernah memaksakan sesuatu kalo lagi capek, karena hasilnya apapun itu ga akan pernah berakhir bagus”ucap Juyeon menjelaskan dan Hyunjae hanya dapat menarik nafasnya dalam.

“Kenapa lagi kali ini?“pertanyaan Juyeon membuat Hyunjae tertawa. Ia mentertawakan dirinya sendiri karena pertanyaan temannya yang sangat tau tentang dirinya itu.

“Mantannya dia balik.....“ucap Hyunjae santai.

“Gue tau dia baru putus waktu awal deketin gue dan dia bilang mau coba pelan-pelan ngelupain mantannya itu”ucap Hyunjae lagi.

“Lo dijadiin pelarian doang?“tanya Juyeon dan Hyunjae menggeleng.

“Kita sama-sama mau nyoba, tapi ternyata mantannya balik dan dianya yang emang kurang ajar malah lebih milih balik sama mantannya dibanding pertahanin gue”ucap Hyunjae tertawa pasrah.

“Mau gue samperin orangnya? Minta pertanggung jawaban?“tanya Juyeon dan Hyunjae menggeleng.

“Buat apaan? Gue juga udah males sama dia, tapi begonya kenapa gue masih nangisin dia sih?“ucap Hyunjae dan Juyeon tertawa.

Juyeon bangun dari duduknya dan berjalan ke hadapan Hyunjae, memberikan kenyamanan untuk Hyunjae yang sepertinya akan kembali menangis. Tidak perlu menunggu waktu lama, kaos yang dikenakan Juyeon telah basah oleh air mata Hyunjae.

Juyeon mengusap punggung Hyunjae, mencoba memberikan ketenangan dan mengatakan secara tidak langsung bahwa Juyeon selalu ada disisinya. Juyeon yang selalu bersedia membantu Hyunjae berdiri ketika terjatuh atau bahkan menangkap Hyunjae sebelum Hyunjae benar-benar terjatuh seperti sekarang ini.

“Juy.... Kenapa ya gue engga jatuh cinta sama lo aja?“ucap Hyunjae terisak.

Juyeon tersenyum. Sudah sejak lama pertanyaan tersebut muncul di fikiran Juyeon. Mengapa Hyunjae tidak bisa jatuh cinta kepadanya padahal ia selalu ada kapanpun Hyunjae membutuhkannya. Tetapi Juyeon hanya bisa diam, karena yang terpenting baginya saat ini adalah, ia tetap bisa selalu membantu Hyunjae berdiri ketika jatuh dan selalu siap kapanpun Hyunjae membutuhkannya.

Juyeon tidak memperdulikan perasaannya sendiri, karena bagi dirinya Hyunjae adalah yang terpenting. Berapa kalipun Hyunjae akan terjatuh, Juyeon akan selalu ada dan siap membantu Hyunjae kembali berdiri dan kembali berjalan seperti sediakala.

kapila


Changmin berjalan malas menuruni anak tangan dirumahnya. Ia hampir saja tersandung saat matanya menangkap sosok yang tak asing baginya. Younghoon pagi itu sudah berada di ruang tengah rumahnya, berbincang dengan kedua orang tua Changmin bahkan kakak iparnya.

“Nah tuh anaknya udah bangun, tapi pasti belum mandi”Changmin masih terpaku ditempatnya saat semua mata menatapnya dan membuat ia semakin bingung dengan keadaan di hadapannya saat ini.

“Mandi dulu terus sarapan, kita tungguin”Changmin tersentak saat kakak perempuannya menyadarkan lamunannya. Changmin pun mengambil langkah seribu untuk kembali ke kamarnya, membuat semua orang tertawa.


“Jadi kalian udah jalan lima tahun? Lama juga ya? Younghoon betah sama bawelnya Changmin?“Changmin hampir saja tersedak makanan yang baru masuk ke dalam mulutnya saat mendengar ucapan sang mama.

“Changmin engga bawel kok, Tante... Bawelnya masih dalam batas wajar”ucap Younghoon menjelaskan.

“Bawelan ka younghoon! Apalagi kalo malem minggu kita jalan kemaleman, pasti dia paling bawel ngingetin aku biar paginya engga kesiangan”ucap Changmin merajuk.

“Aku kan udah bilang, kita bisa jalan kapanpun. Kalo malam minggu, jangan sampai terlalu malam, biar minggu itu kamu engga telat ibadahnya”ucapan Younghoon membuat Changmin terdiam.

“Jadi, kapan rencananya ketemu orang tua kamu?“pertanyaan sang papa membuat Changmin menoleh cepat. Menatap Younghoon dan sang papa bergantian.

“Rencananya malam ini kok, Om... Setelah kita liat tempat yang tadi sempat saya omongin”ucapan Younghoon membuat alis Changmin menukik karena bingung.

“Manggilnya jangan Tante sama Om dong kalo gitu? Diubah jadi Papa sama Mama biar sama kayak Changmin”Younghoon tersenyum dan mengangguk pelan, berbeda dengan Changmin yang masih belum dapat mencerna semuanya.


“Jadi, diantara 3 apartement yang udah kita liat itu, kamu paling suka yang mana?“tanya Younghoon sata keduanya telah kembali masuk ke mobil setelah berkeliling ke tiga tempat berbeda.

“Ka, kamu bisa jelasin dulu engga ini maksudnya gimana? Kenapa kamu pagi-pagi udah dirumahku? Terus kita mau makan malem dirumah kamu? Aku ga ngerti sama semuanya yang terjadi hari ini.....“ucap Changmin panjang lebar. Younghoon terdiam sebelum membuka suaranya.

“Aku mau kita tinggal bareng, sayang...“ucap Younghoon santai dan Changmin menatap Younghoon bingung.

“Aku sebelumnya udah ngobrol sama kaka kamu sama kakak ipar kamu juga, nyeritain tentang kita. Kemungkinan kedepannya yang bakalan terjadi sama hubungan kita”ucap Younghoon menlanjutkan penjelasannya. Changmin memberikan isyarat agar Younghoon melanjutkan ceritanya.

“Iya, jadi mereka suruh aku ngomong sama orang tua kamu. Ngomong semua rencana yang udah aku buat bareng kamu. Ngomong tentang keseriusan aku sama kamu. Ngomong tentang masa depan kita berdua”ucap Younghoon melanjutkan.

“Mereka setuju saat aku bilang kalo aku mau ngajak kamu tinggal bareng. Mereka juga bilang, ada beberapa perbedaan yang engga bisa dipaksakan, Tetapi ada beberapa yang bisa diusahakan, jadi yang penting sekarang adalah usaha dari kita berdua”ucap Younghoon mengakhiri penjelasannya.

“Jadi, diantara tiga apartement tadi, kamu suka sama yang mana?“tanya Younghoon lagi. Tetapi bukan jawaban yang di terima Younghoon, justru sang terkasih menabrakan badannya dan membawanya dalam pelukan dengan suara isakan.

“Aku sayang banget sama ka younghoon....“ucap Changmin terisak.

“Makasih udah selalu berusaha untuk aku, untuk kita....“ucap Changmin lagi.

Younghoon terdiam dan mengeratkan pelukannya. Ia mengusap pelan punggung Changmin, menenangkan kekasihnya yang masih terisak dalam pelukannya.

“Udahan nangisnya ya? Udah sore, nanti kita kemaleman sampai rumah aku. Besok kamu masih harus ibadah kan?“tanya Younghoon dan Changmin mengangguk kecil. Younghoon tersenyum melihat wajah merah dan sembab kekasihnya sambil menghapus bulir air mata yang jatuh di pipinya.

kapila


Pagi itu, Juyeon terbangun lebih dahulu dari sang terkasih. Sebuah senyum simpul muncul, saat Juyeon melihat bagaimana sang terkasih masih tertidur nyaman di sebelahnya.

Langkah Juyeon pelan, ia keluar dari kamar dengan disambut anak anjing kecil yang segera ia angkat agar gonggongannya tidak membangungkan sang terkasih yang masih terlelap.

Juyeon menyiapkan makan dan minuman untuk sang anak anjing sebelum ia tinggal menuju dapur. Mempersiapkan segelas kopi dan segelas teh setiap pagi adalah hal lumrah bagi seorang Lee Juyeon.

Tepat saat Juyeon selesai mengaduk kopi dan teh manis hangat, sebuah pelukan hangat ia dapatkan. Sebuah tangan lembut melingkat di perut Juyeon, membuat sang empunya tersenyum kecil.

“Kebiasaan engga bangunin aku!” Ucap sang terkasih dengan nada merajuk yang kelewat manis.

“Udah minum air putih? Ini tehnya di minum kalo udah minum air putih” Hyunjae, sang terkasih yang paling Juyeon sayangi itu meneguk teh manis buatan Juyeon yang ia katakan lebih enak dari teh manis di kafe terkenal dimanapun.

“Kamu mau buat apa?” Tanya Hyunjae memandang Juyeon yang masih sibuk di depan kompor.

“Aku mau buat kamu bahagia” ucap Juyeon santai tetapi dibalas kekehan renyah dari bibir tipis Hyunjae. Juyeon melirik dan menatap Hyunjae lekat, membuat sang terkasih menutup mulutnya dan berhenti tertawa.

“Kamu udah bikin aku bahagia setiap hari, Juyeon! Engga perlu ngelakuin apapun, kalo aku sama kamu terus juga pasti bakalan bahagia kok” ucapan hangat Hyunjae membuat senyum tersungging di bibirnya.

⚠️ Mohon persiapkan diri kalian, karena cerita ini akan menjadi cerita yang sangat panjang

⚠️ Mohon untuk dapat memperhatikan latar belakang waktu dalam cerita ini


Februari, 2010

Hyunjae mengambil salah satu kertas yang terjatuh tidak jauh dari ujung sepatu yang ia kenakan. Ia membaca dengan seksama kertas dalam genggamannya yang ternyata adalah sebuah brosur pembukaan sebuah kafe kecil. Lelaki berusia tiga puluh dua tahun itu mencoba memperhatikan sekelilingnya dan menemukan fakta bahwa tidak hanya satu atau dua buah brosur yang tergeletak setengah rusak di jalanan, tetapi lebih dari sepuluh brosur dan sedang ia coba untuk ambil satu persatu.

Tidak jauh dari tempat Hyunjae berdiri, ada seorang lelaki yang membagikan brosur yang sama seperti yang Hyunjae genggam saat ini. Wajah lelah lelaki tersebut berbanding terbalik dengan senyum yang merekah di bibirnya, sebuah senyuman yang bahkan membuat Hyunjae tersenyum saat melihatnya. Keringat menetes di wajah lelaki tersebut, mungkin efek matahari yang bersinar terik serta kostum yang dikenakan pria tersebut untuk menarik pejalan kaki.

“Selamat Siang, kak! Jangan lupa datang ke pembukaan kafe kecil kami. Ada berbagai jenis minuman serta kue dan juga potongan harga saat pembukaan nanti. Semoga hari kakak menyenangkan!!”

Langkah Hyunjae pelan tapi pasti mendekati lelaki yang terus menerus mengucapkan kalimat yang sama dengan tangan yang gesit membagikan brosur. Hyunjae memberhentikan langkahnya tepat di depan lelaki tersebut. Sinar matahari yang semula menyapa wajah letih lelaki pembagi brosur tersebut perlahan hilang karena terhalang tubuh menjulang Hyunjae dan membuat lelaki di hadapan Hyunjae menengadahkan kepalanya.

“Selamat siang, kak! Ja— ah, maaf Pak! Aku akan membuang brosur yang bertebaran itu nanti”

Lelaki di hadapan Hyunjae itu tidak lagi mengulang kalimat yang sama saat melihat Hyunjae menggengam lebih dari sepuluh brosur. Lelaki yang lebih kecil dari Hyunjae itu justru panik dan mengambil alih brosur-brosur kusut dari genggaman Hyunjae.

“Maaf....“Lelaki yang telah melepas kostumnya itu berbicara terlampau pelan. Ia adalah Changmin, lelaki pembagi brosur tersebut bukanlah pemain baru dalam kehidupan Hyunjae. Beberapa tahun yang lalu, Changmin masih bekerja di salah satu restaurant milik Hyunjae. Salah satu dari sekian banyak restaurant mewah yang dimiliki Hyunjae. Tetapi entah karena apa, Changmin pergi tanpa kabar dan meninggalkan pekerjaannya.

“Saya sudah memberhentikan orang yang nyebar rumor itu”ucap Hyunjae tenang. Tetapi ketenangan dalam suara Hyunjae itu tidak dapat dirasakan Changmin, lelaki yang lebih muda itu justru panik. Ia berusaha menjelaskan sesuatu, walaupun pada akhirnya ia lebih memilih diam saat Hyunjae menatapnya lekat. Changmin, terlampau takut.

“Kamu tinggal dimana sekarang?“tanya Hyunjae yang masih menatap Changmin lekat. Changmin menarik nafasnya panjang sebelum merapihkan kostum dan semua barang bawaannya, membuat Hyunjae mengernyitkan keningnya heran.

“Di tempat dimana aku akan mulai semuanya”ucap Changmin tersenyum sebelum berjalan tanpa sepatah katapun. Langit sudah sepenuhnya berwarna jingga saat Hyunjae mengikuti langkah kecil Changmin ke tempat dimana Changmin menyebutnya Tempat dimana ia akan memulai semuanya kembali.

November, 2001

“Baik, Changmin! Kamu bisa mulai bekerja mulai minggu depan. Asisten saya akan memberitahukan apa yang harus kamu siapkan untuk memulai pekerjaan kamu minggu depan”

Changmin tersenyum bahagia. Akhirnya, setelah beberapa bulan berkeliling mencari pekerjaan, hari itu ia diterima bekerja di salah satu restaurant di pusat kota. Ucapan terima kasih tidak hentinya diucapkan Changmin hingga ia meninggalkan ruangan lelaki yang akan menjadi atasannya mulai minggu depan.

Hari pertama Changmim bekerja, beberapa kesalahan ia lakukan. Salah satunya membuat noda pada gelas yang harus ia sajikan kepada pelanggan. Changmin merutuki kebodohan dirinya dan berjanji akan bekerja lebih teliti lagi di kemudian hari.

“Changmin! Kamu di panggil ke ruangan Pak Hyunjae...“Tubuh Changmin menegang. Hari itu tepat tiga bulan dirinya bekerja di restaurant tersebut dan berakhirlah masa uji coba seperti yang dibicarakan atasannya tepat tiga bulan yang lalu.

“Bagaimana, Changmin? Apa yang kamu dapatkan setelah tiga bulan bekerja disini?“tipikal seorang Lee Hyunjae. Ia adalah seorang atasan yang akan langsung menanyakan kemajuan apa yang dirasakan oleh semua karyawannya.

Hyunjae tersenyum mendengar cerita Changmin yang bahkan telah ia ketahui sebelumnya. Hyunjae menerima Changmin bekerja di restaurant mewah miliknya itu bukan tanpa alasan. Sebelumnya, Hyunjae sudah melihat Changmin keluar masuk toko, kafe hingga restaurant untuk melamar pekerjaan dan selalu gagal. Hingga akhirnya Hyunjae memberikan kesempatan kepada Changmin untuk bekerja di tempatnya.

Juni, 2003

“Gimana, enak?“Changmin duduk bersama teman-temannya di dapur yang sudah ia bersihkan beberapa waktu lalu dan menunggu tanggapan teman-temannya tersebur mengenai makanan penutup yang baru saja ia buat.

Changmin bernafas lega saat semua teman-temannya memberi tanggapan positif untuk makanan penutup tersebut. Bahkan beberapa diantaranya, meminta Changmin untuk mengajukan makanan penutup buatannya untuk di jadikan salah satu menu di restaurant tempat mereka bekerja.

“Kenapa engga coba ngelamar jadi tukang masak aja sih, min? Atau koki?“tanya salah satu temannya dan Changmin hanya tertawa hambar.

“Aku cuma hobi dan bisa masak. Engga punya title koki atau chef kayak chef hebat disini”ucap Changmin tersebut.

“Coba kasih ini ke Pak Hyunjae! Siapa tau di jadiin salah satu menu di restaurant ini kan?“ucapan salah satu rekan Changmin itu membuat Changmin berfikir keras.

“Iya, silahkan masuk!“Pagi harinya, setelah Changmin memikirikan perkataan teman-temannya, akhirnya Changmin memberanikan diri bertemu dengan atasannya.

“Oh? Changmin? Ada yang bisa saya bantu?“tanya Hyunjae saat melihat Changmin masuk ke ruangannya dan membuat sepotong kue coklat.

Hyunjae tersenyum melihat kue coklat yang dibawa Changmin. Hyunjae tidak percaya bahwa Changmin berani menunjukan kepadanya makanan penutup hasil karyanya tersebut.

“Udah kamu coba kasih ke kepala koki disini? Kata dia apa?“pertanyaan Hyunjae membuat Changmin meringis.

“Teksturnya masih kurang lembut, Pak. Terus rasanya juga masih terlalu manis”ucap Changmin pelan dan Hyunjae mengangguk mengerti.

“Kamu suka masak? Mau pindah bagian jadi ke dapur? Biar bisa ngasah kemampuan kamu?“Changmin mengerjapkan matanya berulang kali. Sebuah tawaran yang jauh dari ekspektasinya.

“Hm... Tapi pak, saya engga pernah sekolah atau belajar tentang tata boga. Saya cuma hobi sama suka masak makanan penutup aja”ucap Changmin menjelaskan.

“Saya engga butuh orang yang pernah belajar tata boga. Saya cuma butuh orang yang punya kemampuan dan kemauan untuk belajar. Nanti coba saya tanyakan kepala koki, kalo memang dia butuh tambahan orang. Kamu siap kan?“tanya Hyunjae dan Changmin akhirnya mengangguk antusias.

September, 2004

“Happy birthday, Pak Hyunjae! Happy birthday, Pak Hyunjae! Happy birthday, Happy Birthday, Happy Birthday, Pak Hyunjae!!”

Seperti tahun-tahun sebelumnya. Karyawan di restaurant milik Hyunjae memberikan kejutan saat atasan mereka berulang tahun. Sebuah perayaan ulang tahun sederhana yang dapat dirasakan kekeluargaannya.

“Jadi, tahun ini kue ulang tahun saya masih beli di luar atau buatan kalian nih?“tanya Hyunjae dengan tawa khasnya.

“Tahun ini spesial, Pak! Changmin udah berani buatin Kue buat bapak. Kalo tahun lalu, dia belum percaya diri katanya!!“Wajah Changmin memerah saat salah sagi kepala koki yang berdiri disebelahnya membuat sebuah pengakuan.

“Jangan lupa harapannya, pak! Semoga cepat dapat jodoh!!“Celetukan ringan salah satu karyawan tepat sebelum Hyunjae meniup lilinya itu mendapatkan tanggapan luar biasa dan membuat Hyunjae tertawa.

November, 2004

“Selamat ulang tahun, Changmin!“Tubuh Changmim tersentak saat seseorang yang tiba-tiba hadir dibelakangnya dengan satu potong kue dengan lilin kecil.

“Pak Hyunjae? Belum pulang, pak?“tanya Changmin panik saat melihat atasan tempat ia bekerja masih berada di restaurant, karena Changmin kira ia tinggal seorang diri di tempat tersebut.

“Ditiup dulu dong lilinya, panas nih”ucap Hyunjae dengan tawa renyah yang mengakhiri kalimatnya.

“Jadi, kamu disini udah berapa lama? Tiga tahun ya?“tanya Hyunjae dan Changmin mengangguk pelan.

Setelah kejutan sederhana dari Hyunjae tersebut, keduanya memutuskan berjalan di sekitar pusat kota untuk mencari minimarket dua puluh empat jam. Awalnya Changmin ingin menolak karena rasa canggunh diantara keduanya, tetapi karena sedikit paksaan dari Hyunjae akhirnya Changmin menerima ajakan Hyunjae untuk berjalan-jalan saat jam hampir menunjukan tengah malam.

“Makasih ya, pak? Udah mau nerima saya kerja. Bahkan, pak hyunjae mau ngasih kesempatan saya biar bisa jadi asisten koki”ucap Changmin pelan.

“Saya sudah pernah bilang kan, kalo saya hanya butuh seseorang yang punya kemampuan dan kemauan. Seseorang yang punya kemauan untuk maju, pasti akan mengasah kemampuan yang dia punya untuk lebih baik lagi. Orang-orang seperti itu yang nantinya bisa jadi orang sukses, karena mereka akan terus berusaha mencapai apapun yang mereka impikan. Sama seperti kamu, kamu ada kemauan untuk belajar dan bahkan kemampuan membuat makanan penutup. Saya yakin dan percaya, bahwa kamu akan terus belajar dan mengasah kemampuan kamu itu bahkan mungkin sampai kamu punya toko makanan penutup sendiri?“ucapan Hyunjae malam ini membuat hati Changmin terketuk.

Changmin bertemu orang sebaik Hyunjae yang membuka jalan untuknya agar bisa lebih maju adalah sebuah anugerah. Sebuah anugerah yang tidak akan Changmin sia-siakan. Changmin malam itu berjanji, akan terus mengasah kemampuannya dan membuat Hyunjae bangga karena telah memberikannya pekerjaan beberapa tahun silam.

Desember 2005

“Changmin, kamu tau kan kalo hal ini krusial banget? Kita bisa mencelakakan orang lain kalo kita engga teliti”ucapan kepala koki siang itu menggema di penjuru dapur.

Siang itu, Changmin baru saja salah memasukan bahan makanan ke dalam makanan pesanan pelanggan dan yang lebih memprihatinkan adalah, bahan makanan yang Changmin masukan merupakan bahan makanan penyebab alergi yang dapat mencelakai pelanggan tersebut.

“Saya buat makanan sesuai dengan pesanan. Saya sudah coba cek berkali-kali, chef!“ucap Changmin dengan suara bergetar.

Akibat insiden tersebut, setidaknya lima orang yang terlibat dalam penyajian makanan kepada pelanggan di panggil oleh Hyunjae ke ruangannya.

“Saya tidak akan menyalahkan siapapun malam ini. Saya hanya harap kalian semua lebih berhati-hati kedepannya”ucap Hyunjae malam itu menutup perbincangan dengan kelima karyawannya.

“Mentang-mentang anak kesayangan pak hyunjae, jadi engga di pecat. Coba kalo orang lain yang salah, pasti langsunh di pecat”

Changmin mengepalkan telapak tangannya untuk menahan emosinya. Sejak malam itu, Changmin selalu mendengar rumor-rumor mengenaik dirinya dan pak hyunjae yang membuat Changmin harus rela menebalkan telinganya.

Januari, 2006

“Selamat, Changmin! Semoga kamu bisa menjadi lebih baik lagi setelah ini”Changmin tersenyum menerima uluran tangan Hyunjae dan menjabatnya. Hari itu, Changmin di nobatkan menjadi karyawan terbaik di restaurant. Sebuah penghargaan yang pertama kalia ia terima setelah hampir lima tahun bekerja.

“Orang yang hampir celakain orang kok bisa jadi karyawan terbaik? Kayanya dia udah ngapa-ngapain deh sama si boss”

Lagi, Changmin hanya dapat menahan amarahnya saat mendengar beberapa orang membicarakannya di belakangnya. Changmin tetap memasang ekspresi tenang saat berbicara dengan Hyunjae dan kepala koki malam itu.

“Changmin, habis ini kamu ada acara?“tanya Hyunjae sesaat setelah acara pemilihan karyawan terbaik tersebut selesai.

“Engga ada kok, Pa—– Kak...“ucap Changmin tersenyum.

Changmin mengubah panggilannya terhadap Hyunjae atas permintaan Hyunjae saat mereka berjalan kaki bersama malam itu. Hyunjae bilang, ia tidak mau ada sekat jabatan jika mereka berada di luar pekerjaan, sehingga Hyunjae meminta Changmin merubah panggilannya diluar jam bekerja.

Maret, 2006

“Eh, udah denger kabar kalo Pak Hyunjae mau buka cabang baru?”

“Iya, kemarin gue denger kabar dari cabang sebelah. Katanya kepala manajernya mau di ambil dari karyawan sini!”

“Hah? Yang bener? Siapa? Kepala koki? Tapi ga mungkin, kalo kepala koki tiba-tiba jadi manajer....”

“Ada kabar sih katanya Changmin! Awal tahun kan dia baru dapet predikat karyawan terbaik. Katanya tuh dia dapet predikat karyawan terbaik biar ga ada yang curiga pas dia di angkat jadi kepala manajer cabang baru”

“Pantesan!!! Akhir tahun habis bikin kesalahan fatal, bikin pelanggan sampe masuk rumah sakit. Terus masa awal tahun langsung jadi karyawan terbaik? Pada curiga ga sih?”

Changmin menahan nafasnya beberapa detik sebelum menghembuskannya secara perlahan. Rumor yang beredar di tempatnya ia bekerja semakin tidak terkendali. Kedekatannya dengan Hyunjae, menjadi perbincangan dan alasan mengapa Changmin bisa dengan cepat mendapatkan kenaikan jabatan secara cepat.

Agustus, 2007

Hyunjae mengernyitkan keningnya saat melihat surat pengunduran diri Changmin tergeletak di atas mejanya pagi itu. Hyunjae sempat bertanya kepada beberapa rekan kerja Changmin, tetapi mereka semua menjawab dengan jawaban yang sama, yaitu tidak tau alasan pengunduran diri Changmin dari tempat kerjanya.

Hyunjae mendatangi tempat tinggal Changmin sore itu. Nihil, Changmin tidak ada di tempat tinggalnya lagi. Changmin sudah pindah sebulan yang lalu menurut tetangga Changmin yang Hyunjae temui. Hyunjae malam itu pasrah, ketika dirinya benar-benar tidak bisa menemui Changmin dimanapun.

Februari, 2008

“Changmin, minta tolong cek persediaan kayak biasa ya? Kalo udah ada yang habis, kita beli sore ini”Changmin mengangguk mengerti dan dengan sigap mengerjakan hal yang diperintahkan atasannya tersebut.

Changmin dan pekerjaan barunya. Rumor yang beredar di tempat kerjanya yang lama, membuat Changmin memutuskan mengundurkan diri. Tanpa persetujuan Hyunjae, enam bulan yang lalu Changmin memutuskan segala hal yang berhubungan dengan Hyunjae.

Sesuai janji pada dirinya sendiri saat bulan November di tahun 2004, Changmin akan terus mengasah kemampuannya dan karena itulah ia memilih bekerja pada sebuah toko kue sederhana di pinggiran kota. Changmin memulai semuanya dari nol. Tanpa bantuan Hyunjae seperti yang dibicarakan teman-teman terdahulunya.

Februari 2010

“Jadi, kenapa kamu pergi tanpa sebab waktu itu?“tanya Hyunjae saat keduanya sudah duduk di depan minimarket yang bersebrangan dengan tempat dimana Changmin akan memulai semuanya dari awal.

Changmin menarik nafasnya panjang sebelum memulai ceritanya. Memulai cerita dimana ia pertama kali bekerja untuk Hyunjae sembilan tahun silam. Bagaimana ia yang tidak mempunyai keahlian apapun itu bisa bekerja tanpa mendapatkan diskriminasi dari siapapun.

“Siapa bilang? Kamu kan bisa masak hidangan penutup! Kamu punya keahlian, saya tau itu, makanya saya terima kamu bekerja di tempat saya”Changmin hanya tersenyum mendengar ucapan Hyunjae tersebut dan ia melanjutkan kisahnya.

Hyunjae mendengarkan semua kisah yang Changmin alami. Bagaimana jika ternyata Changmin suka mendapatkan gunjingan teman-temannya karena dirinya yang dengan mudah masuk ke dapur walaupun baru bekerja beberapa tahun. Bahkan Changmin bisa dengan mudah menjadi asisten koki pada saat itu.

Hyunjae menahan nafasnya selama beberapa detik sebelum membuangnya secara perlahan. Hyunjae tidak pernah tau, jika semua kemudahan yang ia berikan justru menjadi boomerang untuk lelaki di hadapannya ini.

“Changmin, maaf... Maaf kalo kemudahan yang saya berikan saat itu justru jadi boomerang untuk kamu. Saya suka memperhatikan karyawan saya, saya suka menilai kinerja mereka dan jika kinerja mereka bagus, maka saya akan menempatkan mereka di tempat terbaik”ucao Hyunjae menjelaskan.

“Engga apa-apa, pak...“ucap Changmin tersenyum.

Hyunjae merutuki orang-orang yang menggunjing di belakang Changmin. Orang-orang yang membicarakan orang lain tanpa tahu bagaimana sebenarnya kehidupan orang tersebut sebenarnya. Hyunjae tidak memberikan pekerjaan kepada Changmin secara cuma-cuma, ia memberikan pekerjaan kepada Changmin karena Changmin mampu dan mau untuk selalu belajar.

“Jadi, kapan kafenya bakal dibuka?“tanya Hyunjae sesaat setelah keduanya larut dalam keheningan.

“Sebulan lagi... Ah sebentar ya pak”ucap Changmin sebelum berlari kecil menyebrang kearah kafenya berada dan menarik seorang lelaki yang lebih tinggi darinya.

“Ini boss yang aku pernah ceritain waktu itu! Yang ngasih aku kerjaan dan kesempatan belajar banyak di restaurantnya“Tanpa diminta, Hyunjae bangkit dari kursi dan menjabat tangan lelaki di hadapannya.

“Kalo pak hyunjae mikir saya buka kafe sendirian, itu salah pak! Saya mau mulai semuanya sama dia. Soalnya cerita hidup kita sedikit mirip dan kita sepakat untuk bangun sesuatu bersama-sama dari nol”ucap Changmin tersenyum.

Hyunjae mengangguk dan melihat bagaimana Changmin tersneyum saat berbicara dengan lelaki yang berdiri di sebelahnya. Lelaki di sebelah Changmin pun menatap Changmin dengan tatapan memuja, persis seorang pemeran utama di dalam sebuah cerita.

Oktober 2017

Hyunjae merapatkan mantel yang sudah rapih ia kenakan. Hembusan angin di pertengahan bulan Oktober, membuat ia harus ekstra melindungi dirinya dari dingin, jika ia tidak ingin terserang flu saat musim dingin nanti. Hyunjae tersenyum saat menatap wajahnya di cermin dan sebelum pergi meninggalkan kamar mewahnya.

“Pak Hyunjae! Makasih banget ya pak, udah mau dateng dan ngasih sambutan”ucap Changmin saat menyambut kedatangan Hyunjae malam itu.

Tujuh tahun setelah melepaskan diri dari Hyunjae dan memulai semuanya dari awal bersama orang lain, Changmin akhirnya bisa berdiri sendiri. Changmin berhasil membangun sebuah restaurant mewah yang hampir sama denganrestaurant miik Hyunjae.

Hyunjae kembali merapihkan penampilannya saat namanya disebut untuk memulai memberikan sambutan. Changmin mengatakan bahwa Hyunjae merupakan salah satu orang berpengaruh dalam kehidupan pekerjaannya sampai saat ini, sehingga Changmin meminta Hyunjae untuk memberikan sambutan di acara pembukaan restaurant miliknya.

“Selamat malam! Perkenalkan nama saya Lee Hyunjae, tepat tujuh tahun silam saya merupakan atas dari seorang Ji Changmin. Ji Changmin, seseorang yang hari ini sukses membuka restaurant mewah miliknya. Jika saya harus menceritakan perjuangan Changmin saat itu, mungkin akan terlampau panjang dan sambutan saya akan berubah menjadi ajang curhat...“ucapa Hyunjae membuat tamu undangan malam itu tertawa, begitu juga dengan Changmin.

“Changmin, pada saat itu datang dengan wajah letih. Waktu dia datang, saya tersenyum. Saya sebenarnya sudah lihat dia beberapa minggu terakhir, keluar masuk banyak sekali toko, kafe dan restaurant hingga akhirnya dia datang dan melamar pekerjaan ke restaurant milik saya”ucap Hyunjae yang kembali menceritakan jalan hidup Changmin beberapa tahun silam.

“Anda semua mungkin bisa menanyakan langsung kepada Changmin, kalo saya sama sekali tidak memberikan test apapun untuk Changmin pada saat itu. Saya hanya mewawancarai dia dan menerima dia sebagai karyawan saya pada hari itu juga”ucap Hyunjae tersenyum.

“Saya merupakan tipikal orang yang sangat suka memperhatikan kinerja orang lain. Saya juga tidak akan segan-segan memberikan reward kepada karyawan saya yang mempunyai kinerja cemerlang atau justru memberikannya teguran ketika kinerjanya menurun”ucap Hyunjae melanjutkan kisah Changmin malam itu.

“Saya berani memperintahkan Changmin agar bergabung dengan tim dapur pada saat itu, setelah saya mencoba makanan penutup yang dibuat langsung oleh dia. Mungkin Changmin kira itu pertama kalinya saya mencoba makanan buatannya, tetapi sebenarnya saya sering melihat ia terkadang mengolah makanan saat karyawan lain sudah pulang”ucapan Hyunjae membuat Changmin terkejut. Karena ia baru mengetahui fakta tersebut malam itu.

“Saya tau jika Changmin ini memiliki kemampuan dalam bidang tersebut dan punya kemauan untuk belajar. Maka saya mengizinkan dia bergabung dengan tim dapur dan menjadikannya asisten koki, denagn persetujuan kepala koki pada saat itu”Hyunjae sedikit memberikan jeda untuk kisah berikutnya.

“Tetapi saya tidak tahu, jika ada beberapa pihak yang kurang senang ketika saya memberikan kemudahan-kemudahan kepada Changmin. Beberapa orang berfikir jika Changmin suka menggoda saya sehingga ia bisa mendapatkan segalanya dengan mudah”Hyunjae tersenyum sedikit sambil menggelengkan kepalanya.

Beberapa orang di dalam ruangan tersebut terdiam, saat Hyunjae menceritakan bagaimana akhirnya ia tahu mengenai orang-orang yang suka menggunjing di belakang Changmin dan bagaimana Hyunjae menjelaskan kepada semua karyawannya bahwa apa yang mereka lihat belum tentu sama dengan apa yang mereka fikirkan.

“Pak, terimakasih...“ucap Changmin sambil menyerahkan sebuah gelas berisikan anggur merah yang disediakan malam itu. Hyunjae hanya bisa tersenyum.

“Tapi, kenapa Pak Hyunjae baru cerita semuanya?“tanya Changmin dengan raut wajah kecewa dan membuat Hyunjae tertawa.

“Kamu bisa panggil saya ka hyunjae lagi engga? Engga akan ada orang yang ngomongin kamu lagi dan saya bukan atasan kamu lagi, Ji Changmin”ucap Hyunjae tersenyum dan Changmin mengangguk mengerti.

“Kamu lihat, semua orang di dalam ruangan ini sebenarnya adalah sutradara”ucap Hyunjae menunjuk sekeliling tempat acara tersebut berlangsung dan Changmin hanya dapat menatap heran ke arah Hyunjae.

“Mereka adalah sutradara untuk kehidupan mereka sendiri dan mereka juga yang bisa menentukan apakah diri mereka yang akan menjadi pemeran utama atau bukan”ucap Hyunjae melanjutkan.

“Seperti apa yang saya ceritakan tadi di depan, kamu pasti bisa ambil kesimpulan kan siapa pemeran utama dalam kehidupan saya beberapa tahun lalu?“tanya Hyunjae dan Changmin mengangguk pelan.

“Kamu mungkin adalah pemeran utama dalam kisah saya beberapa tahun lalu. Tetapi, saya belum tentu jadi pemeran utama dalam kisah kamu dan saya engga bisa memaksakan kamu untuk menjadikan saya pemeran utama. Karena apa? Karena kamu sutradara dalam kehidupan kamu sendiri dan cuma kamu yang bisa mengatur jalan cerita di kehidupan kamu sendiri”ucapan Hyunjae membuat Changmin terdiam.

Satu persatu fakta baru Changmin ketahui malam itu. Bagaiman Hyunjae dengan segala kebaikannya membuat ia menjadi seseorang seperti ini dan bagaimana Hyunjae menjadi Changmin seorang Pemeran Utama di dalam kehidupannya tanpa Changmin ketahui sema sekali.

“Changmin, dicariin tuh”ucap Hyunjae menyadarkan Changmin dari lamunannya.

“Sutradara lain yang menjadikan kamu pemeran utamanya!“ucap Hyunjae tersenyum sebelum meninggalkan Changmin utuk berbincang dengan tamu-tamu lain yang ia kenal.

“Semoga Ka Hyunjae bisa menjadi pemeran utama di kisah hidup orang lain ya, ka! Atau menjadi Pemeran Utama dikisah kehidupan ka hyunjae nantinya. Terimakasih sudah mau menjadikan aku pemeran utama dalam kehidupan ka hyunjae beberapa tahun silam”

Changmin tersenyum melihat Hyunjae yang berjalan menjauh sembari bermonolog pada dirinya sendiri, agar Hyunjae kelak mendapatkan peran utama dalam kehidupan orang lain atau menjadikannya pemeran utaman dalam kehidupannya sendiri.

[Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti pemeran utama adalah pemeran (dalam film dan sebagainya) yang menjadi tokoh utama dalam cerita}

selesai

Kolom Kritik dan Saran

⚠️ Mohon persiapkan diri kalian, karena cerita ini akan menjadi cerita yang sangat panjang

⚠️ Mohon untuk dapat memperhatikan latar belakang waktu dalam cerita ini


Februari, 2010

Hyunjae mengambil salah satu kertas yang terjatuh tidak jauh dari ujung sepatu yang ia kenakan. Ia membaca dengan seksama kertas dalam genggamannya yang ternyata adalah sebuah brosur pembukaan sebuah kafe kecil. Lelaki berusia tiga puluh dua tahun itu mencoba memperhatikan sekelilingnya dan menemukan fakta bahwa tidak hanya satu atau dua buah brosur yang tergeletak setengah rusak di jalanan, tetapi lebih dari sepuluh brosur dan sedang ia coba untuk ambil satu persatu.

Tidak jauh dari tempat Hyunjae berdiri, ada seorang lelaki yang membagikan brosur yang sama seperti yang Hyunjae genggam saat ini. Wajah lelah lelaki tersebut berbanding terbalik dengan senyum yang merekah di bibirnya, sebuah senyuman yang bahkan membuat Hyunjae tersenyum saat melihatnya. Keringat menetes di wajah lelaki tersebut, mungkin efek matahari yang bersinar terik serta kostum yang dikenakan pria tersebut untuk menarik pejalan kaki.

“Selamat Siang, kak! Jangan lupa datang ke pembukaan kafe kecil kami. Ada berbagai jenis minuman serta kue dan juga potongan harga saat pembukaan nanti. Semoga hari kakak menyenangkan!!”

Langkah Hyunjae pelan tapi pasti mendekati lelaki yang terus menerus mengucapkan kalimat yang sama dengan tangan yang gesit membagikan brosur. Hyunjae memberhentikan langkahnya tepat di depan lelaki tersebut. Sinar matahari yang semula menyapa wajah letih lelaki pembagi brosur tersebut perlahan hilang karena terhalang tubuh menjulang Hyunjae dan membuat lelaki di hadapan Hyunjae menengadahkan kepalanya.

“Selamat siang, kak! Ja— ah, maaf Pak! Aku akan membuang brosur yang bertebaran itu nanti”

Lelaki di hadapan Hyunjae itu tidak lagi mengulang kalimat yang sama saat melihat Hyunjae menggengam lebih dari sepuluh brosur. Lelaki yang lebih kecil dari Hyunjae itu justru panik dan mengambil alih brosur-brosur kusut dari genggaman Hyunjae.

“Maaf....“Lelaki yang telah melepas kostumnya itu berbicara terlampau pelan. Ia adalah Changmin, lelaki pembagi brosur tersebut bukanlah pemain baru dalam kehidupan Hyunjae. Beberapa tahun yang lalu, Changmin masih bekerja di salah satu restaurant milik Hyunjae. Salah satu dari sekian banyak restaurant mewah yang dimiliki Hyunjae. Tetapi entah karena apa, Changmin pergi tanpa kabar dan meninggalkan pekerjaannya.

“Saya sudah memberhentikan orang yang nyebar rumor itu”ucap Hyunjae tenang. Tetapi ketenangan dalam suara Hyunjae itu tidak dapat dirasakan Changmin, lelaki yang lebih muda itu justru panik. Ia berusaha menjelaskan sesuatu, walaupun pada akhirnya ia lebih memilih diam saat Hyunjae menatapnya lekat. Changmin, terlampau takut.

“Kamu tinggal dimana sekarang?“tanya Hyunjae yang masih menatap Changmin lekat. Changmin menarik nafasnya panjang sebelum merapihkan kostum dan semua barang bawaannya, membuat Hyunjae mengernyitkan keningnya heran.

“Di tempat dimana aku akan mulai semuanya”ucap Changmin tersenyum sebelum berjalan tanpa sepatah katapun. Langit sudah sepenuhnya berwarna jingga saat Hyunjae mengikuti langkah kecil Changmin ke tempat dimana Changmin menyebutnya Tempat dimana ia akan memulai semuanya kembali.

November, 2001

“Baik, Changmin! Kamu bisa mulai bekerja mulai minggu depan. Asisten saya akan memberitahukan apa yang harus kamu siapkan untuk memulai pekerjaan kamu minggu depan”

Changmin tersenyum bahagia. Akhirnya, setelah beberapa bulan berkeliling mencari pekerjaan, hari itu ia diterima bekerja di salah satu restaurant di pusat kota. Ucapan terima kasih tidak hentinya diucapkan Changmin hingga ia meninggalkan ruangan lelaki yang akan menjadi atasannya mulai minggu depan.

Hari pertama Changmim bekerja, beberapa kesalahan ia lakukan. Salah satunya membuat noda pada gelas yang harus ia sajikan kepada pelanggan. Changmin merutuki kebodohan dirinya dan berjanji akan bekerja lebih teliti lagi di kemudian hari.

“Changmin! Kamu di panggil ke ruangan Pak Hyunjae...“Tubuh Changmin menegang. Hari itu tepat tiga bulan dirinya bekerja di restaurant tersebut dan berakhirlah masa uji coba seperti yang dibicarakan atasannya tepat tiga bulan yang lalu.

“Bagaimana, Changmin? Apa yang kamu dapatkan setelah tiga bulan bekerja disini?“tipikal seorang Lee Hyunjae. Ia adalah seorang atasan yang akan langsung menanyakan kemajuan apa yang dirasakan oleh semua karyawannya.

Hyunjae tersenyum mendengar cerita Changmin yang bahkan telah ia ketahui sebelumnya. Hyunjae menerima Changmin bekerja di restaurant mewah miliknya itu bukan tanpa alasan. Sebelumnya, Hyunjae sudah melihat Changmin keluar masuk toko, kafe hingga restaurant untuk melamar pekerjaan dan selalu gagal. Hingga akhirnya Hyunjae memberikan kesempatan kepada Changmin untuk bekerja di tempatnya.

Juni, 2003

“Gimana, enak?“Changmin duduk bersama teman-temannya di dapur yang sudah ia bersihkan beberapa waktu lalu dan menunggu tanggapan teman-temannya tersebur mengenai makanan penutup yang baru saja ia buat.

Changmin bernafas lega saat semua teman-temannya memberi tanggapan positif untuk makanan penutup tersebut. Bahkan beberapa diantaranya, meminta Changmin untuk mengajukan makanan penutup buatannya untuk di jadikan salah satu menu di restaurant tempat mereka bekerja.

“Kenapa engga coba ngelamar jadi tukang masak aja sih, min? Atau koki?“tanya salah satu temannya dan Changmin hanya tertawa hambar.

“Aku cuma hobi dan bisa masak. Engga punya title koki atau chef kayak chef hebat disini”ucap Changmin tersebut.

“Coba kasih ini ke Pak Hyunjae! Siapa tau di jadiin salah satu menu di restaurant ini kan?“ucapan salah satu rekan Changmin itu membuat Changmin berfikir keras.

“Iya, silahkan masuk!“Pagi harinya, setelah Changmin memikirikan perkataan teman-temannya, akhirnya Changmin memberanikan diri bertemu dengan atasannya.

“Oh? Changmin? Ada yang bisa saya bantu?“tanya Hyunjae saat melihat Changmin masuk ke ruangannya dan membuat sepotong kue coklat.

Hyunjae tersenyum melihat kue coklat yang dibawa Changmin. Hyunjae tidak percaya bahwa Changmin berani menunjukan kepadanya makanan penutup hasil karyanya tersebut.

“Udah kamu coba kasih ke kepala koki disini? Kata dia apa?“pertanyaan Hyunjae membuat Changmin meringis.

“Teksturnya masih kurang lembut, Pak. Terus rasanya juga masih terlalu manis”ucap Changmin pelan dan Hyunjae mengangguk mengerti.

“Kamu suka masak? Mau pindah bagian jadi ke dapur? Biar bisa ngasah kemampuan kamu?“Changmin mengerjapkan matanya berulang kali. Sebuah tawaran yang jauh dari ekspektasinya.

“Hm... Tapi pak, saya engga pernah sekolah atau belajar tentang tata boga. Saya cuma hobi sama suka masak makanan penutup aja”ucap Changmin menjelaskan.

“Saya engga butuh orang yang pernah belajar tata boga. Saya cuma butuh orang yang punya kemampuan dan kemauan untuk belajar. Nanti coba saya tanyakan kepala koki, kalo memang dia butuh tambahan orang. Kamu siap kan?“tanya Hyunjae dan Changmin akhirnya mengangguk antusias.

September, 2004

“Happy birthday, Pak Hyunjae! Happy birthday, Pak Hyunjae! Happy birthday, Happy Birthday, Happy Birthday, Pak Hyunjae!!”

Seperti tahun-tahun sebelumnya. Karyawan di restaurant milik Hyunjae memberikan kejutan saat atasan mereka berulang tahun. Sebuah perayaan ulang tahun sederhana yang dapat dirasakan kekeluargaannya.

“Jadi, tahun ini kue ulang tahun saya masih beli di luar atau buatan kalian nih?“tanya Hyunjae dengan tawa khasnya.

“Tahun ini spesial, Pak! Changmin udah berani buatin Kue buat bapak. Kalo tahun lalu, dia belum percaya diri katanya!!“Wajah Changmin memerah saat salah sagi kepala koki yang berdiri disebelahnya membuat sebuah pengakuan.

“Jangan lupa harapannya, pak! Semoga cepat dapat jodoh!!“Celetukan ringan salah satu karyawan tepat sebelum Hyunjae meniup lilinya itu mendapatkan tanggapan luar biasa dan membuat Hyunjae tertawa.

November, 2004

“Selamat ulang tahun, Changmin!“Tubuh Changmim tersentak saat seseorang yang tiba-tiba hadir dibelakangnya dengan satu potong kue dengan lilin kecil.

“Pak Hyunjae? Belum pulang, pak?“tanya Changmin panik saat melihat atasan tempat ia bekerja masih berada di restaurant, karena Changmin kira ia tinggal seorang diri di tempat tersebut.

“Ditiup dulu dong lilinya, panas nih”ucap Hyunjae dengan tawa renyah yang mengakhiri kalimatnya.

“Jadi, kamu disini udah berapa lama? Tiga tahun ya?“tanya Hyunjae dan Changmin mengangguk pelan.

Setelah kejutan sederhana dari Hyunjae tersebut, keduanya memutuskan berjalan di sekitar pusat kota untuk mencari minimarket dua puluh empat jam. Awalnya Changmin ingin menolak karena rasa canggunh diantara keduanya, tetapi karena sedikit paksaan dari Hyunjae akhirnya Changmin menerima ajakan Hyunjae untuk berjalan-jalan saat jam hampir menunjukan tengah malam.

“Makasih ya, pak? Udah mau nerima saya kerja. Bahkan, pak hyunjae mau ngasih kesempatan saya biar bisa jadi asisten koki”ucap Changmin pelan.

“Saya sudah pernah bilang kan, kalo saya hanya butuh seseorang yang punya kemampuan dan kemauan. Seseorang yang punya kemauan untuk maju, pasti akan mengasah kemampuan yang dia punya untuk lebih baik lagi. Orang-orang seperti itu yang nantinya bisa jadi orang sukses, karena mereka akan terus berusaha mencapai apapun yang mereka impikan. Sama seperti kamu, kamu ada kemauan untuk belajar dan bahkan kemampuan membuat makanan penutup. Saya yakin dan percaya, bahwa kamu akan terus belajar dan mengasah kemampuan kamu itu bahkan mungkin sampai kamu punya toko makanan penutup sendiri?“ucapan Hyunjae malam ini membuat hati Changmin terketuk.

Changmin bertemu orang sebaik Hyunjae yang membuka jalan untuknya agar bisa lebih maju adalah sebuah anugerah. Sebuah anugerah yang tidak akan Changmin sia-siakan. Changmin malam itu berjanji, akan terus mengasah kemampuannya dan membuat Hyunjae bangga karena telah memberikannya pekerjaan beberapa tahun silam.

Desember 2005

“Changmin, kamu tau kan kalo hal ini krusial banget? Kita bisa mencelakakan orang lain kalo kita engga teliti”ucapan kepala koki siang itu menggema di penjuru dapur.

Siang itu, Changmin baru saja salah memasukan bahan makanan ke dalam makanan pesanan pelanggan dan yang lebih memprihatinkan adalah, bahan makanan yang Changmin masukan merupakan bahan makanan penyebab alergi yang dapat mencelakai pelanggan tersebut.

“Saya buat makanan sesuai dengan pesanan. Saya sudah coba cek berkali-kali, chef!“ucap Changmin dengan suara bergetar.

Akibat insiden tersebut, setidaknya lima orang yang terlibat dalam penyajian makanan kepada pelanggan di panggil oleh Hyunjae ke ruangannya.

“Saya tidak akan menyalahkan siapapun malam ini. Saya hanya harap kalian semua lebih berhati-hati kedepannya”ucap Hyunjae malam itu menutup perbincangan dengan kelima karyawannya.

“Mentang-mentang anak kesayangan pak hyunjae, jadi engga di pecat. Coba kalo orang lain yang salah, pasti langsunh di pecat”

Changmin mengepalkan telapak tangannya untuk menahan emosinya. Sejak malam itu, Changmin selalu mendengar rumor-rumor mengenaik dirinya dan pak hyunjae yang membuat Changmin harus rela menebalkan telinganya.

Januari, 2006

“Selamat, Changmin! Semoga kamu bisa menjadi lebih baik lagi setelah ini”Changmin tersenyum menerima uluran tangan Hyunjae dan menjabatnya. Hari itu, Changmin di nobatkan menjadi karyawan terbaik di restaurant. Sebuah penghargaan yang pertama kalia ia terima setelah hampir lima tahun bekerja.

“Orang yang hampir celakain orang kok bisa jadi karyawan terbaik? Kayanya dia udah ngapa-ngapain deh sama si boss”

Lagi, Changmin hanya dapat menahan amarahnya saat mendengar beberapa orang membicarakannya di belakangnya. Changmin tetap memasang ekspresi tenang saat berbicara dengan Hyunjae dan kepala koki malam itu.

“Changmin, habis ini kamu ada acara?“tanya Hyunjae sesaat setelah acara pemilihan karyawan terbaik tersebut selesai.

“Engga ada kok, Pa—– Kak...“ucap Changmin tersenyum.

Changmin mengubah panggilannya terhadap Hyunjae atas permintaan Hyunjae saat mereka berjalan kaki bersama malam itu. Hyunjae bilang, ia tidak mau ada sekat jabatan jika mereka berada di luar pekerjaan, sehingga Hyunjae meminta Changmin merubah panggilannya diluar jam bekerja.

Maret, 2006

“Eh, udah denger kabar kalo Pak Hyunjae mau buka cabang baru?”

“Iya, kemarin gue denger kabar dari cabang sebelah. Katanya kepala manajernya mau di ambil dari karyawan sini!”

“Hah? Yang bener? Siapa? Kepala koki? Tapi ga mungkin, kalo kepala koki tiba-tiba jadi manajer....”

“Ada kabar sih katanya Changmin! Awal tahun kan dia baru dapet predikat karyawan terbaik. Katanya tuh dia dapet predikat karyawan terbaik biar ga ada yang curiga pas dia di angkat jadi kepala manajer cabang baru”

“Pantesan!!! Akhir tahun habis bikin kesalahan fatal, bikin pelanggan sampe masuk rumah sakit. Terus masa awal tahun langsung jadi karyawan terbaik? Pada curiga ga sih?”

Changmin menahan nafasnya beberapa detik sebelum menghembuskannya secara perlahan. Rumor yang beredar di tempatnya ia bekerja semakin tidak terkendali. Kedekatannya dengan Hyunjae, menjadi perbincangan dan alasan mengapa Changmin bisa dengan cepat mendapatkan kenaikan jabatan secara cepat.

Agustus, 2007

Hyunjae mengernyitkan keningnya saat melihat surat pengunduran diri Changmin tergeletak di atas mejanya pagi itu. Hyunjae sempat bertanya kepada beberapa rekan kerja Changmin, tetapi mereka semua menjawab dengan jawaban yang sama, yaitu tidak tau alasan pengunduran diri Changmin dari tempat kerjanya.

Hyunjae mendatangi tempat tinggal Changmin sore itu. Nihil, Changmin tidak ada di tempat tinggalnya lagi. Changmin sudah pindah sebulan yang lalu menurut tetangga Changmin yang Hyunjae temui. Hyunjae malam itu pasrah, ketika dirinya benar-benar tidak bisa menemui Changmin dimanapun.

Februari, 2008

“Changmin, minta tolong cek persediaan kayak biasa ya? Kalo udah ada yang habis, kita beli sore ini”Changmin mengangguk mengerti dan dengan sigap mengerjakan hal yang diperintahkan atasannya tersebut.

Changmin dan pekerjaan barunya. Rumor yang beredar di tempat kerjanya yang lama, membuat Changmin memutuskan mengundurkan diri. Tanpa persetujuan Hyunjae, enam bulan yang lalu Changmin memutuskan segala hal yang berhubungan dengan Hyunjae.

Sesuai janji pada dirinya sendiri saat bulan November di tahun 2004, Changmin akan terus mengasah kemampuannya dan karena itulah ia memilih bekerja pada sebuah toko kue sederhana di pinggiran kota. Changmin memulai semuanya dari nol. Tanpa bantuan Hyunjae seperti yang dibicarakan teman-teman terdahulunya.

Februari 2010

“Jadi, kenapa kamu pergi tanpa sebab waktu itu?“tanya Hyunjae saat keduanya sudah duduk di depan minimarket yang bersebrangan dengan tempat dimana Changmin akan memulai semuanya dari awal.

Changmin menarik nafasnya panjang sebelum memulai ceritanya. Memulai cerita dimana ia pertama kali bekerja untuk Hyunjae sembilan tahun silam. Bagaimana ia yang tidak mempunyai keahlian apapun itu bisa bekerja tanpa mendapatkan diskriminasi dari siapapun.

“Siapa bilang? Kamu kan bisa masak hidangan penutup! Kamu punya keahlian, saya tau itu, makanya saya terima kamu bekerja di tempat saya”Changmin hanya tersenyum mendengar ucapan Hyunjae tersebut dan ia melanjutkan kisahnya.

Hyunjae mendengarkan semua kisah yang Changmin alami. Bagaimana jika ternyata Changmin suka mendapatkan gunjingan teman-temannya karena dirinya yang dengan mudah masuk ke dapur walaupun baru bekerja beberapa tahun. Bahkan Changmin bisa dengan mudah menjadi asisten koki pada saat itu.

Hyunjae menahan nafasnya selama beberapa detik sebelum membuangnya secara perlahan. Hyunjae tidak pernah tau, jika semua kemudahan yang ia berikan justru menjadi boomerang untuk lelaki di hadapannya ini.

“Changmin, maaf... Maaf kalo kemudahan yang saya berikan saat itu justru jadi boomerang untuk kamu. Saya suka memperhatikan karyawan saya, saya suka menilai kinerja mereka dan jika kinerja mereka bagus, maka saya akan menempatkan mereka di tempat terbaik”ucao Hyunjae menjelaskan.

“Engga apa-apa, pak...“ucap Changmin tersenyum.

Hyunjae merutuki orang-orang yang menggunjing di belakang Changmin. Orang-orang yang membicarakan orang lain tanpa tahu bagaimana sebenarnya kehidupan orang tersebut sebenarnya. Hyunjae tidak memberikan pekerjaan kepada Changmin secara cuma-cuma, ia memberikan pekerjaan kepada Changmin karena Changmin mampu dan mau untuk selalu belajar.

“Jadi, kapan kafenya bakal dibuka?“tanya Hyunjae sesaat setelah keduanya larut dalam keheningan.

“Sebulan lagi... Ah sebentar ya pak”ucap Changmin sebelum berlari kecil menyebrang kearah kafenya berada dan menarik seorang lelaki yang lebih tinggi darinya.

“Ini boss yang aku pernah ceritain waktu itu! Yang ngasih aku kerjaan dan kesempatan belajar banyak di restaurantnya“Tanpa diminta, Hyunjae bangkit dari kursi dan menjabat tangan lelaki di hadapannya.

“Kalo pak hyunjae mikir saya buka kafe sendirian, itu salah pak! Saya mau mulai semuanya sama dia. Soalnya cerita hidup kita sedikit mirip dan kita sepakat untuk bangun sesuatu bersama-sama dari nol”ucap Changmin tersenyum.

Hyunjae mengangguk dan melihat bagaimana Changmin tersneyum saat berbicara dengan lelaki yang berdiri di sebelahnya. Lelaki di sebelah Changmin pun menatap Changmin dengan tatapan memuja, persis seorang pemeran utama di dalam sebuah cerita.

Oktober 2017

Hyunjae merapatkan mantel yang sudah rapih ia kenakan. Hembusan angin di pertengahan bulan Oktober, membuat ia harus ekstra melindungi dirinya dari dingin, jika ia tidak ingin terserang flu saat musim dingin nanti. Hyunjae tersenyum saat menatap wajahnya di cermin dan sebelum pergi meninggalkan kamar mewahnya.

“Pak Hyunjae! Makasih banget ya pak, udah mau dateng dan ngasih sambutan”ucap Changmin saat menyambut kedatangan Hyunjae malam itu.

Tujuh tahun setelah melepaskan diri dari Hyunjae dan memulai semuanya dari awal bersama orang lain, Changmin akhirnya bisa berdiri sendiri. Changmin berhasil membangun sebuah restaurant mewah yang hampir sama denganrestaurant miik Hyunjae.

Hyunjae kembali merapihkan penampilannya saat namanya disebut untuk memulai memberikan sambutan. Changmin mengatakan bahwa Hyunjae merupakan salah satu orang berpengaruh dalam kehidupan pekerjaannya sampai saat ini, sehingga Changmin meminta Hyunjae untuk memberikan sambutan di acara pembukaan restaurant miliknya.

“Selamat malam! Perkenalkan nama saya Lee Hyunjae, tepat tujuh tahun silam saya merupakan atas dari seorang Ji Changmin. Ji Changmin, seseorang yang hari ini sukses membuka restaurant mewah miliknya. Jika saya harus menceritakan perjuangan Changmin saat itu, mungkin akan terlampau panjang dan sambutan saya akan berubah menjadi ajang curhat...“ucapa Hyunjae membuat tamu undangan malam itu tertawa, begitu juga dengan Changmin.

“Changmin, pada saat itu datang dengan wajah letih. Waktu dia datang, saya tersenyum. Saya sebenarnya sudah lihat dia beberapa minggu terakhir, keluar masuk banyak sekali toko, kafe dan restaurant hingga akhirnya dia datang dan melamar pekerjaan ke restaurant milik saya”ucap Hyunjae yang kembali menceritakan jalan hidup Changmin beberapa tahun silam.

“Anda semua mungkin bisa menanyakan langsung kepada Changmin, kalo saya sama sekali tidak memberikan test apapun untuk Changmin pada saat itu. Saya hanya mewawancarai dia dan menerima dia sebagai karyawan saya pada hari itu juga”ucap Hyunjae tersenyum.

“Saya merupakan tipikal orang yang sangat suka memperhatikan kinerja orang lain. Saya juga tidak akan segan-segan memberikan reward kepada karyawan saya yang mempunyai kinerja cemerlang atau justru memberikannya teguran ketika kinerjanya menurun”ucap Hyunjae melanjutkan kisah Changmin malam itu.

“Saya berani memperintahkan Changmin agar bergabung dengan tim dapur pada saat itu, setelah saya mencoba makanan penutup yang dibuat langsung oleh dia. Mungkin Changmin kira itu pertama kalinya saya mencoba makanan buatannya, tetapi sebenarnya saya sering melihat ia terkadang mengolah makanan saat karyawan lain sudah pulang”ucapan Hyunjae membuat Changmin terkejut. Karena ia baru mengetahui fakta tersebut malam itu.

“Saya tau jika Changmin ini memiliki kemampuan dalam bidang tersebut dan punya kemauan untuk belajar. Maka saya mengizinkan dia bergabung dengan tim dapur dan menjadikannya asisten koki, denagn persetujuan kepala koki pada saat itu”Hyunjae sedikit memberikan jeda untuk kisah berikutnya.

“Tetapi saya tidak tahu, jika ada beberapa pihak yang kurang senang ketika saya memberikan kemudahan-kemudahan kepada Changmin. Beberapa orang berfikir jika Changmin suka menggoda saya sehingga ia bisa mendapatkan segalanya dengan mudah”Hyunjae tersenyum sedikit sambil menggelengkan kepalanya.

Beberapa orang di dalam ruangan tersebut terdiam, saat Hyunjae menceritakan bagaimana akhirnya ia tahu mengenai orang-orang yang suka menggunjing di belakang Changmin dan bagaimana Hyunjae menjelaskan kepada semua karyawannya bahwa apa yang mereka lihat belum tentu sama dengan apa yang mereka fikirkan.

“Pak, terimakasih...“ucap Changmin sambil menyerahkan sebuah gelas berisikan anggur merah yang disediakan malam itu. Hyunjae hanya bisa tersenyum.

“Tapi, kenapa Pak Hyunjae baru cerita semuanya?“tanya Changmin dengan raut wajah kecewa dan membuat Hyunjae tertawa.

“Kamu bisa panggil saya ka hyunjae lagi engga? Engga akan ada orang yang ngomongin kamu lagi dan saya bukan atasan kamu lagi, Ji Changmin”ucap Hyunjae tersenyum dan Changmin mengangguk mengerti.

“Kamu lihat, semua orang di dalam ruangan ini sebenarnya adalah sutradara”ucap Hyunjae menunjuk sekeliling tempat acara tersebut berlangsung dan Changmin hanya dapat menatap heran ke arah Hyunjae.

“Mereka adalah sutradara untuk kehidupan mereka sendiri dan mereka juga yang bisa menentukan apakah diri mereka yang akan menjadi pemeran utama atau bukan”ucap Hyunjae melanjutkan.

“Seperti apa yang saya ceritakan tadi di depan, kamu pasti bisa ambil kesimpulan kan siapa pemeran utama dalam kehidupan saya beberapa tahun lalu?“tanya Hyunjae dan Changmin mengangguk pelan.

“Kamu mungkin adalah pemeran utama dalam kisah saya beberapa tahun lalu. Tetapi, saya belum tentu jadi pemeran utama dalam kisah kamu dan saya engga bisa memaksakan kamu untuk menjadikan saya pemeran utama. Karena apa? Karena kamu sutradara dalam kehidupan kamu sendiri dan cuma kamu yang bisa mengatur jalan cerita di kehidupan kamu sendiri”ucapan Hyunjae membuat Changmin terdiam.

Satu persatu fakta baru Changmin ketahui malam itu. Bagaiman Hyunjae dengan segala kebaikannya membuat ia menjadi seseorang seperti ini dan bagaimana Hyunjae menjadi Changmin seorang Pemeran Utama di dalam kehidupannya tanpa Changmin ketahui sema sekali.

“Changmin, dicariin tuh”ucap Hyunjae menyadarkan Changmin dari lamunannya.

“Sutradara lain yang menjadikan kamu pemeran utamanya!“ucap Hyunjae tersenyum sebelum meninggalkan Changmin utuk berbincang dengan tamu-tamu lain yang ia kenal.

“Semoga Ka Hyunjae bisa menjadi pemeran utama di kisah hidup orang lain ya, ka! Atau menjadi Pemeran Utama dikisah kehidupan ka hyunjae nantinya. Terimakasih sudah mau menjadikan aku pemeran utama dalam kehidupan ka hyunjae beberapa tahun silam”

Changmin tersenyum melihat Hyunjae yang berjalan menjauh sembari bermonolog pada dirinya sendiri, agar Hyunjae kelak mendapatkan peran utama dalam kehidupan orang lain atau menjadikannya pemeran utaman dalam kehidupannya sendiri.

[Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti pemeran utama adalah pemeran (dalam film dan sebagainya) yang menjadi tokoh utama dalam cerita}

selesai

Kolom Kritik dan Saran


Hyunjae tersenyum saat mendengar pintu rumahnya terbuka. Hyunjae tidak sedikitpun takut dengan sosok yang akan muncul di balik pintu tersebut, karena sosok tersebut adalah sosok yang setiap hari Hyunjae tunggu kedatangannya.

“Kak hyunjae.....” Hyunjae menoleh dan semakin melebarkan senyum di wajahnya saat seorang pria manis berjalan malas ke arahnya.

Hyunjae menggeser tubuhnya sedikit ke pojok sofa karena ia tahu, pria yang baru saja datang itu akan menjatuhkan tubuhnya di sofa dan meletakan kepalanya tepat di pangkuan Hyunjae.

“Kenapa lagi sih, Cil?” Tanya Hyunjae sambil mengusak rambut pria yang sudah berbaring di sofa dengan kepala di pangkuan Hyunjae, tepat seperti perkiraan dirinya beberapa menit lalu.

“Laporan aku di tolak sama asisten dosenku lagi” ucap pria manis tersebut dengan nada merajuk. Sebuah nada bicara yang selalu membuat Hyunjae ingin memeluk pria tersebut tanpa ingin melepaskannya lagi.

“Kenapa? Coba aku liat?” Pertanyaan Hyunjae itu membuat pergerakan dari pria manis tadi.

“Emang kak hyunjae ngerti?” Tanya pria tersebut lagi dan Hyunjae hanya dapat menahan tawanya yang justru membuat pria di hadapan Hyunjae itu membuang mukanya karena kesal.

“Lah kamu barusan laporan sama aku itu ngapain? Udah tau aku ga bisa bantuin, kenapa masih kesini?” Ucap Hyunjae menggoda.

“Mau masak mie instan apa beli nasi goreng aja?” Tanya Hyunjae saat tidak melihat pergerakan dari pria manis yang masih diam terduduk di atas sofa.

“Ji changmin....” Ucap Hyunjae lembut, Ji changmin pria yang duduk di sofa tersebut menoleh menatap Hyunjae dengan tatapan sayu.

“Aku cuma bisa temenin kamu revisi laporan tapi engga bisa bantuin bikin laporannya. Jadi, mau mie instan apa nasi goreng?” Tanya Hyunjae sekali lagi.

“Nasi goreng depan kompleks ya, kak? Tapi belinya jalan kaki ajaaa hehe” ucap pria manis bermarga Ji tersebut. Hyunjae menghela nafasnya berat sebelum mengangguk mengiyakan saran Changmin beberapa saat lalu.

“Kenapa minta jalan kaki sih, Cil?” Ucap Hyunjae yang berjalan disebelah Changmin menuju depan kompleks untuk membeli nasi goreng sesuai permintaan Changmin beberapa waktu lalu.

“Liat deh kak, banyak bintang! Kalo kita naik motor, mana bisa kita nikmatin liat bintang gini” Changmin menjawab sembari menatap langit hitam penuh bintang malam itu.

“Tapi jangan mentang-mentang liat bintang, kamu jadi ga liat jalan dong” ucap Hyunjae protes sambil menarik Changmin yang hampir terperosok ke dalam kubangan. Hyunjae akhirnya memutuskan menggenggam tangan Changmin yang masih asik menatap langit.

“Kan kalo ada kak hyunjae, aku ga perlu khawatirin apapun” ucap Changmin tersenyum sambil menggoyangkan genggaman tangannya bersama Hyunjae. Tanpa diketahui Changmin, Hyunjae berusaha menyembunyikan senyumnya dan menetralkan detak jantungnya yang berdetak terlampau cepat.

“Pak, nasi goreng makan disini dua ya! Ga usah pake acar, pedasnya sedang aja dua-duanya. Terus yang satu bawang gorengnya banyak, kalo yang satu standar aja tapi pake telur mata sapi ya” ucap Changmin setelah sampai di tenda tempat penjual nasi goreng.

“Lah makan disini, Cil? Kirain dirumah?” Tanya Hyunjae bingung.

“Aku itu belum mau revisi laporan. Kalo kita balik kerumah kak hyunjae, nanti aku kepikiran laporan. Kalo aku kepikiran laporan, jadi males makan. Jadi, mending kita makan disini aja kan?” Hyunjae menggeleng mendengarkan penjelasan Changmin dan hanya dapat mengusak kasar puncak kepala pria yang lebih muda darinya itu.

Lee Hyunjae dan Ji Changmin, dua pria dewasa berbeda sifat dan sikap. Lee Hyunjae yang dewasa terlihat lebih tenang dibandingkan dengan Ji Changmin yang lebih muda beberapa tahun dari Hyunjae tersebut. Orang yang melihat mereka pasti mengatakan bahwa mereka sepasang kekasih, tetapi sebenarnya bukan. Mereka berdua hanya tetangga sejak kecil, tetapi Ji Changmin telah sepenuhnya masuk ke dalam alur kehidupan seorang Lee Hyunjae sebagai seorang peran utama.

“Cil, udah izin kan? Nanti dicariin kayak waktu itu” tanya Hyunjae saat keduanya sudah kembali ke rumah Hyunjae. Changmin mengangguk sambil sesekali menguap.

“Ngantuk? Tidur dulu, nanti baru lanjutin laporannya” ucap Hyunjae lagi, tetapi Changmin menggeleng malas.

“Aku harus kerjain malam ini, soalnya deadlinenya cuma dua hari! Kak Hyunjae ada kerjaan?” Tanya Changmin yang dijawab dengan sebuah anggukan oleh Hyunjae.

“Ada, deadlinenya juga dua hari lagi” ucap Hyunjae sambil membuka komputer jinjing miliknya.

“Kak, jadi penulis itu enak ga sih?” Tanya Changmin saat melihat Hyunjae tengah sibuk membaca tulisan sebelumnya. Hyunjae menoleh dan tersenyum. Detik berikutnya, Changmin mengernyitkan keningnya saat Hyunjae menggeleng yang menandakan bahwa lelaki itu tidak menyukai pekerjaannya saat ini sebagai penulis.

“Loh? Terus kenapa Kak Hyunjae jadi penulis?” Tanya Changmin bingung.

“Karena aku suka? Kalo ditanya enak apa engga, aku jawab engga! Tapi karena aku suka dan enjoy jadi aku bisa nikmatin semua prosesnya” ucap Hyunjae tenang dan Changmin mengangguk mengerti.

“Sebenernya kita berdua engga jauh beda kok. Kamu sama laporan kamu yang suka ditolak, dan aku sama editorku yang suka asal minta revisi bagian. Pusing kan? Tapi aku enjoy jadi ga bermasalah buat aku” Ucap Hyunjae kembali menjelaskan.

“Makanya, walaupun kuliah engga enak bagi kamu, kamu tetap harus enjoy biar pas kamu di suruh revisi laporan engga suntuk melulu!” Hyunjae mengusak kasar kepala Changmin, membuat yang lebih muda mengerucutkan bibirnya.

Jam menunjukan pukul tiga dini hari saat Hyunjae mencoba meregangkan badannya setelah berkutat dengan tulisan pada personal komputernya. Ia melirik hanya untuk memeriksa pria manis yang sejak sore bersamanya dan senyumnya merekah saat melihat Changmin sang pria manis tersebut tertidur di karpet berbulu dengan beberapa kertas bertebaran.

Hyunjae memilih mematikan personal komputernya dan berjalan pelan ke arah Changmin yang sudah terlelap tidur. Ia mencoba merapihkan komputer jinjing milik pria tersebut lalu merapihkan beberapa kertas yang berserakan memenuhi karpet dimana Changmin tertidur. Pelan tapi pasti, Hyunjae mencoba mengangkat Changmin dan memindahkannya ke tempat tidur hanya agar pria yang lebih muda darinya itu dapat tidur dengan nyaman.


“Kak Hyunjae!!!” Hyunjae menoleh dan mendapati Changmin berdiri di depan rumahnya sambil melambaikan tangannya. Hyunjae yang niat awalnya memanaskan mobil itu pun memilih menghampiri Changmin yang sedang melihatnya dengan tatapan bingung.

“Mau ke kampus? Mau bareng aku aja, engga?” Tawaran Hyunjae membuat raut wajah Changmin berseri. Lelaki yang lebih pendek itu mengangguk dan menggandeng lelaki yang lebih tinggi untuk berjalan kembali ke pekarangan rumah milik Hyunjae.

“Tapi, Kak Hyunjae engga akan telat kan? Setauku, kampus aku sama kantor ka hyunjae itu engga searah” ucap Changmin saat sudah duduk di kursi penumpang di sebelah Hyunjae.

“Engga apa-apa, aku santai kok masuk jam berapa aja, yang penting tulisan yang mau aku setor udah selesai” ucap Hyunjae santai dan membuat Changmin mengangguk mengerti.


“Kok lo bisa-bisanya telat sih, Jae? Kan lo udah tau kalo kita ada rapat sama kepala penerbit pagi ini” Hyunjae mengetukan kakinya ke lantai saat sang editor protes karena keterlambatan dirinya tiba di kantor.

Hyunjae tiba satu jam lebih lama dibandingkan apa yang sudah di tentukan karena harus mengantarkan Changmin terlebih dahulu pagi itu. Hyunjae mengucapkan permintaan maaf kepada sang editor dan mengatakan bahwa dirinya terlambat bangun pagi dan bukan mengatakan hal yang sebenarnya terjadi.

Meeting diubah lusa tapi setelah makan siang. Lo ga akan ada alesan buat bangun kesiangan lagi, ya?” Ucapan sang editor membuat Hyunjae kembali tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada sang editor.


Dering ponsel Hyunjae membuatnya sedikit berlari saat ia baru saja keluar dari kamar mandi. Tetesan air yang jatuh dari rambutnya sedikit membasahi kaos yang ia kenakan. Hyunjae mengernyitkan keningnya saat melihat nama pemanggil pada ponsel pintarnya tersebut.

“Hallo, kenapa Cil?” Hyunjae harus sedikit menaikan volume suaranya saat mendengar suara hujan di sebrang telfon, persis sama dengan suara hujan di luar rumahnya.

“Kak Hyunjae dimana? Boleh tolong liatin ke rumah aku engga? Aku mau minta tolong ayah buat jemput aku, tapi telfonku dari tadi engga diangkat...” ucap Changmin dengan nada panik di sebrang telfon. Hyunjae pun mengikuti arahan Changmin dan mengintip untuk melihat ke arah rumah Changmin yang terlihat sepi seperti biasanya.

“Kayanya ayah kamu belum pulang deh, Cil. Soalnya mobilnya belum ada. Mungkin macet?” Ucap Hyunjae dan helaan nafas dapat di dengar Hyunjae setelahnya.

“Aku aja ya yang jemput kamu, gimana? Dua puluh menit atau setengah jam deh aku sampai di kampus kamu. Mau nunggu?” Ucap Hyunjae lagi tetapi hanya hening yang di dengar Hyunjae selanjutnya.

“Engga usah deh kak, aku ngerepotin mulu. Aku coba cari tebengan aja atau nunggu hujannya agak reda baru pulang” ucap Changmin pelan.

“Kalo kamu nunggu hujan reda, kamu belum tentu dapet transportasi, Cil. Aku jemput aja ya? Kamu mau tunggu dimana?” Tanya Hyunjae yang tengah mengambil jaket serta kunci mobilnya. Hyunjae memutuskan panggilan telfon tersebut sesaat setelah Changmin memberitahukan titik jemputnya.


“Kak hyunjae, lagi nulis apa?“tanya Changmin yang entah sejak kapan sudah menutup komputer jinjing di hadapan pria mungil tersebut.

Hari itu hari sabtu, Hyunjae mengajak Changmin pergi ke sebuah kafe agar Changmin dapat menyelesaikan tugas-tugasnya tanpa terganggu dengan nyamannya kasur di rumah Hyunjae ataupun televisi yang berada di ruang tamu milik keluarga Lee tersebut.

Hyunjae melirik dan mendapati Changmin yang sudah meletakan kepalanya di meja dengan komputer jinjing tertutup serta beberapa kertas yang telah dirapihkan oleh pria di hadapannya itu.

“Tugas kamu udah selesai?” Changmin mendengus kesal karena pria di hadapannya justru menanyakan hal lain tanpa menjawab pertanyaan Changmin sebelumnya. Hyunjae pun tertawa saat melihat raut wajah Changmin berubah drastis.

“Aku lagi nyoba nulis sesuatu yang belum pernah aku tulis sebelumnya. Masih coba-coba sih, soalnya aku belum pernah nulis dengan gaya kayak gini” ucap Hyunjae menjelaskan.

“Hm? Nulis kayak gimana, kak?” Tanya Changmin bingung dan Hyunjae pun menjelaskannya secara perlahan.

“Berarti kak hyunjae tetap menempatkan diri kakak sebagai peran utama dong? Kalo gitu bukannya sama aja ya kayak novel atau buku lain?” Tanya Changmin yang masih bingung dengan penjelasan Hyunjae sebelumnya.

“Nanti kalo buku ini udah selesai, kamu bakalan tau perbedaannya dimana, Cil.” Ucap Hyunjae mengusak puncak kepala Changmin dengan gemas.


Hyunjae melirik sekilas ke arah rumah Changmin, gelap. Tidak biasanya pria yang lebih muda darinya itu tidak berkunjung kerumahnya. Bagi Changmin, rumah Hyunjae adalah rumah utama dan rumah keluarga Ji justru adalah rumah singgahnya. Hyunjae baru saja akan mengunci gerbang rumahnya saat ia mendengar deru motor yang membelah jalanan sepi kompleks rumahnya.

Hyunjae sempat menghentikan kegiatannya dan memperhatikan dengan seksama motor yang berhenti tepat di depan rumah Changmin. Hyunjae harus mengernyitkan keningnya untuk mencoba memperjelas pandangannya yang sedikit buram karena minim pencahayaan.

Hyunjae baru dapat melihat dengan jelas sosok pria yang turun dari motor, saat wajah pria tersebut tanpa sengaja terpapar bias lampu dari pekarangan rumah. Changmin dengan senyum merekah turun dari motor tersebut. Hyunjae diam di tempatnya sembarj menahan nafas saat ia melihat pria lain yang masih duduk di atas motor itu mengusak puncak kepala Changmin.

Hyunjae memutuskan masuk ke dalam rumahnya saat ia melihat Changmin dan pria tersebut semakin mengikis jarak diantara keduanya. Hyunjae tersenyum kecil saat memutuskan mengunci pintu rumahnya. Mulai malam itu ia sadar, bahwa Changmin akan semakin jarang mendatangi rumahnya dan mendatangi dirinya lagi.


“Kak Hyunjae!!!!” Hyunjae menutup komputer jinjingnya sebelum menoleh dan mendapati Changmin mengintip dari jendela rumahnya. Hyunjae tersenyum. Entah sejak kapan, Hyunjae tidak ingat, ia sudah jarang membuka pintunya sembarangan.

“Kok tumben sih di kunci? Lagi sama pacarnya ya? Mana pacarnya? Kok diumpetin?” Tanya Changmin berpura-pura mencari seseorang yang sebenarnya tidak akan ada di dalam rumah itu.

Hyunjae hanya tersenyum menimpali. Pintu itu lebih sering Hyunjae kunci saat Changmin semakin jarang mengunjunginya. Hyunjae tidak punya alasan membuka pintu rumahnya lagi jika itu bukan Changmin. Tetapi Changmin tidak pernah mengetahui fakta tersebut.

“Kenapa lagi?” Tanya Hyunjae tanpa mempersilahkan Changmin masuk.

“Kok aku ga disuruh masuk? Beneran ya lagi ada pacarnya?” Tanya Changmin pelan dan Hyunjae tertawa setelahnya.

“Pacar apaan sih, Cil! Engga ada kok, coba sana masuk” ucap Hyunjae mempersilahkan Changmin masuk dan pria manis tersebut menerobos masuk ke dalam rumah Hyunjae tanpa permisi.

“Kak, aku udah milih judul buat skripsi semester ini!“ucap Changmin yang sudah duduk di sofa di ruang keluarga milik keluarga Lee tersebut.

“Loh kamu udah mau skripsian? Kayanya kemarin masih sibuk sama laporan?” Tanya Hyunjae dan Changmin hanya mendengus malas.

“Kak hyunjae! Bahkan aku tau kalo ka hyunjae udah nerbitin dua novel tahun ini, masa kak hyunjae gatau sih kalo semester ini aku udah mulai skripsian?” Ucap Changmin menahan emosinya dan hanya membuat Hyunjae tertawa.

“Kamu tau aku udah nerbitin dua novel kan karena kemarin aku kasih tau? Kalo aku tanya judul dan jalan ceritanya kayak gimana, kamu ga akan tau kan?” Ucap Hyunjae menggoda dan membuat Changmin hanya dapat menggaruk tengkuknya yang tidak gatal itu.

Sebuah fakta yang mungkin hanya menjadi sentilan bagi Changmin. Karena, Hyunjae hampir selalu menceritakan tentang kesehariannya kepada Changmin. Sedangkan Changmin, semakin jarang menceritakan kesehariannya terhadap Hyunjae sejak beberapa waktu lalu.

“Nanti kalo aku skripsian, kayanya aku bakalan sering nginep disini deh, kak! Apa aku pindah aja ya kesini? Kak Hyunjae sendirian kan?” Tanya Changmin tiba-tiba.

“Kalo aku ngerjain dirumah, pasti kebanyakan diem! Kalo ngerjain dirumah kak hyunjae aku jamin cepet selesai” ucap Changmin lagi sambil tersenyum bahagia.

“Tanpa kamu minta, pintu rumah ini akan selalu terbuka buat kamu! Walaupun aku tau, kamu akan lebih jarang membuka pintunya kayak dulu” Hyunjae berbicara dalam hati sambil menyunggingkan senyumnya.

“Yaudah, tapi bayar sewa ya? Sehari lima puluh ribu!!” ucap Hyunjae santai dan berhasil membuat Changmin protes.


Hyunjae baru saja mencoba mengistirahatkan badannya saat tiba-tiba ia teringat akan seseorang. Seorang pria manis yang semakin susah untuk ia temui. Sesuai dengan prediksinya beberapa waktu silam, Changmin benar-benar semakin jarang datang dan berkunjung kerumah Hyunjae bahkan untuk menumpang tidur sekalipun.

Hyunjae sesekali menanyakan kabar Changmin serta tugas akhir yang sedang di kerjakan pria kecil itu dan jawaban singkat selalu yang diterima Hyunjae. Hyunjae tau, ada orang lain yang telah menggantikan posisinya saat ini. Hyunjae tau, bahwa ia tidak punya lagi kesempatan untuk berlama-lama di tempatnya saat ini.

Hyunjae teringat beberapa hari yang lalu, Changmin berlari kecil untuk menyerahkan satu kotak donat untuk Hyunjae saat malam minggu. Biasanya, mereka akan menghabiskan donat tersebut bersama dan menonton film apapun itu. Tetapi tidak dengan sore itu, Changmin hanya menyerahkan donat untuk Hyunjae sebelum pergi bersama seseorang yang sepertinya sering berkunjung ke rumah Changmin akhir-akhir ini.

Hyunjae juga pernah menelfon Changmin untuk menanyakan keberadaan pria manis tersebut saat hujan deras hanya untuk memastikan bahwa Changmin tidak terjebak hujan di jalanan. Saat itu, Hyunjae mendengar tawa Changmin saat menerima telfonnya serta sayup suara lelaki lain yang sepertinya sedang bersama Changmin.

“Kak hyunjae! Aku lagi sama temenku kok, aman hehehe” ucapan Changmin di sebrang telfon justru membuat Hyunjae semakin tidak tenang hari itu.

Hyunjae mengambil telfon genggamnya yang telah ia letakan di nakas samping tempat tidur hanya untuk melihat ruangan chat antara dirinya dan tetangga kecilnya itu. Setidaknya sudah tiga hari mereka tidak bertukar pesan dan itu membuat Hyunjae yakin, bahwa dirinya harus mengakhiri apa yang sedang ia lakukan saat ini.


Changmin menoleh sejenak ke pekarangan rumah Hyunjae yang sepi. Hari itu adalah hari wisuda Changmin, tetapi Hyunjae tidak dapat menghadirinya. Changmin marah kepada Hyunjae beberapa minggu lalu karena hal tersebut. Sejak saat itu, ia belum sempat berbicara apapun dengan Hyunjae hingga saat ini.

“Changmin, ayok buruan! Nanti keburu macet” Changmin menghela nafasnya kasar sebelum masuk ke dalam mobil dan berangkat ke tempat dimana wisudanya akan di gelar.

Sepanjang acara, Changmin hanya diam dan tersenyum seperlunya saja. Entah mengapa, ia merasakan kekosongan hanya karena Hyunjae tidak hadir pada acara sakralnya hari itu. Pesan singkat yang dikirimkan Changmin pagi tadi juga belum terkirim, hal itu semakin membuat Changmin tidak bisa duduk tenang.

“Pak, katanya nanti ada yang mau liat-liat rumah Tuan Lee” Changmin menoleh saat sang ibu sedang berbicara dengan sang ayah.

“Rumah tuan lee? Maksudnya rumah kak hyunjae? Emang mau di jual?” Tanya Changmin bingung dan dijawab anggukan oleh ibundanya.

“Kamu sih! Lagi ngambek ya sama Hyunjae? Minggu lalu dia pamit, mau nyusul orang tuanya dan rencananya mau ikut pindah kesana” Changmin hanya bisa diam mendengar penjelasan ibunya.

Changmin jadi teringat perdebatan kecil mereka beberapa waktu silam dan Changmin tidak tau jika hari itu, hari dimana ia dapat bertemu Hyunjae. Hari ini, Changmin menyesali sikapnya kekanak-kanakannya terhadap Hyunjae pada waktu itu.

“Oh iya, dia ngasih hadiah kelulusan tapi ada dirumah. Tadi ayah lupa bawanya” Changmin semakin tidak bisa duduk diam sepanjang hari setelah mendengar ucapan sang ayah.


Malam itu, setelah melalui seluruh kegiatannya dengan tidak tenang, akhirnya Changmin dapat kembali ke rumah dan mendapatkan sebuah buku yang diberikan sang ayah. Sang ayah mengatakan bahwa buku tersebut diberikan Hyunjae sebelum pindah dan menyusul kedua orang tuanya.

PERAN UTAMA

Karya: Hyunjae Lee Sinopsis: Setiap orang adalah sutradara. Kita bisa memilih ingin memainkan peran seperti apa dan menjadikan siapapun sebagai peran utamanya. Tetapi kita, tidak pernah bisa memilih peran yang akan kita mainkan dalam cerita orang lain.

Bagian Satu Entah sejak kapan, aku mulai menjadikan anak lelaki tersebut mengambil peran utama dalam kehidupanku. Rasanya aneh, tetapi aku bahagia. Bahagia karena menjadikannya peran utama di dalam kehidupanku.

Changmin mulai membaca buku tersebut dengan serius. Bagian pertama dalam buku tersebut semakin membuat Changmin tidak sabar untuk dapat membaca bagian selanjutnya.

Bagian Dua Seperti maknanya, peran utama memiliki peran penting dalam sebuah alur cerita. Aku sebagai sutradara, membebaskan peran utama dalam ceritaku untuk melakukan apapun yang ia inginkan karena apapun yang ia lakukan berarti penting juga dalam jalan cerita kehidupanku.

Lembar demi lembar kembali dibaca oleh Changmin secara seksama. Changmin pun mulai mengerti alur cerita dari buku yang dituliskan oleh Hyunjae tersebut. Ia juga mengerti bagaimana jalan cerita dalam buku yang saat ini sedang menguras seluruh fokusnya.

Bagian Tiga Aku rela mengubah cerita dalam kehidupanku, ketika peran utamaku sedang tidak baik-baik saja. Peran utamaku adalah yang terpenting dalam alur kehidupanku.

Changmin terkejut saat membaca kisah yang dituangkan Hyunjae dalam bukunya. Kisah mengenai peran utama dalam kehidupan seseorang, dimana orang tersebut menjadikannya orang lain sebagai peran utamanya. Sebagai bagian penting di dalam hidupnya.

Changmin ingat, bagaimana saat itu Hyunjae dengan senang hati mengantarnya pergi ke kampus saat ia akan pergi bekerja. Hyunjae tetap mengantarnya walaupun arah tempat kerja Hyunjae dan kampus Changmin bertolak belakang. Jantung Changmin terasa berhenti sejenak saat ia mengingat hal tersebut.

Bagian Empat Hari ini, aku memberitahukan konsep sutradara dan peran utama kepada peran utama dalam kehidupanku itu. Ia sungguh menyambutnya dengan gembira. Walaupun ia masih susah mencerna penjelasanku saat itu, ia mengatakan bahwa dirinya akan menjadi seorang sutradara sekaligus peran utama dari sebuah cerita yang luar biasa yang akan ia tuliskan.

Changmin memegang dadanya yang berdenyut terlampau cepat. Konsep sutradara dan peran utama yang baru saja ia baca itu berputar di kepalanya. Changmin merasa bodoh ketika mengetahui makna dibalik konsep yang ia ketahui beberapa waktu lalu itu.

Changmin sekarang tau apa maksud dari Hyunjae saat itu. Changmin akhirnya benar-benar sadar, dimana letak perbedaan jika seseorang menempatkan dirinya sendiri sebagai peran utama dan jika seseorang itu menempatkan orang lain sebagai peran utama dalam hidupnya.

Bagian Lima Aku melupakan fakta jika semua orang adalah sutradara dalam kehidupannya masing-masing. Begitu juga dengan peran utama dalam hidupku yang merupakan seorang sutradara dalam alur kehidupannya sendiri.

Kepala Changmin berdenyut saat ia mulai membuka halaman baru, tepat saat awal bagian lima dimulai. Pada bagian tersebut disebutkan, bahwa sang sutradara telah menemukan fakta jika peran utama dalam kehidupannya juga sudah menentukan peran utama serta peran pendamping dalam alur kehidupannya sendiri.

Sang peran utama tersebut telah memilih akan menjadi sutradara sekaligus peran utama dalam kehidupannya sendiri dan memilih peran pendamping untuk seluruh alur kehidupan selanjutnya.

Changmin ingat, saat ia mulai memasuki semester akhir dimana pertemuannya dan Hyunjae semakin jarang dilakukan. Changmin saat itu lebih senang menghabiskan waktunya bersama orang lain selain Hyunjae.

Bagian Enam Peran utamaku mulai menuliskan skenario untuk alur kehidupannya. Ia akan menjadi seorang sutradara dengan menjadikanku seorang peran pendukung. Sekali lagi akan kuulangi bahwa peran utama dalam alur kehidupanku, menjadikanku sebagai seorang peran pendukung.

Changmin menutup buku tersebut dengan kasar. Mulai malam itu, Changmin membenci konsep sutradara dan peran utama. Changmin benci menjadi seorang sutradara terlebih lagi menjadi seorang peran utama.

Bagian Terakhir Aku akhirnya menyerah. Aku akan menyudahi alur cerita yang sempat aku tuliskan. Peran utamaku sudah memilih peran pendampingnya dan yang jelas itu bukan aku, karena ia tidak pernah tau bahwa ia telah aku jadikan peran utama dalam kisahku.

Setelah beberapa saat, Changmin akhirnya mencoba membuka kembali buku tersebut dan membaca bagian terakhir dalam buku tersebut. Changmin menemukan sebuah surat terselip di halaman terakhir buku tersebut. Hal yang disyukuri Changmin karena kembali melanjutkan membaca buku tersebut.

Surat untuk sang peran utama Changmin, gimana? Apakah aku cocok menjadi seorang sutradara? Atau lebih baik aku tetap jadi seorang penulis saja? Jika aku jadi sutradara, kisahku akan berakhir menyedihkan. Tetapi jika aku menjadi seorang penulis, akan aku pastikan semua kisah yang aku tuliskan mempunyai akhir yang indah. Tapi maaf, khusus buku yang ini akhirnya tidak begitu indah. Karena buku ini memang tidak untuk di publikasikan. Buku ini khusus dibuat untuk PERAN UTAMA

Changmin terdiam beberapa saat. Ia bingung, harus tersenyum atau menangis, keduanya bahkan sudah ia lakukan sejak ia membuka halaman pertama buku tulisan Hyunjae. Changmin masih belum sepenuhnya menerima kenyataan bahwa ada orang lain yang menjadikannya peran utama dalam kehidupannya tanpa diketahui oleh diri Changmin sendiri.

To: hyunjae.lee@writer.id Subject: Surat elektronik untuk sang sutradara

Hai, kakak penulis! Eh, apa aku harus memanggilmu kakak sutradara? Maafkan aku yang merajuk kepadamu hanya karena masalah sepele. Andai aku tidak merajuk, pasti kamu akan berpamitan kepadaku sebelum pergi kan?

Kak Hyunjae, ini pertama kalinya aku baca cerita yang kak Hyunjae tulis dan aku mengakui kamu adalah seorang penulis hebat. Engga salah banyak orang mengagumi tulisan kamu. Aku menyesal, baru membaca bukumu kali ini. Aku janji besok akan pergi ke toko buku dan membeli semua buku hasil karyamu.

Kak Hyunjae, terimakasih sudah menjadikan aku peran utama dalam alur kehidupan kak Hyunjae. Tapi, aku harus jujur bahwa kak Hyunjae adalah seorang sutradara yang buruk. Tidak ada seorang sutradara yang mengikuti alur cerita dari peran utamanya. Sutradara itu adalah orang yang menentukan alur cerita dan sutradara seharusnya memberikan naskah kepada peran utama dalam sebuah cerita.

Kak Hyunjae, aku sebagai seorang peran utama tidak pernah menerima naskah dari seorang sutradara dan aku sangat kecewa. Aku kecewa, karena konsep sutradara dan peran utama yang pernah kak Hyunjae jelaskan justru berbanding terbalik dengan apa yang terjadi diantara kita berdua.

Kak Hunjae, lewat surat eletronik ini aku mau jujur bahwa aku tidak pernah menempatkan kak Hyunjae sebagai peran pendukung dalam jalan ceritaku. Bagaimana bisa aku menempatkan orang yang selalu hadir setiap hari di alur kehidupanku sebagai peran pendukung?

Kak Hyunjae, terimakasih sudah menjadikanku peran utama hingga aku menemukan peran pendampingku. Maaf belum bisa menjadi peran utama yang membawa akhir yang bahagia. Aku harap kak Hyunjae bisa menjadikan diri kak Hyunjae seorang peran utama dalam alur kehidupan kam hyunjae sendiri hingga kakak menemukan peran pendamping yang membawa alur kehidupan kakak kepada akhir yang bahagia.

Kak Hyunjae, aku akan melepaskan title peran utamaku saat surat eletronik ini kak Hyunjae terima dan menyerahkan title tersebut untuk diri kak Hyunjae sendiri. Semoga kak Hyunjae selalu bahagia dimanapun kak Hyunjae berada.

Changmin menarik nafas panjang dan membuangnya secara perlahan. Ia telah lebih dahulu menekan tombol kirim, sebelum akhirnya menutup halaman surat elektonik tersebut. Ia telah sepenuhnya melepaskan title peran utama dalam alur hidup Hyunjae sejak malam itu. Malam dimana untuk pertama kalinya ia mengetahui perannya dalam alur kehidupan Hyunjae.

Changmin membuka kembali buku yang ia letakan di atas kasur tersebut utuk menulis beberapa kalimat tambahan dalam buku tersebut.

ps: Kita memang seorang sutradara dan bisa memilih siapapun peran utama dalam alur kehidupan kita. Tetapi, jangan pernah lupa untuk memberikan naskah kepada siapapun itu yang kamu jadikan peran utama. Karena, ia berhak tau perannya dalam setiap alur kehidupan orang lain

selesai

Kolom Kritik dan Saran

⚠️ Major Character Death.

📌 This story contains scenes that some readers may find uncomfortable and hurt


“Ka Sangyeon, bangun! Sarapannya udah siap”Chanhee berteriak sedikit lebih kencang untuk membangunkan sang kekasih. Jam sudah menunjukan pukul setengah delapan pagi. Baik Sangyeon dan Chanhee, tidak ada kelas pagi itu, tetapi mereka tetap harus tiba di kampus sebelum jam sepuluh karena Chanhee ada seminar bersama dengan jurusan lain dikampusnya.

“Susu atau Jus?“tanya Chanhee saat Sangyeon melangkah pelan menuju dapur.

“Pilihan dari aku cuma Susu atau Jus? Engga ada kopi”ucap Chanhee dengan alis menukik tajam. Chanhee menatap tajam Sangyeon yang sudah duduk di kursi meja makan dengan senyum di wajahnya. Hal yang dapat membuat Chanhee bertekuk lutut pada lelaki yang berusia dua tahun lebih tua darinya itu.

“Kopi cuma buat hari ini aja! Besok aku buatin jus dan engga boleh milih yang lain”ucap Chanhee dan Sangyeon tersenyum menatap kekasih manisnya itu.

“Nanti kamu ada rapat sampai jam berapa? Mendingan aku nunggu kamu rapat atau pulang duluan ya?“tanya Chanhee dengan tangan yang lihai meracik kopi untuk Sangyeon. Chanhee menoleh saat tidak mendapat jawaban dari sang kekasih.

“Kebiasaan deh! Ka sangyeon, aku nanya kamu loh....“ucap Chanhee berkacak pinggang menatap kekasihnya yang asik mengunyah roti dengan tangan sibuk memainkan ponsel genggamnya. Chanhee baru saja akan protes, tetapi bunyi ponselnya membuatnya mengurungkan niatnya.

“Lah kan gue engga minta bareng? Inisiatif lo agak menyusakan ya?“ucap Chanhee sesaat setelah menerima panggilan telfon tersebut.

“Ini tuh baru jam.... LAH UDAH JAM SEMBILAN? perasaan tadi masih jam delapan?“ucap Chanhee panik.

“Iya deh gue bareng! Ka Sangyeon belum mandi, jadi kalo gue nungguin dia pasti telat. Tunggu sebentar dibawah, sepuluh menit!“ucap Chanhee dan detik berikutnya ia memutuskan sambungan telfon tersebut.

“Ka, aku berangkat duluan ya? Udah di jemput Changmin dibawah. Kamu ga apa-apa kan aku tinggal? Piringnya ga usah di cuci! Biarin aja ya? Nanti pulangnya biar aku cuci. Kamu jangan lupa nanti ada rapat jam satu ya! Langsung mandi aja, jangan tidur lagi”ucap Chanhee panjang lebar dan membuat Sangyeon tersenyum melihat tingkah kekasihnya tersebut.

“Oh iya lupa!“Chanhee yang sudah berjalan ke arah pintu keluar itupun kembali untuk mencium puncak kepala Sangyeon sebelum akhirnya berlari kembali keluar dari apartementnya.


“Yaudah sih lo makan dulu! Terus lo minum obatnya sebelum gue paksa ya?“ucap Changmin menahan emosinya saat Chanhee enggan menyentuh makan siangnya.

“Sebentar! Ka Sangyeon gue telfon kok engga diangkat ya? Ini dia dijalan apa udah mulai rapat sih?“ucapan Chanhee membuat Changmin menghela nafasnya berat.

“Di jalan kali? Lo paling ga suka kan Sangyeon nerima telfon pas dia lagi nyetir?“ucap Younghoon, kekasih Changmin yang baru saja tiba dikantin. Chanhee pun mengikuti saran Younghoon dan mematikan panggilan telfonnya.

“Terus lo kok disini? Bukannya kalian rapat jam satu ya? Ini udah setengah satu loh?“ucap Chanhee sambil mengunyah makan siangnya.

“Masih ada waktu setengah jam lagi! Gue mau menghabiskan waktu sebaik mungkin bareng Changmin”ucap Younghoon tersenyum jahil,

“Nanti aku pulang duluan ya sama Chanhee? Mau ke mall dulu! Cari kado buat sepupu aku”ucap Changmin singkat dan Younghoon mengangguk mengerti.

“Sepupu lo ulang tahun lagi? Bukannya kemarin udah ya? Sepupu lo banyak amat sih?“tanya Chanhee bingung.

“Ada! Sepupu jauh, jauh banget sampe gue juga gatau deh kalo sepupuan sama dia”Changmin menjawab singkat pertanyaan Chanhee.

“Yaudah, nanti sebelum berangkat kita mampir ruang BEM bentar ya? Gue izin dulu sama ka sangyeon”ucapan Chanhee membuat Changmin dan Younghoon beradu tatap.

“Engga usah! Gampang, nanti gue sampein ke sangyeon, kalo lo pergi sama Changmin”ucap Younghoon meyakinkan Chanhee.

“Engga ah, gue izin langsung aja! Lo tuh tadi pagi udah nyulik gue, masa sekarang nahan gue buat engga ketemu ka sangyeon lagi sih?“ucap Chanhee sinis.

Changmin menarik nafasnya panjang sebelum menarik Chanhee agar berhadapan dengannya. Chanhee menatap Changmin bingung karena tingkah sahabatnya yang terbilang aneh untuk hari ini.

“Stop! Gue bilang berhenti bisa? Udah sebulan! Ka sangyeon udah ga ada! Lo harus sadar!!“ucap Changmin dengan suara gemetar.

“Sadar! Liat, lo sekarang dimana?“tanya Changmin dengan bulir air mata yang entah sudah menetes sejak kapan.

Chanhee memegang kepalanya yang berdenyut. Keadaan sekelilingnya berubah. Ia tidak lagi berada di kantin kampusnya, melainkan berada di kantin salah satu rumah sakit yang bahkan ia tidak tahu rumah sakit apa.

“Kok gue ada disini? Bukannya kita tadi ada dikampus? Ngapain sih kita disini?“tanya Chanhee bingung dengan tawa hambar yang keluar dari bibirnya.

“Please.... Gue mau lo cepet sembuh! Gue mau lo bisa keluar dari sini..... Udah ya? Lupain ka sangyeon...“ucap Changmin dengan tangis yang semakin menjadi.

“Apaan sih? Lo tuh kalo ngomong yang bener! Gue sama Ka Sangyeon masih tinggal bareng kok? Tadi pagi juga gue masih nyiapin dia sarapan?“ucap Chanhee santai.

Flashback

“Ka Sangyeon, bangun! Sarapannya udah siap”Chanhee berteriak sedikit lebih kencang untuk membangunkan sang kekasih. Jam sudah menunjukan pukul setengah delapan pagi. Baik Sangyeon dan Chanhee, tidak ada kelas pagi itu, tetapi mereka tetap harus tiba di kampus sebelum jam sepuluh karena Chanhee ada seminar bersama dengan jurusan lain dikampusnya.

Chanhee bukan terbangun di apartemen mewah yang ia sewa bersama Sangyeon. Ia tinggal di sebuah kamar putih di sebuah rumah sakit swasta. Tidak ada dapur, tidak ada apapun. Di kamar itu hanya ada kasur tempatnya tidur dan sebuah kamar mandi.

“Susu atau Jus?“tanya Chanhee saat Sangyeon melangkah pelan menuju dapur.

“Pilihan dari aku cuma Susu atau Jus? Engga ada kopi”ucap Chanhee dengan alis menukik tajam. Chanhee menatap tajam Sangyeon yang sudah duduk di kursi meja makan dengan senyum di wajahnya. Hal yang dapat membuat Chanhee bertekuk lutut pada lelaki yang berusia dua tahun lebih tua darinya itu.

“Kopi cuma buat hari ini aja! Besok aku buatin jus dan engga boleh milih yang lain”ucap Chanhee dan Sangyeon tersenyum menatap kekasih manisnya itu.

“Nanti kamu ada rapat sampai jam berapa? Mendingan aku nunggu kamu rapat atau pulang duluan ya?“tanya Chanhee dengan tangan yang lihai meracik kopi untuk Sangyeon. Chanhee menoleh saat tidak mendapat jawaban dari sang kekasih.

“Kebiasaan deh! Ka sangyeon, aku nanya kamu loh....“ucap Chanhee berkacak pinggang menatap kekasihnya yang asik mengunyah roti dengan tangan sibuk memainkan ponsel genggamnya. Chanhee baru saja akan protes, tetapi bunyi ponselnya membuatnya mengurungkan niatnya.

Chanhee berbicara seorang diri. Tidak pernah ada Sangyeon yang menghampirinya. Tidak ada Sangyeon yang meminta segelas kopi di pagi hari. Tidak ada lagi Sangyeon dengan senyum manisnya yang menyapa Chanhee setiap pagi.

“Lah kan gue engga minta bareng? Inisiatif lo agak menyusakan ya?“ucap Chanhee sesaat setelah menerima panggilan telfon tersebut.

“Ini tuh baru jam.... LAH UDAH JAM SEMBILAN? perasaan tadi masih jam delapan?“ucap Chanhee panik.

“Iya deh gue bareng! Ka Sangyeon belum mandi, jadi kalo gue nungguin dia pasti telat. Tunggu sebentar dibawah, sepuluh menit!“ucap Chanhee dan detik berikutnya ia memutuskan sambungan telfon tersebut.

“Ka, aku berangkat duluan ya? Udah di jemput Changmin dibawah. Kamu ga apa-apa kan aku tinggal? Piringnya ga usah di cuci! Biarin aja ya? Nanti pulangnya biar aku cuci. Kamu jangan lupa nanti ada rapat jam satu ya! Langsung mandi aja, jangan tidur lagi”ucap Chanhee panjang lebar dan membuat Sangyeon tersenyum melihat tingkah kekasihnya tersebut.

“Oh iya lupa!“Chanhee yang sudah berjalan ke arah pintu keluar itupun kembali untuk mencium puncak kepala Sangyeon sebelum akhirnya berlari kembali keluar dari apartementnya.

Seperti biasa, Changmin dan Younghoon datang menjenguk Chanhee. Bukan panggilan telfon yang di dapat Chanhee, ketukan pintu seorang suster yang menyapanya dan memberitahu bahwa sahabatnya datang. Setidaknya, hanya mereka berdualah yang hingga kini masih mau bermain sandiwara bersama Chanhee. Mereka fikir, semuanya akan kembali seperti semula jika mereka bersandiwara bersama sahabat mereka itu.

“Yaudah sih lo makan dulu! Terus lo minum obatnya sebelum gue paksa ya?“ucap Changmin menahan emosinya saat Chanhee enggan menyentuh makan siangnya.

“Sebentar! Ka Sangyeon gue telfon kok engga diangkat ya? Ini dia dijalan apa udah mulai rapat sih?“ucapan Chanhee membuat Changmin menghela nafasnya berat.

“Di jalan kali? Lo paling ga suka kan Sangyeon nerima telfon pas dia lagi nyetir?“ucap Younghoon, kekasih Changmin yang baru saja tiba dikantin. Chanhee pun mengikuti saran Younghoon dan mematikan panggilan telfonnya.

“Terus lo kok disini? Bukannya kalian rapat jam satu ya? Ini udah setengah satu loh?“ucap Chanhee sambil mengunyah makan siangnya.

“Masih ada waktu setengah jam lagi! Gue mau menghabiskan waktu sebaik mungkin bareng Changmin”ucap Younghoon tersenyum jahil,

“Nanti aku pulang duluan ya sama Chanhee? Mau ke mall dulu! Cari kado buat sepupu aku”ucap Changmin singkat dan Younghoon mengangguk mengerti.

Changmin dan Younghoon akan berada di rumah sakit seharian. Bersandiwara seakan-akan Chanhee berada di kampus tempat mereka berkuliah. Tidak, mereka sudah tidak berkuliah lebih dari lima tahun. Masing-masing dari mereka sudah bekerja dan begitu juga dengan Chanhee maupun Sangyeon, pada saat itu

“Yaudah, nanti sebelum berangkat kita mampir ruang BEM bentar ya? Gue izin dulu sama ka sangyeon”ucapan Chanhee membuat Changmin dan Younghoon beradu tatap.

“Engga usah! Gampang, nanti gue sampein ke sangyeon, kalo lo pergi sama Changmin”ucap Younghoon meyakinkan Chanhee.

“Engga ah, gue izin langsung aja! Lo tuh tadi pagi udah nyulik gue, masa sekarang nahan gue buat engga ketemu ka sangyeon lagi sih?“ucap Chanhee sinis.

Changmin menarik nafasnya panjang sebelum menarik Chanhee agar berhadapan dengannya. Chanhee menatap Changmin bingung karena tingkah sahabatnya yang terbilang aneh untuk hari ini.

“Stop! Gue bilang berhenti bisa? Udah sebulan! Ka sangyeon udah ga ada! Lo harus sadar!!“ucap Changmin dengan suara gemetar.

“Sadar! Liat, lo sekarang dimana?“tanya Changmin dengan bulir air mata yang entah sudah menetes sejak kapan.

Changmin sadar semuanya tidak berjalan sesuai kemauanya. Sahabatnya tidak kunjung membaik. Tubuhnya semakin kurus dan bayangan masa lalunya masih terus bermain dalam ingatannya. Sekuat apapun Changmin dan Younghoon mengembalikan ingatan Chanhee, hasil yang mereka dapatkan hanyalah sebuah kegagalan

Chanhee memegang kepalanya yang berdenyut. Keadaan sekelilingnya berubah. Ia tidak lagi berada di kantin kampusnya, melainkan berada di kantin salah satu rumah sakit yang bahkan ia tidak tahu rumah sakit apa.

“Kok gue ada disini? Bukannya kita tadi ada dikampus? Ngapain sih kita disini?“tanya Chanhee bingung dengan tawa hambar yang keluar dari bibirnya.

“Please.... Gue mau lo cepet sembuh! Gue mau lo bisa keluar dari sini..... Udah ya? Lupain ka sangyeon...“ucap Changmin dengan tangis yang semakin menjadi.

“Apaan sih? Lo tuh kalo ngomong yang bener! Gue sama Ka Sangyeon masih tinggal bareng kok? Tadi pagi juga gue masih nyiapin dia sarapan?“ucap Chanhee santai.

Chanhee pingsan. Efek yang biasa ditimbulkan jika ia berfikir terlalu keras.

End of flashback

“Udah bangun? Aku gendong kamu dari bawah! Kamu berat ya sekarang?”

Chanhee terdiam dan menatap Sangyeon yang duduk di pinggir kasur king size milik mereka. Chanhee menangis dan menabrakan badannya kearah sang kekasih yang langsung dibalas Sangyeon dengan sebuah pelukan hangat.

“Aku engga kemana-mana... Aku selalu disini sama kamu. Sesuai janji aku kan?”

Chanhee menganggukan kepalanya saat mendengar ucapan Sangyeon. Ia semakin erat memeluk kekasihnya. Bagi Chanhee, Sangyeon tidak pernah berbohong. Sangyeon akan selalu bersamanya, kapanpun, dimanapun dan sampai kapanpun.

KAPILA