semestakapila

⚠️ Mohon persiapkan diri kalian, karena cerita ini akan menjadi cerita yang sangat panjang

⚠️ Mohon untuk dapat memperhatikan latar belakang waktu dalam cerita ini


Februari, 2010

Hyunjae mengambil salah satu kertas yang terjatuh tidak jauh dari ujung sepatu yang ia kenakan. Ia membaca dengan seksama kertas dalam genggamannya yang ternyata adalah sebuah brosur pembukaan sebuah kafe kecil. Lelaki berusia tiga puluh dua tahun itu mencoba memperhatikan sekelilingnya dan menemukan fakta bahwa tidak hanya satu atau dua buah brosur yang tergeletak setengah rusak di jalanan, tetapi lebih dari sepuluh brosur dan sedang ia coba untuk ambil satu persatu.

Tidak jauh dari tempat Hyunjae berdiri, ada seorang lelaki yang membagikan brosur yang sama seperti yang Hyunjae genggam saat ini. Wajah lelah lelaki tersebut berbanding terbalik dengan senyum yang merekah di bibirnya, sebuah senyuman yang bahkan membuat Hyunjae tersenyum saat melihatnya. Keringat menetes di wajah lelaki tersebut, mungkin efek matahari yang bersinar terik serta kostum yang dikenakan pria tersebut untuk menarik pejalan kaki.

“Selamat Siang, kak! Jangan lupa datang ke pembukaan kafe kecil kami. Ada berbagai jenis minuman serta kue dan juga potongan harga saat pembukaan nanti. Semoga hari kakak menyenangkan!!”

Langkah Hyunjae pelan tapi pasti mendekati lelaki yang terus menerus mengucapkan kalimat yang sama dengan tangan yang gesit membagikan brosur. Hyunjae memberhentikan langkahnya tepat di depan lelaki tersebut. Sinar matahari yang semula menyapa wajah letih lelaki pembagi brosur tersebut perlahan hilang karena terhalang tubuh menjulang Hyunjae dan membuat lelaki di hadapan Hyunjae menengadahkan kepalanya.

“Selamat siang, kak! Ja— ah, maaf Pak! Aku akan membuang brosur yang bertebaran itu nanti”

Lelaki di hadapan Hyunjae itu tidak lagi mengulang kalimat yang sama saat melihat Hyunjae menggengam lebih dari sepuluh brosur. Lelaki yang lebih kecil dari Hyunjae itu justru panik dan mengambil alih brosur-brosur kusut dari genggaman Hyunjae.

“Maaf....“Lelaki yang telah melepas kostumnya itu berbicara terlampau pelan. Ia adalah Changmin, lelaki pembagi brosur tersebut bukanlah pemain baru dalam kehidupan Hyunjae. Beberapa tahun yang lalu, Changmin masih bekerja di salah satu restaurant milik Hyunjae. Salah satu dari sekian banyak restaurant mewah yang dimiliki Hyunjae. Tetapi entah karena apa, Changmin pergi tanpa kabar dan meninggalkan pekerjaannya.

“Saya sudah memberhentikan orang yang nyebar rumor itu”ucap Hyunjae tenang. Tetapi ketenangan dalam suara Hyunjae itu tidak dapat dirasakan Changmin, lelaki yang lebih muda itu justru panik. Ia berusaha menjelaskan sesuatu, walaupun pada akhirnya ia lebih memilih diam saat Hyunjae menatapnya lekat. Changmin, terlampau takut.

“Kamu tinggal dimana sekarang?“tanya Hyunjae yang masih menatap Changmin lekat. Changmin menarik nafasnya panjang sebelum merapihkan kostum dan semua barang bawaannya, membuat Hyunjae mengernyitkan keningnya heran.

“Di tempat dimana aku akan mulai semuanya”ucap Changmin tersenyum sebelum berjalan tanpa sepatah katapun. Langit sudah sepenuhnya berwarna jingga saat Hyunjae mengikuti langkah kecil Changmin ke tempat dimana Changmin menyebutnya Tempat dimana ia akan memulai semuanya kembali.

November, 2001

“Baik, Changmin! Kamu bisa mulai bekerja mulai minggu depan. Asisten saya akan memberitahukan apa yang harus kamu siapkan untuk memulai pekerjaan kamu minggu depan”

Changmin tersenyum bahagia. Akhirnya, setelah beberapa bulan berkeliling mencari pekerjaan, hari itu ia diterima bekerja di salah satu restaurant di pusat kota. Ucapan terima kasih tidak hentinya diucapkan Changmin hingga ia meninggalkan ruangan lelaki yang akan menjadi atasannya mulai minggu depan.

Hari pertama Changmim bekerja, beberapa kesalahan ia lakukan. Salah satunya membuat noda pada gelas yang harus ia sajikan kepada pelanggan. Changmin merutuki kebodohan dirinya dan berjanji akan bekerja lebih teliti lagi di kemudian hari.

“Changmin! Kamu di panggil ke ruangan Pak Hyunjae...“Tubuh Changmin menegang. Hari itu tepat tiga bulan dirinya bekerja di restaurant tersebut dan berakhirlah masa uji coba seperti yang dibicarakan atasannya tepat tiga bulan yang lalu.

“Bagaimana, Changmin? Apa yang kamu dapatkan setelah tiga bulan bekerja disini?“tipikal seorang Lee Hyunjae. Ia adalah seorang atasan yang akan langsung menanyakan kemajuan apa yang dirasakan oleh semua karyawannya.

Hyunjae tersenyum mendengar cerita Changmin yang bahkan telah ia ketahui sebelumnya. Hyunjae menerima Changmin bekerja di restaurant mewah miliknya itu bukan tanpa alasan. Sebelumnya, Hyunjae sudah melihat Changmin keluar masuk toko, kafe hingga restaurant untuk melamar pekerjaan dan selalu gagal. Hingga akhirnya Hyunjae memberikan kesempatan kepada Changmin untuk bekerja di tempatnya.

Juni, 2003

“Gimana, enak?“Changmin duduk bersama teman-temannya di dapur yang sudah ia bersihkan beberapa waktu lalu dan menunggu tanggapan teman-temannya tersebur mengenai makanan penutup yang baru saja ia buat.

Changmin bernafas lega saat semua teman-temannya memberi tanggapan positif untuk makanan penutup tersebut. Bahkan beberapa diantaranya, meminta Changmin untuk mengajukan makanan penutup buatannya untuk di jadikan salah satu menu di restaurant tempat mereka bekerja.

“Kenapa engga coba ngelamar jadi tukang masak aja sih, min? Atau koki?“tanya salah satu temannya dan Changmin hanya tertawa hambar.

“Aku cuma hobi dan bisa masak. Engga punya title koki atau chef kayak chef hebat disini”ucap Changmin tersebut.

“Coba kasih ini ke Pak Hyunjae! Siapa tau di jadiin salah satu menu di restaurant ini kan?“ucapan salah satu rekan Changmin itu membuat Changmin berfikir keras.

“Iya, silahkan masuk!“Pagi harinya, setelah Changmin memikirikan perkataan teman-temannya, akhirnya Changmin memberanikan diri bertemu dengan atasannya.

“Oh? Changmin? Ada yang bisa saya bantu?“tanya Hyunjae saat melihat Changmin masuk ke ruangannya dan membuat sepotong kue coklat.

Hyunjae tersenyum melihat kue coklat yang dibawa Changmin. Hyunjae tidak percaya bahwa Changmin berani menunjukan kepadanya makanan penutup hasil karyanya tersebut.

“Udah kamu coba kasih ke kepala koki disini? Kata dia apa?“pertanyaan Hyunjae membuat Changmin meringis.

“Teksturnya masih kurang lembut, Pak. Terus rasanya juga masih terlalu manis”ucap Changmin pelan dan Hyunjae mengangguk mengerti.

“Kamu suka masak? Mau pindah bagian jadi ke dapur? Biar bisa ngasah kemampuan kamu?“Changmin mengerjapkan matanya berulang kali. Sebuah tawaran yang jauh dari ekspektasinya.

“Hm... Tapi pak, saya engga pernah sekolah atau belajar tentang tata boga. Saya cuma hobi sama suka masak makanan penutup aja”ucap Changmin menjelaskan.

“Saya engga butuh orang yang pernah belajar tata boga. Saya cuma butuh orang yang punya kemampuan dan kemauan untuk belajar. Nanti coba saya tanyakan kepala koki, kalo memang dia butuh tambahan orang. Kamu siap kan?“tanya Hyunjae dan Changmin akhirnya mengangguk antusias.

September, 2004

“Happy birthday, Pak Hyunjae! Happy birthday, Pak Hyunjae! Happy birthday, Happy Birthday, Happy Birthday, Pak Hyunjae!!”

Seperti tahun-tahun sebelumnya. Karyawan di restaurant milik Hyunjae memberikan kejutan saat atasan mereka berulang tahun. Sebuah perayaan ulang tahun sederhana yang dapat dirasakan kekeluargaannya.

“Jadi, tahun ini kue ulang tahun saya masih beli di luar atau buatan kalian nih?“tanya Hyunjae dengan tawa khasnya.

“Tahun ini spesial, Pak! Changmin udah berani buatin Kue buat bapak. Kalo tahun lalu, dia belum percaya diri katanya!!“Wajah Changmin memerah saat salah sagi kepala koki yang berdiri disebelahnya membuat sebuah pengakuan.

“Jangan lupa harapannya, pak! Semoga cepat dapat jodoh!!“Celetukan ringan salah satu karyawan tepat sebelum Hyunjae meniup lilinya itu mendapatkan tanggapan luar biasa dan membuat Hyunjae tertawa.

November, 2004

“Selamat ulang tahun, Changmin!“Tubuh Changmim tersentak saat seseorang yang tiba-tiba hadir dibelakangnya dengan satu potong kue dengan lilin kecil.

“Pak Hyunjae? Belum pulang, pak?“tanya Changmin panik saat melihat atasan tempat ia bekerja masih berada di restaurant, karena Changmin kira ia tinggal seorang diri di tempat tersebut.

“Ditiup dulu dong lilinya, panas nih”ucap Hyunjae dengan tawa renyah yang mengakhiri kalimatnya.

“Jadi, kamu disini udah berapa lama? Tiga tahun ya?“tanya Hyunjae dan Changmin mengangguk pelan.

Setelah kejutan sederhana dari Hyunjae tersebut, keduanya memutuskan berjalan di sekitar pusat kota untuk mencari minimarket dua puluh empat jam. Awalnya Changmin ingin menolak karena rasa canggunh diantara keduanya, tetapi karena sedikit paksaan dari Hyunjae akhirnya Changmin menerima ajakan Hyunjae untuk berjalan-jalan saat jam hampir menunjukan tengah malam.

“Makasih ya, pak? Udah mau nerima saya kerja. Bahkan, pak hyunjae mau ngasih kesempatan saya biar bisa jadi asisten koki”ucap Changmin pelan.

“Saya sudah pernah bilang kan, kalo saya hanya butuh seseorang yang punya kemampuan dan kemauan. Seseorang yang punya kemauan untuk maju, pasti akan mengasah kemampuan yang dia punya untuk lebih baik lagi. Orang-orang seperti itu yang nantinya bisa jadi orang sukses, karena mereka akan terus berusaha mencapai apapun yang mereka impikan. Sama seperti kamu, kamu ada kemauan untuk belajar dan bahkan kemampuan membuat makanan penutup. Saya yakin dan percaya, bahwa kamu akan terus belajar dan mengasah kemampuan kamu itu bahkan mungkin sampai kamu punya toko makanan penutup sendiri?“ucapan Hyunjae malam ini membuat hati Changmin terketuk.

Changmin bertemu orang sebaik Hyunjae yang membuka jalan untuknya agar bisa lebih maju adalah sebuah anugerah. Sebuah anugerah yang tidak akan Changmin sia-siakan. Changmin malam itu berjanji, akan terus mengasah kemampuannya dan membuat Hyunjae bangga karena telah memberikannya pekerjaan beberapa tahun silam.

Desember 2005

“Changmin, kamu tau kan kalo hal ini krusial banget? Kita bisa mencelakakan orang lain kalo kita engga teliti”ucapan kepala koki siang itu menggema di penjuru dapur.

Siang itu, Changmin baru saja salah memasukan bahan makanan ke dalam makanan pesanan pelanggan dan yang lebih memprihatinkan adalah, bahan makanan yang Changmin masukan merupakan bahan makanan penyebab alergi yang dapat mencelakai pelanggan tersebut.

“Saya buat makanan sesuai dengan pesanan. Saya sudah coba cek berkali-kali, chef!“ucap Changmin dengan suara bergetar.

Akibat insiden tersebut, setidaknya lima orang yang terlibat dalam penyajian makanan kepada pelanggan di panggil oleh Hyunjae ke ruangannya.

“Saya tidak akan menyalahkan siapapun malam ini. Saya hanya harap kalian semua lebih berhati-hati kedepannya”ucap Hyunjae malam itu menutup perbincangan dengan kelima karyawannya.

“Mentang-mentang anak kesayangan pak hyunjae, jadi engga di pecat. Coba kalo orang lain yang salah, pasti langsunh di pecat”

Changmin mengepalkan telapak tangannya untuk menahan emosinya. Sejak malam itu, Changmin selalu mendengar rumor-rumor mengenaik dirinya dan pak hyunjae yang membuat Changmin harus rela menebalkan telinganya.

Januari, 2006

“Selamat, Changmin! Semoga kamu bisa menjadi lebih baik lagi setelah ini”Changmin tersenyum menerima uluran tangan Hyunjae dan menjabatnya. Hari itu, Changmin di nobatkan menjadi karyawan terbaik di restaurant. Sebuah penghargaan yang pertama kalia ia terima setelah hampir lima tahun bekerja.

“Orang yang hampir celakain orang kok bisa jadi karyawan terbaik? Kayanya dia udah ngapa-ngapain deh sama si boss”

Lagi, Changmin hanya dapat menahan amarahnya saat mendengar beberapa orang membicarakannya di belakangnya. Changmin tetap memasang ekspresi tenang saat berbicara dengan Hyunjae dan kepala koki malam itu.

“Changmin, habis ini kamu ada acara?“tanya Hyunjae sesaat setelah acara pemilihan karyawan terbaik tersebut selesai.

“Engga ada kok, Pa—– Kak...“ucap Changmin tersenyum.

Changmin mengubah panggilannya terhadap Hyunjae atas permintaan Hyunjae saat mereka berjalan kaki bersama malam itu. Hyunjae bilang, ia tidak mau ada sekat jabatan jika mereka berada di luar pekerjaan, sehingga Hyunjae meminta Changmin merubah panggilannya diluar jam bekerja.

Maret, 2006

“Eh, udah denger kabar kalo Pak Hyunjae mau buka cabang baru?”

“Iya, kemarin gue denger kabar dari cabang sebelah. Katanya kepala manajernya mau di ambil dari karyawan sini!”

“Hah? Yang bener? Siapa? Kepala koki? Tapi ga mungkin, kalo kepala koki tiba-tiba jadi manajer....”

“Ada kabar sih katanya Changmin! Awal tahun kan dia baru dapet predikat karyawan terbaik. Katanya tuh dia dapet predikat karyawan terbaik biar ga ada yang curiga pas dia di angkat jadi kepala manajer cabang baru”

“Pantesan!!! Akhir tahun habis bikin kesalahan fatal, bikin pelanggan sampe masuk rumah sakit. Terus masa awal tahun langsung jadi karyawan terbaik? Pada curiga ga sih?”

Changmin menahan nafasnya beberapa detik sebelum menghembuskannya secara perlahan. Rumor yang beredar di tempatnya ia bekerja semakin tidak terkendali. Kedekatannya dengan Hyunjae, menjadi perbincangan dan alasan mengapa Changmin bisa dengan cepat mendapatkan kenaikan jabatan secara cepat.

Agustus, 2007

Hyunjae mengernyitkan keningnya saat melihat surat pengunduran diri Changmin tergeletak di atas mejanya pagi itu. Hyunjae sempat bertanya kepada beberapa rekan kerja Changmin, tetapi mereka semua menjawab dengan jawaban yang sama, yaitu tidak tau alasan pengunduran diri Changmin dari tempat kerjanya.

Hyunjae mendatangi tempat tinggal Changmin sore itu. Nihil, Changmin tidak ada di tempat tinggalnya lagi. Changmin sudah pindah sebulan yang lalu menurut tetangga Changmin yang Hyunjae temui. Hyunjae malam itu pasrah, ketika dirinya benar-benar tidak bisa menemui Changmin dimanapun.

Februari, 2008

“Changmin, minta tolong cek persediaan kayak biasa ya? Kalo udah ada yang habis, kita beli sore ini”Changmin mengangguk mengerti dan dengan sigap mengerjakan hal yang diperintahkan atasannya tersebut.

Changmin dan pekerjaan barunya. Rumor yang beredar di tempat kerjanya yang lama, membuat Changmin memutuskan mengundurkan diri. Tanpa persetujuan Hyunjae, enam bulan yang lalu Changmin memutuskan segala hal yang berhubungan dengan Hyunjae.

Sesuai janji pada dirinya sendiri saat bulan November di tahun 2004, Changmin akan terus mengasah kemampuannya dan karena itulah ia memilih bekerja pada sebuah toko kue sederhana di pinggiran kota. Changmin memulai semuanya dari nol. Tanpa bantuan Hyunjae seperti yang dibicarakan teman-teman terdahulunya.

Februari 2010

“Jadi, kenapa kamu pergi tanpa sebab waktu itu?“tanya Hyunjae saat keduanya sudah duduk di depan minimarket yang bersebrangan dengan tempat dimana Changmin akan memulai semuanya dari awal.

Changmin menarik nafasnya panjang sebelum memulai ceritanya. Memulai cerita dimana ia pertama kali bekerja untuk Hyunjae sembilan tahun silam. Bagaimana ia yang tidak mempunyai keahlian apapun itu bisa bekerja tanpa mendapatkan diskriminasi dari siapapun.

“Siapa bilang? Kamu kan bisa masak hidangan penutup! Kamu punya keahlian, saya tau itu, makanya saya terima kamu bekerja di tempat saya”Changmin hanya tersenyum mendengar ucapan Hyunjae tersebut dan ia melanjutkan kisahnya.

Hyunjae mendengarkan semua kisah yang Changmin alami. Bagaimana jika ternyata Changmin suka mendapatkan gunjingan teman-temannya karena dirinya yang dengan mudah masuk ke dapur walaupun baru bekerja beberapa tahun. Bahkan Changmin bisa dengan mudah menjadi asisten koki pada saat itu.

Hyunjae menahan nafasnya selama beberapa detik sebelum membuangnya secara perlahan. Hyunjae tidak pernah tau, jika semua kemudahan yang ia berikan justru menjadi boomerang untuk lelaki di hadapannya ini.

“Changmin, maaf... Maaf kalo kemudahan yang saya berikan saat itu justru jadi boomerang untuk kamu. Saya suka memperhatikan karyawan saya, saya suka menilai kinerja mereka dan jika kinerja mereka bagus, maka saya akan menempatkan mereka di tempat terbaik”ucao Hyunjae menjelaskan.

“Engga apa-apa, pak...“ucap Changmin tersenyum.

Hyunjae merutuki orang-orang yang menggunjing di belakang Changmin. Orang-orang yang membicarakan orang lain tanpa tahu bagaimana sebenarnya kehidupan orang tersebut sebenarnya. Hyunjae tidak memberikan pekerjaan kepada Changmin secara cuma-cuma, ia memberikan pekerjaan kepada Changmin karena Changmin mampu dan mau untuk selalu belajar.

“Jadi, kapan kafenya bakal dibuka?“tanya Hyunjae sesaat setelah keduanya larut dalam keheningan.

“Sebulan lagi... Ah sebentar ya pak”ucap Changmin sebelum berlari kecil menyebrang kearah kafenya berada dan menarik seorang lelaki yang lebih tinggi darinya.

“Ini boss yang aku pernah ceritain waktu itu! Yang ngasih aku kerjaan dan kesempatan belajar banyak di restaurantnya“Tanpa diminta, Hyunjae bangkit dari kursi dan menjabat tangan lelaki di hadapannya.

“Kalo pak hyunjae mikir saya buka kafe sendirian, itu salah pak! Saya mau mulai semuanya sama dia. Soalnya cerita hidup kita sedikit mirip dan kita sepakat untuk bangun sesuatu bersama-sama dari nol”ucap Changmin tersenyum.

Hyunjae mengangguk dan melihat bagaimana Changmin tersneyum saat berbicara dengan lelaki yang berdiri di sebelahnya. Lelaki di sebelah Changmin pun menatap Changmin dengan tatapan memuja, persis seorang pemeran utama di dalam sebuah cerita.

Oktober 2017

Hyunjae merapatkan mantel yang sudah rapih ia kenakan. Hembusan angin di pertengahan bulan Oktober, membuat ia harus ekstra melindungi dirinya dari dingin, jika ia tidak ingin terserang flu saat musim dingin nanti. Hyunjae tersenyum saat menatap wajahnya di cermin dan sebelum pergi meninggalkan kamar mewahnya.

“Pak Hyunjae! Makasih banget ya pak, udah mau dateng dan ngasih sambutan”ucap Changmin saat menyambut kedatangan Hyunjae malam itu.

Tujuh tahun setelah melepaskan diri dari Hyunjae dan memulai semuanya dari awal bersama orang lain, Changmin akhirnya bisa berdiri sendiri. Changmin berhasil membangun sebuah restaurant mewah yang hampir sama denganrestaurant miik Hyunjae.

Hyunjae kembali merapihkan penampilannya saat namanya disebut untuk memulai memberikan sambutan. Changmin mengatakan bahwa Hyunjae merupakan salah satu orang berpengaruh dalam kehidupan pekerjaannya sampai saat ini, sehingga Changmin meminta Hyunjae untuk memberikan sambutan di acara pembukaan restaurant miliknya.

“Selamat malam! Perkenalkan nama saya Lee Hyunjae, tepat tujuh tahun silam saya merupakan atas dari seorang Ji Changmin. Ji Changmin, seseorang yang hari ini sukses membuka restaurant mewah miliknya. Jika saya harus menceritakan perjuangan Changmin saat itu, mungkin akan terlampau panjang dan sambutan saya akan berubah menjadi ajang curhat...“ucapa Hyunjae membuat tamu undangan malam itu tertawa, begitu juga dengan Changmin.

“Changmin, pada saat itu datang dengan wajah letih. Waktu dia datang, saya tersenyum. Saya sebenarnya sudah lihat dia beberapa minggu terakhir, keluar masuk banyak sekali toko, kafe dan restaurant hingga akhirnya dia datang dan melamar pekerjaan ke restaurant milik saya”ucap Hyunjae yang kembali menceritakan jalan hidup Changmin beberapa tahun silam.

“Anda semua mungkin bisa menanyakan langsung kepada Changmin, kalo saya sama sekali tidak memberikan test apapun untuk Changmin pada saat itu. Saya hanya mewawancarai dia dan menerima dia sebagai karyawan saya pada hari itu juga”ucap Hyunjae tersenyum.

“Saya merupakan tipikal orang yang sangat suka memperhatikan kinerja orang lain. Saya juga tidak akan segan-segan memberikan reward kepada karyawan saya yang mempunyai kinerja cemerlang atau justru memberikannya teguran ketika kinerjanya menurun”ucap Hyunjae melanjutkan kisah Changmin malam itu.

“Saya berani memperintahkan Changmin agar bergabung dengan tim dapur pada saat itu, setelah saya mencoba makanan penutup yang dibuat langsung oleh dia. Mungkin Changmin kira itu pertama kalinya saya mencoba makanan buatannya, tetapi sebenarnya saya sering melihat ia terkadang mengolah makanan saat karyawan lain sudah pulang”ucapan Hyunjae membuat Changmin terkejut. Karena ia baru mengetahui fakta tersebut malam itu.

“Saya tau jika Changmin ini memiliki kemampuan dalam bidang tersebut dan punya kemauan untuk belajar. Maka saya mengizinkan dia bergabung dengan tim dapur dan menjadikannya asisten koki, denagn persetujuan kepala koki pada saat itu”Hyunjae sedikit memberikan jeda untuk kisah berikutnya.

“Tetapi saya tidak tahu, jika ada beberapa pihak yang kurang senang ketika saya memberikan kemudahan-kemudahan kepada Changmin. Beberapa orang berfikir jika Changmin suka menggoda saya sehingga ia bisa mendapatkan segalanya dengan mudah”Hyunjae tersenyum sedikit sambil menggelengkan kepalanya.

Beberapa orang di dalam ruangan tersebut terdiam, saat Hyunjae menceritakan bagaimana akhirnya ia tahu mengenai orang-orang yang suka menggunjing di belakang Changmin dan bagaimana Hyunjae menjelaskan kepada semua karyawannya bahwa apa yang mereka lihat belum tentu sama dengan apa yang mereka fikirkan.

“Pak, terimakasih...“ucap Changmin sambil menyerahkan sebuah gelas berisikan anggur merah yang disediakan malam itu. Hyunjae hanya bisa tersenyum.

“Tapi, kenapa Pak Hyunjae baru cerita semuanya?“tanya Changmin dengan raut wajah kecewa dan membuat Hyunjae tertawa.

“Kamu bisa panggil saya ka hyunjae lagi engga? Engga akan ada orang yang ngomongin kamu lagi dan saya bukan atasan kamu lagi, Ji Changmin”ucap Hyunjae tersenyum dan Changmin mengangguk mengerti.

“Kamu lihat, semua orang di dalam ruangan ini sebenarnya adalah sutradara”ucap Hyunjae menunjuk sekeliling tempat acara tersebut berlangsung dan Changmin hanya dapat menatap heran ke arah Hyunjae.

“Mereka adalah sutradara untuk kehidupan mereka sendiri dan mereka juga yang bisa menentukan apakah diri mereka yang akan menjadi pemeran utama atau bukan”ucap Hyunjae melanjutkan.

“Seperti apa yang saya ceritakan tadi di depan, kamu pasti bisa ambil kesimpulan kan siapa pemeran utama dalam kehidupan saya beberapa tahun lalu?“tanya Hyunjae dan Changmin mengangguk pelan.

“Kamu mungkin adalah pemeran utama dalam kisah saya beberapa tahun lalu. Tetapi, saya belum tentu jadi pemeran utama dalam kisah kamu dan saya engga bisa memaksakan kamu untuk menjadikan saya pemeran utama. Karena apa? Karena kamu sutradara dalam kehidupan kamu sendiri dan cuma kamu yang bisa mengatur jalan cerita di kehidupan kamu sendiri”ucapan Hyunjae membuat Changmin terdiam.

Satu persatu fakta baru Changmin ketahui malam itu. Bagaiman Hyunjae dengan segala kebaikannya membuat ia menjadi seseorang seperti ini dan bagaimana Hyunjae menjadi Changmin seorang Pemeran Utama di dalam kehidupannya tanpa Changmin ketahui sema sekali.

“Changmin, dicariin tuh”ucap Hyunjae menyadarkan Changmin dari lamunannya.

“Sutradara lain yang menjadikan kamu pemeran utamanya!“ucap Hyunjae tersenyum sebelum meninggalkan Changmin utuk berbincang dengan tamu-tamu lain yang ia kenal.

“Semoga Ka Hyunjae bisa menjadi pemeran utama di kisah hidup orang lain ya, ka! Atau menjadi Pemeran Utama dikisah kehidupan ka hyunjae nantinya. Terimakasih sudah mau menjadikan aku pemeran utama dalam kehidupan ka hyunjae beberapa tahun silam”

Changmin tersenyum melihat Hyunjae yang berjalan menjauh sembari bermonolog pada dirinya sendiri, agar Hyunjae kelak mendapatkan peran utama dalam kehidupan orang lain atau menjadikannya pemeran utaman dalam kehidupannya sendiri.

[Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti pemeran utama adalah pemeran (dalam film dan sebagainya) yang menjadi tokoh utama dalam cerita}

selesai

Kolom Kritik dan Saran


Juyeon masuk ke dalam ruang guru setelah mengetuk pintu beberapa kali. Langkahnya sempat berhenti saat tanpa sengaja melihat seseorang yang sudah duduk di sebuah sofa yang terletak di ruang guru tersebut. Itu Hyunjae, yang tengah sibuk mengetukkan sepatunya ke lantai ruang guru tersebut.

“Oh Juyeon udah datang? Duduk dulu ya? Kita tunggu anggota osis dulu”Juyeon mengangguk sopan saat salah seorang guru mempersilahkannya duduk dan saat itulah tatapan Juyeon bertemu dengan Hyunjae, tetapi detik berikut Hyunjae mengalihkan pandangannya dengan cepat ke arah lain.

“Jadi, gimana Juyeon Hyunjae? Mau di coba dulu?“Setidaknya lima belas yang lalu salah seorang guru pembina osis dan anggota osis menjelaskan maksud dari dipanggilnya Juyeon dan Hyunjae ke ruang guru tersebut.

Juyeon dan Hyunjae adalah salah dua orang siswa kelas satu yang terpilih dan akan diikutsertakan dalam pemilihan anggota osis periode berikutnya. Mereka berdua merupakan anak didik baru dengan peringkat tertinggi di sekolah tersebut yang membuat guru pembina menunjuk mereka secara langsung.

“Formulirnya dibawa dulu aja, nanti kalo udah pasti mau ikut atau engga tinggal diisi dan dipilih sesuai kemauan kalian”ucap guru pembina tersebut lagi.

“Untuk acaranya sendiri, nanti dilaksanakan bersamaan dengan acara ekstrakulikuler juga. Kalian udah pilih ekskul?“tanya salah satu anggota osis dan Jyeon serta Hyunjae bersamaan menangguk.

“Yaudah kalo gitu, difikirin dulu aja. Kalo emang mau coba ambil kesempatan ini, nanti dibantu ngomong sama senior di eskulnya”ucap salah seorang anggota osis lainnya.


Hyunjae baru saja akan melangkahkan kakinya menuju kantin saat Juyeon memanggilnya. Hyunjae memutarkan bola matanya malas sebelum akhirnya menoleh dan membalas panggilan Juyeon tersebut.

“Mau kemana?“pertanyaan Juyeon membuat Hyunjae mengenyitkan keningnya.

“Kantin, nyusul temen-temen gue”ucap Hyunjae pelan dengan nada kebingungan pada jawabannya.

“Bareng deh!“ucap Juyeon yang kemudian berjalan beriringan dengan Hyunjae, membuat Hyunjae semakin bingung dengan tingkah lelaki di sebelahnya itu.

“Kepala lo, gimana? Masih sakit?“tanya Juyeon dan Hyunjae menggeleng.

“Sorry ya, gue kira kemarin lo bakalan ngehindar makanya gue santai engga ngejar bolanya”ucap Juyeon beralasan.

“Hm... Gue tuh lagi sikap sempurna! Kalo gue gerak ngehindarin bola, bisa-bisa gue dapet nilai minus“ucap Hyunjae dengan nada kesal yang ia tahan.

“Jadi, lo bakalan ikut coba osis? Kesempatan langka nih, kita berdua dikasih privilege sama pembina osis”tanya Juyeon dan Hyunjae hanya menatap Juyeon dengan tatapan aneh.

“Eh tapi lo udah ngincer tim inti sih ya? Jadi skip osis dong?“ucap Juyeon menambahkan.

“Kalo bisa dua-duanya, kenapa gue harus pilih salah satu?“ucap Hyunjae ketus sebelum berlari kecil meninggalkan Juyeon yang masih berdiri di tempatnya.

“Aneh...“ucap Juyeon pelan.


Seungwoo menunggu Wooseok di lobby kantor pria yang lebih muda darinya itu. Malam itu ternyata ada beberapa pekerjaan yang harus Wooseok selesaikan terlebih dahulu, sehingga saat Seungwoo tiba dikantor Wooseok, lelaki kecil itu belum juga turun ke lobby kantor.

Seungwoo menolehkan kepalanya saat mendengar tawa yang ia hafal dan tanpa sadar ia ikut tersenyum saat melihat seseorang yang berjalan ke arahnya dengan lelaki lain. Wooseok beberapa kali melepaskan rangkulan pria disebelahnya, membuat pria tersebut tertawa dan semakin giat mengerjai Wooseok.

“Lo bisa diem ga sih, Youn?“ucap Wooseok menatap Seungyoun tegas dan Seungyoun, lelaki disebelah Wooseok hanya dapat menahan senyumnya.

“Hallo, Mas Seungwoo ya?“sapa Seungyoun dan Seungwoo mengangguk.

“Makasih ya mas tadi kopinya! Kalo bisa agak seringan sih lebih baik”ucap Seungyoun dengan cengiran andalannya yang membuat Wooseok tak segan-segan menarik rambut lelaki yang masih berdiri disebelahnya itu.

“Jangan di dengerin ya mas? Emang dia tuh kalo ngomong suka engga di filter!“ucap Wooseok dengan bibir mengerucut.

“Yaudah, gue balik duluan ya! Hati-hati lo cil, jangan malu-maluin kalo jalan sama gebetan. Duluan yuk, mas seungwoo”ucap Seungyoun sebelum melangkahkan kakinya menjauhi Seungwoo dan Wooseok.


“Makan sate suka?“ucap Seungwoo menatap Wooseok saat keduanya sudah berada di dalam mobil milik Seungwoo dan Wooseok mengangguk.

“Suka sate apa?“tanya Seungwoo lagi yang membuat Wooseok berfikir sejenak.

“Sate ayam! Aku ga begitu suka sate kambing, bisa makan paling cuma dua tusuk”ucap Wooseok dan Seungwoo mengangguk mengerti.

“Sate kelinci, suka?“pertanyaan Seungwoo sukses membuat Wooseok terkejut dan menatap lelaki disebelahnya. Hal itu, justru membuat Seungwoo tertawa renyah.

“Engga kok, kita ga akan makan sate kelinci malem ini. Kita makan sate ayam, di warung langganan aku”ucap Seungwoo sambil menatap Wooseok dan membuat Wooseok bernafas lega.

“Tapi suka engga sate kelinci? Di puncak kan banyak tuh yang jual, pernah cobain?“tanya Seungwoo dan Wooseok menggeleng.

“Oh yaudah, nanti kalo kita ke puncak berdua berarti kamu makan sate ayam lagi aja, gausah maksain makan sate kelinci”ucapan Seungwoo tersebut entah mengapa, membuat hati Wooseok menghangat.


“Makasih ya, mas udah nganterin sampe rumah”ucap Wooseok saat Seungwoo sudah memberhentikan mobilnya di depan kediaman keluarga Kim tersebut.

“Maaf ya kemaleman, ngobrolnya tadi kayanya kita kepanjangan”ucap Seungwoo.

“Engga apa-apa kok, mas! Aku udah bilang ayah, abang sama bunda juga. Jadi aman walaupun pulang malem”ucap Wooseok tersenyum.

“Oh iya, sabtu ini kamu ada acara?“tanya Seungwoo sebelum Wooseok membuka pintu mobil disebelahnya. Wooseok menggeleng sebagai jawabannya.

“Mau nemenin aku kondangan? Ke puncak?“tanya Seungwoo lagi dan Wooseok hanya diam.

“Engga harus dijawab sekarang, ga apa-apa juga kalo kamu ga bisa kok”ucap Seungwoo tersenyum.

“H-2 aku kabarin lagi ya mas? Takutnya ada kerjaan yang engga bisa ditinggalin”ucap Wooseok dan Seungwoo mengangguk.

“Kondangannya malem kok, jadi kita dari sini siang atau sore aja”ucap Seungwoo lagi dan Wooseok mengangguk mengerti.

“Yaudah aku duluan ya mas? Mas seungwoo hati-hati dijalan, jangan ngebut! Kalo ngantuk... Telfon aku aja, nanti aku temenin ngobrol”ucap Wooseok tersenyum.

“Kalo aku ga ngantuk, tetep boleh telfon kamu ga?“tanya Seungwoo dan Wooseok mengangguk sebelum benar-benar menutup mobil Seungwoo dengan wajah memerah karena malu.

kapila


Seungwoo mencoba menetralkan detak jantungnya sesaat setelah mengetuk pintu kediaman keluarga Choi tersebut. Kemungkinannya hanya dua, Byungchan yang membuka pintu rumah tersebut atau Minho, kakak Byungchan yang membukakan pintu untuk Seungwoo. Seungwoo berharap bahwa kemungkinan pertama yang terjadi dan sepertinya malam itu Seungwoo sedang beruntung, karena yang muncul dari balik pintu adalah Byungchan. Seungwoo pun memberikan senyum terbaiknya kepada lelaki yang beberapa minggu ini sudah menganggu hati dan fikirannya.

“Abang baru mandi, kamu duduk disitu dulu aja ya ka?“ucap Byungchan dan Seungwoo mengangguk menyetujui.

Byungchan kembali masuk ke dalam dapur dengan membawa berbagai macam camilan yang dibawa Seungwoo. Seungwoo sudah mengatakan kepada Byungchan bahwa dirinya lah yang akan membawakan camilan untuk mala ini, karena Seungwoo tidak mau menyusahkan tuan rumah yang telah menyediakan tempat untuknya mennton pertandingan sepak bola malam ini.

“Eh! Woo, kapan nyampe?“Tubuh Seungwoo seketika menegang saat mendengar sapaan dari anak sulung di keluarga tersebut. Seungwoo menoleh dan tersenyum kepada Minho yang berjalan ke arahnya.

“Baru nyampe banget kok, bang”ucap Seungwoo mencoba tetap santai.

“Engga apa-apa kan nih, kalo gue ngajak nonton bareng disini? Belum janjian sama temen-temen kan?“tanya Minho lagi dan Seungwoo menggeleng.

“Engga ada janjian kok, bang. Tapi kalo MU main, emang biasanya kita ngumpul di kafe tempat biasa nonton bareng”ucap Seungwoo tanpa mencoba menyembunyikan sesuatu lagi.

“Oh? Lo sukanya MU?“tanya Minho dan Seungwoo mengangguk.

“Saingan dong kita malem ini?“tanya Minho dengan tawa di ujung kalimantnya dan membuat Seungwoo juga tertawa setelahnya.


Seungwoo dan Minho memilih duduk di balkon rumah setelah pertandingan yang mereka saksikan telah selesai dengan kemenangan MU atas Chelsea 1-0. Tidak ada yang membuka percakapan selama hampir lima belas menit sebelum akhirnya Seungwoo mencoba memecahkan keheningan.

“Bang, gue mau minta maaf...“ucap Seungwoo pelan yang membuat Minho menoleh ke arah Seungwoo tanpa satu katapun.

“Perihal omongan gue dan temen-temen gue tempo hari di kafe, seharusnya kita engga ngomong kayak gitu tentang Chelsea atau grup lainnya”ucap Seungwoo melanjutkan.

“Gue kira, lo ga akan minta maaf sama gue dan anggep gue engga denger”ucap Minhoo dengan senyum di wajahnya.

“Gue engga pernah marah denger omongan orang yang jelekin tim kesukaan dan kebangaan gue aja. Tapi gue cuma engga habis fikir, kenapa masih ada aja orang yang jelekin tim lawan? Padahal kan engga ada untungnya untuk lo maupun temen-temen lo kan?“Tanya Minho dan Seungwoo mengangguk.

“Yaudah santai aja, gue ga pernah marah sama lo atau temen-temen lo kok! Selamat ya, akhirnya MU bawa piala”ucap Minho mengulurkan tangan untuk memberikan selamat dan Seungwoo menerima uluran tangan Minho tersebut.

“Yaudah gue masuk, ya? Jagain ade gue! Kalo mau nonton bola atau nobar, izin ke gue dulu”ucap Minho sebelum kembali masuk ke rumah dan Seungwoo mengangguk dengan senyuma sumringah di wajahnya.

kapila

Changmin menarik nafasnya panjang dan mengusap bulir air matanya yang entah sejak kapan sudah lolos dari kedua belah mata indahnya. Ia baru saja selesai memanjatkan doa hingga tanpa sadar keluarganya sudah terlebih dahulu keluar dari tempat ibadah tersebut.

“Iya, ka?“ucap Changmin dengan suara sedikit bergetar kala menerima panggilan dari kakak perempuannya tersebut.

“Iya ini udah mau keluar kok, suruh Ka Younghoon tunggu sebentar ya?“ucap Changmin mengakhiri percakapan telfon tersebut.

Detak jantung Changmin berdegup lebih cepat dari biasanya. Ia mencoba mengatur nafasnya agar perasaanya sedikit lebih, sebelum melangkah keluar dengan senyum terbaiknya.

“Doanya panjang banget kayanya? Biasa keluar paling cepet, sekarang jadi paling lama”Changmin mengerucutkan bibirnya saat mendapat protes dari sang kakak.

“Yaudah kita pisah kayak

Juyeon sudah duduk di salah satu kursi tepat di tengah ruang kelas pagi itu. Masih menggunakan seragam lama sekolahnya, Juyeon menatap satu persatu murid yang masuk ke dalam kelas tersebut. Hingga satu sosok dengan percaya dirinya melangkah masuk ke dalam kelas dan membuat Juyeon mengernyitkan keningnya, bingung

Layaknya masa orientasi di sekolah menengah atas dimanapun berada, pagi itu dimulai dengan upacar serta sambutan kepala sekolah yang terlampau lama. Setidaknya satu jam mata pelajaran hilang karena sambutan tersebut.

Juyeon beserta murid satu kelasnya masuk ke dalam kelas. Hari pertama orientasi, masih banyak yang merasa kikuk satu dengan lainnya tetapi ada beberapa murid yang tetap santai berbincang dengan teman-teman barunya, termaksud Juyeon.

“Disini ada yang mau penanggung jawab kelas? Semacam ketua kelas, selama seminggu kedepan”Setelah dua orang senior masuk ke dalam kelas, keadaan kelas mendadak hening. Kedua senior tersebut menjelaskan sedikit peraturan selama masa orientasi sebelum mengajukan pertanyaan tersebut.

Juyeon melirik kesana kemari. Melihat tidak ada satupun temannya yang mengangkat tangan, akhirnya ia memberanikan diri mengangkat tangannya. Juyeon dengan sukarela mengajukan dirinya sebagai penanggung jawab kelas selama masa orientasi.

“Cuma satu? Engga ada yang lain?“ucap salah satu senior di depan kelas saat Juyeon sudah berada di depan kelas. Nafas Juyeon berhenti sejenak saat seseorang mengangkat tangannya. Seseorang yang tadi pagi sempat membuat Juyeon bingung karena kepercayaan dirinya saat melangkah masuk ke dalam kelas.

“Karena kita punya dua kandidat disini, kita akan izinkan kalian berdua mempromosikan diri kalian di depan teman-teman kalian. Setelah itu, kita akan berikan keleluasaan kalian semua untuk memilih siapa yang pantas menjadi penanggung jawab kelas selama seminggu kedepan”

Kelas mendadak riuh, saat Juyeon serta pesaingnya -Hyunjae selesai mempromosikan dirinya. Juyeon dan Hyunjae saling lirik. Pagi menjelang siang kala itu, pertama kalinya mereka sadar bahwa ada rasa persaingan yang muncul diantara mereka.


Juyeon tersenyum kecil penuh kemenangan saat dirinya unggul satu poin saat pemungutan suara tadi. Sedangkan Hyunjae menghela nafasnya berat, karena kalah satu poin membuat rasa bersaing di dalam dirinya semakin menggebu.

“Hyunjae, selama seminggu kedepan kamu tetap bisa ikut bertanggung jawab atas kelas ini untuk membantu Juyeon ya?“Hyunjae mengangguk saat salah seorang senior berbicara padanya.

Hyunjae melirik kearah Juyeon yang sedang berbicara dengan teman-temannya dan tanpa disengaja, Juyeon menoleh dan membuat mata mereka berdua beradu tatap selama beberapa detik.


Younghoon mengacak-acak rambutnya frustasi. Ia membaca pesan yang dikirimkan Changmin beberapa saat yang lalu dan ia kin merasa berasalah. Younghoon menarik nafasnya panjang sebelum mengambil jaket dan kunci mobilnya. Diluar hujan deras tiba-tiba turun, tanpa peringatan apapun dan Younghoon yakin jika Changmin akan terjebak hujan di kampus.

Younghoon mengendari mobil mewahnya dibawah guyuran hujan. Ia memasuki pelataran kampus yang sudah sepi dan berlari kearah perpusatakaan tanpa beristirahat sedetikpun. Nihil, perpusatakaan sudah tutup dan petugas perpustakaan mengatakan bahwa orang terakhir di perpustakaan sudah pergi sepuluh menit yang lalu.

Younghoon kembali lari ke arah mobilnya dan berharap Changmin masih berada di halte depan kampusnya sehingga hinga memutar kemudinya menuju halte. Younghoon terdiam sesaat, saat melihat Changmin memeluk dirinya di halte sendirian. Baju Changmin sedikit basah, mungkin karena ia berlari dari kampus menuju halte.

“Changmin, masuk!!“ucap Younghoon setengah berteriak. Changmin masih diam ditempat dan melihat Younghoon yang masih berada dibalik kemudinya.

“Ayok, masuk! Aku anter pulang”Changmin tersadar beberapa detik kemudian saat Younghoon sudah berada disebelahnya dengan jaket tersampir dibahunya. Changmin yang masih bingung itu pun berjalan masuk ke dalam mobil Younghoon.

Suasana di dalam mobil Younghoon cukup sepi, hanya ada suara angin penghangat udara serta alunan musik yang volumenya terlampau pelan. Changmin masih menunduk memainkan ujung jaket Younghoon yang masih tersampir di bahunya.

“Makasih...“ucap Changmin saat mereka sudah tiba di depan gedung apartment milik Changmin.

“Changmin, aku boleh ikut masuk? Ada yang mau aku omongin...“Younghoon berucap dengan setengah berharap dan Changmin mengangguk sebagai jawaban.


“Kamu ganti baju aja, biar aku siapin minum sendiri”ucap Younghoon yang mengikuti Changmin ke dapur. Changmin lebih banyak diam tetapi mengikuti perintah Younghoon untuk menggantinya bajunya yang basah.

Changmin selesai mengganti bajunya bersamaan dengan Younghoon yang selesai membuat minuman hangat untuk Changmin dan dirinya sendiri. Mereka berdua duduk di ruang tamu sederhana yang biasa mereka gunakan untuk mengerjakan tugas.

“Younghoon, tugasnya udah aku kirim ya ke email? Kamu boleh check lagi, kalo misal ada yang perlu di revisi bilang aku ya?“ucap Changmin mencoba mencairkan suasanya.

“Changmin....“ucap Younghoon pelan, membuat Changmin menatap Younghoon lekat dan menunggu ucapan selanjutnya yang keluar dari pria dihadapannya itu.

“Maaf....“ucap Younghoon pelan dan Changmin hanya tersenyum.

“Engga apa-apa! Kamu pasti sibuk karena ada tugas lain kan? Ga apa-apa kok! Yang penting tugasnya udah selesai kan? Ohiya, makasih ya udah nagterin aku pulang?“ucap Changmin yang masih tersenyum.

“Engga, aku engga sibuk. Aku ngehindarin kamu. Changmin, maaf....“ucap Younghoon lagi dan Changmin menatap Younghoon bingung.

“Kamu inget, beberapa hari yang lalu ada anak kelas kamu yang selalu minta ajarin kamu materi maupun tugas?“tanya Younghoon dan Changmin mengangguk.

“Aku ngehindarin kamu karena itu. Aku fikir, karena kamu sama dia udah deket jadi aku ngehindarin dan ngejauhin kamu, biar ga ada salah faham. Tapi ternyata, malah aku yang bikin kamu salah faham”ucap Younghoon menjelaskan.

“Younghoo, kalo kamu baca chat aku tadi, aku bilang mau cerita sama kamu dan cerita masih ada kaitannya sama apa yang kamu jelasin barusan”kali ini, pernyataan Changmin yang membuat Younghoon bingung.

“Kamu tau... Setelah insiden pojokampus sampai aku diundang dateng ke ulang tahun mami kamu, aku selalu ngerasa kalo jarak kita terlalu jauh. Kamu dan kemewahan kamu itu ga akan pernah bisa aku gapai...“ucap Changmin memulai cerita.

“Kamu ga perlu gapai apapun, aku yang bakalan narik kamu dan mastiin kita jalan bareng-bareng...“ucap Younghoon memotong ucapan Changmin.

“Bukan itu pointnya, Younghoon... Aku ngerasa, banyak mata ngeliat ke aku seakan-akan aku ini penguras harta kamu. Setiap hari selalu kamu anter jemput dan makan bareng dikantin, aku ngerasa semua orang ngomongin aku”ucap Changmin pelan.

“Beberapa hari lalu, sewaktu ada teman sekelasku minta ajarin materi dan tugas, hal itu ngingetin aku sama kamu waktu awal kita deket. Sejak saat itu, aku selalu mau ngajarin dia bahkan waktu dia minta anter jemput aku ke kampus, aku iyain cuma biar aku bisa nyadarin orang-orang kalo aku bersikap baik ke semua orang dan bukan cuma ke kamu. Aku bukan baik ke kamu cuma karena aku mau nguras harta kamu, aku mau nyingkirin fikiran orang tentang itu. Sampe akhirnya, orang yang aku ajarin itu nembak aku. Kemarin....“ucap Changmin terhenti.

“Kamu terima?“tanya Younghoon yang membuat Changmin tertawa kecil.

“Belum aku jawab! Aku hari ini ngajak kamu ketemuan buat cerita itu, tapi ternyata kamu lagi ngehindarin aku makanya gamau ketemu aku.“ucap Changmin mengerucutkan bibirnya.

“Maaf...“ucap Younghoon lagi.

“Jadi, kamu mau nerima dia?“tanya Younghoon lagi dan Changmin menggeleng.

“Kenapa?“tanya Younghoon penasaran.

“Soalnya aku udah punya pacar!“ucapan Changmin kembali membuat Younghoon terkejut dan terdiam, sedangkan Changmin di hadapannya hanya tertawa melihat wajah bingung Younghoon.


Younghoon berdiri di samping mobil sedan hitamnya, menunggu kekasih kecilnya selesaikan kewajibannya setiap minggu pagi. Tidak perlu menunggu lama bagi Younghoon ketika satu persatu jamaat keluar dari rumah ibadah tersebut. Younghoon merapihkan sedikit penampilannya sebelum berjalan lebih deket dengan pintu keluar.

“Ka Younghoon!!“Younghoon seketika tersenyum saat sebuah suara menyapanya. Changmin dengan langkah kecilnya berlari menghampiri Younghoon.

“Kok mama papa kamu ditinggal?“tanya Younghoon saat tidak melihat orang tua dan keluarga Changmin dibelakang pria manis itu.

“iya masih di dalem, keponakanku tidur jadi agak repot keluarnya”ucap Changmin menjelaskan dan Younghoon mengangguk mengerti.

“Lain kali dibantuin ya kakak kamu kalo keponakan kamu tidur, jangan malah ditinggalin”ucap Younghoon dan menjawil hidung kecil Changmin.

“Mah! Pah!“Changmin kembali meninggikan suaranya saat kedua orang tuanya telah terlihat di pintu keluar. Younghoon sempat memperhatikan sekitar, berharap orang-orang tidak terganggu dengan suara Changmin tersebut.

“Pantesan kamu kabur duluan! Ternyata ada yang jemput disini”ucap kakak perempuan tertua Changmin dan Younghoon pun menyapa wanita di hadapannya.

“Oh Younghoon jemput? Jadi Changmin engga ikut makan siang bareng, lagi?“Younghoon menoleh kearah Changmin saat wanita paruh bayar di hadapannya bertanya dan Changmin menggeleng.

“Sesuai perjanjian! Hari minggu kedua dan keempat setelah gereja, aku makan siang sama Younghoon, soalnya kita selalu dilarang jalan kalo malem minggu”ucap Changmin mencebikan bibirnya, lucu.

“Papa engga pernah ngelarang kamu, tapi kamu sendiri yang waktu itu ngelanggar aturan papa. Karena malam minggu pulang terlalu larut, kamu ketinggalan kan ibadah pagi?“ucapan pria tertua dalam kerumunan tersebut hanya dapat membuat Younghoon menunduk dan tersenyum.

“Udah deh, pa! Gausah dibahas lagi, Oke? Yang penting kan aku udah ga pernah lagi skip ibada pagi”ucap Changmin tersenyum yang di sambut tawa renya keluarga tersebut.

“Sini aku bantu, ka”ucap Younghoon sopan saat melihat kakak ipar Changmin kesusahan membawa beberapa peralatan bayi tersebut.

“Kamu parkir dimana? Nanti Changmin ngambek kalo kelamaan”ucap lelaki yang lebih tua beberapa tahun dari Younghoon tersebut.

“Engga apa-apa kok, ka... Udah biasa dia ngambek sama aku, gampang nanganinnya”ucap Younghoon santai.

“Kamu tuh baik banget ya, Hoon? Semoga awet terus sama Changmin”ucap lelaki tersebut dan Younghoon hanya dapat membalas dengan senyuman.


“Berdoa dulu...“ucap Younghoon menahan pergerakan tangan Changmin saat makanan sudah tersedia di hadapannya. Changmin tersenyum sebelum melipat kedua telapak tangannya menjadi satu dan berdoa sembari memejamkan matanya. Sedangkan Younghoon hanya merapatkan kedua tangannya dan berdoa.

“Selamat makan!!“ucap Changmin bersemangat yang membuat Younghoon lagi-lagi hanya dapat tersenyum.

“Ka, kenapa diem aja dari tadi?“ucap Changmin yang asik mengaduk-aduk es krim di hadapannya.

“Loh, kenapa es krimnya malah diaduk-aduk? Kan jadi cair, sayang...“ucap Younghoon mengusak puncak kepala Changmin yang sedang merajuk di hadapannya.

“Kakak diem aja dari tadi! Aku nanya kaka diem, aku cerita juga engga ditanggepin. Kakak lagi mikirin apa sih? Banyak kerjaan, ya?“tanya Changmin dengan nada super manis dan Younghoon menggeleng sebagai jawaban.

“Terus kenapa dari tadi diem aja? Kakak ga suka jalan sama aku? Mau kita pulang aja? Aku habisin aja ya es krimnya, terus kita pulang”ucapan Changmin membuat Younghoon terkejut dan seketika menggeleng kisruh.

“Makanya ka younghoon jangan diem aja! Aku tuh bingung kalo ka younghoon diem aja, tau!“ucap Changmin kembali merajuk dan Younghoon yang lemah akhirnya menampilkan senyum terbaiknya untuk Changmin.


“Aku tau kenapa ka younghoon diem aja tadi. Walaupun ka younghoon engga cerita ke aku dan bilang engga ada apa-apa, aku tau ka sebenernya apa yang ganggu pikiran kamu hari ini. Kita pacaran udah bukan setahun dua tahun loh, udah hampir lima tahun dan tanpa kamu bilang apapun sama aku, aku bakalan tau sendiri apa yang lagi kamu pikirin”ucap Changmin sesaat setelah mobil Younghoon berhenti dipekarangan rumahnya.

“Ka, aku udah pernah bilang kan? Kita harus berusaha bareng-bareng, bagaimanapun itu. Aku gabisa usaha sendirian dan Ka Younghoon juga ga bisa kalo cuma nyimpen semua sendirian. Tapi, kalo ka younghoon mau nyerah, ga apa-apa kok. Dari awal kita ngelakuin ini berdua, komitmen juga berdua. Jadi, kalo salah satu ada yang mundur, satunya juga harus ikutan mundur karena ga mungkin maju sendirian kan ka?“ucap Changmin menatap Younghoon tajam.

“Ka Younghoon hati-hati dijalan! Jangan ngebut ya? Kalo udah sampe rumah, jangan lupa kabarin aku ya? Makasih buat hari ini”ucap Changmin sembari menunjukan senyum simpulnya. Changmin melabuhkan satu kecup di pipi kiri Younghoon sebelum akhirnya melangkah keluar mobil hitam tersebut dan meninggalkan Younghoon dengan nafas tercekatnya.

Lima tahun bukanlah waktu yang sebentar. Bagi Younghoon dan Changmin, mereka berdua sudah tau apa yang akan mereka hadapi jika mereka memutuskan berkomitmen berdua. Younghoon dan Changmin sejak awal sepakat akan melakukan apapun demi kebahagiaan bersama dan melakukan apapun bersama-sama hingga kebahagiaan sempurna bisa mereka dapatkan.

Hari ini, Younghoon kembali disadarkan oleh penyataan Changmin. Bagaimana kekasih kecilnya itu tetap berusaha bahagia dibalik semua yang terjadi. Bagaimana Changmin tetap memilih bersama Younghoon, walaupun banyak perbedaan diantara keduanya dan Younghoon tau bahwa Changmin tidak bisa berusaha sendiri. Changmin-nya membutuhkan dirinya, untuk tetap bersama meraih kebahagiaan mereka yang kekal.

kapila


Changmin tersenyum puas saat menerima satu bouquet bunga lili warna putih pilihannya. Disebelahnya berdiri Younghoon yang juga tersenyum saat melihat senyum merekah Changmin.

“Kenapa kepikiran beli bunga?“tanya Younghoon saat keduanya sudah kembali berada di dalam mobil milik Younghoon.

“Bukan aku yang kepikiran, tapi bunda!“ucap Changmin antusias. Changmin pun memulai ceritanya, bagaimana dirinya sulit tidur semalam karena memikirkan kado apa yang harus ia beli dan akhirnya memilih menelfon bunda tadi pagi untuk memberi saran.

“Changmin... Kan aku udah bilang, kamu ga perlu ngasih apa-apa ke mami! Jadi, semalem tidur jam berapa?“tanya Younghoon penasaran dan Changmin menunjukan tiga jarinya yang membuat Younghoon terkejut.


“Aku kok deg-degan ya...“ucap Changmin pelan saat dirinya dan Younghoon tiba dirumah mewah keluarga Kim tersebut.

“Santai aja ga apa-apa! Kita ketemu mami dulu ya? Mumpung acaranya belum mulai”ucap Younghoon dan Changmin mengangguk. Changmin mengerjapkan matanya berulang kali saat Younghoon menarik pergelangan tangannya dan tidak melepaskannya hingga mereka berada di dalam rumah Younghoon.

“Mami... Changmin udah dateng nih”ucap Younghoon tegas dan membuat seorang wanita paruh baya menoleh dengan senyum anggunnya.

“Selamat ulang tahun, tante...“ucap Changmin sambil menyerahkan bunga yang ia beli tadi kepada wanita cantik di hadapannya.

“Maaf cuma bisa kasih itu...“ucap Changmin pelan dan detik berikutnya, wanita paruh baya tersebut membawa Changmin dalam pelukannya.

“Engga apa-apa! Mami seneng loh Changmin dateng kesini, tadinya mami udah siap hukum Younghoon kalo dia gabisa bawa kamu kesini”ucap wanita tersebut lagi.

“Panggilnya mami aja ya? Jangan tante!“ucap mami Younghoon tersenyum dan Changmin mengangguk pelan.

“Kalian makan dulu aja sebelum acaranya mulai ya? Younghoon! Jangan ditinggalin ya Changminnya? Nanti mami marah kalo kamu diemin pacar kamu!!“Younghoon menatap sang mami dengan tatapan heran sebelum akhirnya membawa Changmin untuk makan malam.

“Kita makan duluan emang ga apa-apa?“tanya Changmin polos dan Younghoon mengangguk.

“Engga apa-apa! Ini masih acara ramah tamah mami sama koleganya kok. Kamu makan dulu aja, sebelum nanti gabisa makan”ucapan Younghoon membuat Changmin terdiam dan berfikir sejenak.

Changmin sedang memperhatikan sekelilingnya saat seorang pria mendekati Younghoon dan berbicara dengannya. Younghoon mengangguk mengerti kepada pria tersebut sebelum meminta Changmin memgikutinya.

“Acaranya udah mau dimulai, mami nyuruh kita kesana”ucap Younghoon menjelaskan dan Changmin memgangguk mengerti.

Langkah Changmin terhenti saat Younghoon menaiki sebuah panggung kecil untuk berkumpul bersama mami dan papinya. Younghoon yang merasa janggal akhirnya menoleh dan menyuruh Changmin untuk ikut berdiri dipanggung tersebut bersamanya.

“Kenapa aku disini?“ucap Changmin teramat pelan dan Younghoon hanya dapat tersenyum sebagai jawabannya.

Acara ulang tahun mewah yang biasanya Changmin saksikan di drama itu berlangsung meriah di hadapannya. Perasaan canggung yang Changmin rasakan peralahan memudar dan Changmin akhirnya dapat dengan tenang mengikuti jalannya pesta tersebut.


Changmin mengetuk-ketuk kakinya ke lantai marmer dibawahnya. Jam sudah menujukan lebih dari jam dua belas malam. Acara ulang tahun mami Younghoon sudah selesai jam sepuluh malam, tetapi setelah itu masih dilanjutkan beberapa acara yang Younghoon katakan hanya diikuti keluarga dekatnya saja, termaksud Chanhee, sepupu Younghoon yang sepuluh menit lalu baru saja pulang.

Changmin menoleh dan tersenyum saat Younghoon berjalan menghampirinya. Ia menegakkan badannya saat melihat wanita paruh baya berjalan dibelakang Changmin, mami Younghoon.

“Changmin, sayang... Kamu nginep aja ya? Udah terlalu malam kalo pulang”pertanyaan mami Younghoon membuat tubuh Changmin menegang. Changmin melirik kearah Younghoon, meminta bantuan tetapi lelaki itu justru mengangkat bahunya.

“Engga apa-apa! Pulangnya besok aja setelah makan siang ya? Kamarnya udah disiapin juga kok”ucap mami Younghoon lagi. Changmin menarik nafasnya panjang sebelum mengikuti langkah mami Younghoon di hadapannya.

“Maaf ya, aku gatau kalo mami bakalan nyuruh kamu nginep. Tadi aku cuma izin aja mau anter kamu pulang, malahan kamu disuruh nginep...“ucap Younghoon yang datang ke kamar yang telah disediakan untuk Changmin.

“Semua alat mandi dikamar mandi baru kok, tapi disini ga ada baju baru. Jadi, pake punyaku aja ya?“ucap Younghoon dan Changmin mengangguk mengerti.


Hari itu, saat Changmin menghindari Younghoon seharian penuh membuat Changmin sadar bahwa tidak seharusnya ia menghidari lelaki itu.

Younghoon sore itu datang ke apartemen sederhana milik Changmin dan membuat Changmin berdiri mematung saat mendapati Younghoon di depan pintu apartemennya.

“Boleh masuk?“tanya Younghoon pelan saat Changmin tidak juga memberikannya izin untuk masuk ke dalam apartemennya. Changmin mengangguk dan berjalan masuk terlebih dahulu yang lalu diikuti Younghoon di belakangnya.

Changmin berusaha menenangkan detak jantungnya yang entah mengapa berdetak lebih cepat. Ia menghabiskan waktu lebih lama saat menyiapkan minum untuk Younghoon dan menemui lelaki itu saat hatinya sudah lebih tenang.

“Gimana? Udah agak enakan badannya?“Tubuh Changmin tersentak akan pertanyaan Younghoon karena sebenarnya ia baik-baik saja, hanya hatinya yang sedikit tidak baik.

“Kata Chanhee tadi lo tetep ke kampus ya? Tapi kita ga ketemu”ucap Younghoon lagi dengan tawa kecil diujung kalimatnya.

“Younghoon, maaf....“ucap Changmim teramat pelan.

“Udah engga apa-apa, gue ngehargain apapun yang lo lakuin kok. Gue kesini cuma mau ngelurusin sesuatu”ucap Younghoon lagi dam Changmin bersiap mendengarkan.

Younghoon menceritakan semuanya. Tentang artikel di pojok kampus hingga dirinya yang meminta langsung kepada ketua redaksi untuk menghapus artikel tersebut dan Changmin mendengarkan semuanya dengan seksama.

“Kemarin, anggota redaksi ngehubungin gue tentang artikel itu dan gue jujur bingung. Gue bingung harus menganggapi kayak gimana dan gue juga bingung mau ngomong gimana sama lo”ucap Changmin setelah Younghoon menyelesaikan penjelasannya.

“Kemarin gue ga bener-bener ga enak badan. Maaf udah bohong.... Gue cuma gamau kalo lo ga nyaman sama artikel itu, gara-gara gue, lo jadi bahan gosip di kampus”ucap Changmin melanjutkan.

“Sesuai apa yang gue bilang tadi, lo ga perlu minta maaf karena gue ngehargain apapun yang lo lakuin kok. Gue tau lo kaget dan pasti bingung”ucap Younghoon tersenyum.

Hening kembali menyelimuti suasana di apartemen Changmin setelah perbincangan serius tersebut. Changmin sesekali menarik nafasnya panjang, membuat Younghoon melirik lelaki yang lebih kecil tersebut.

“Gue kesini mau ngomongin satu hal lagi...“ucap Younghoon serius. Changmin menoleh dan menatap Younghoon beberapa detik sebelum kembali menatap meja kayu dihadapannya.

“Gue gatau lo sadar apa engga, tapi jujur, gue lagi ngedeketin lo...“ucap Younghoon tenang dan Changmin terpaku dibuatnya.

“Ini bukan pernyataan cinta, dimana lo harus ngutarain perasaan lo balik. Bukan gitu kok. Gue cuma mau nyampein hal yang ada di otak gue dan ganjel di hati gue. Biar ga ada salah paham lagi kayak hari ini”ucap Younghoon dengan helaan nafas setelahnya.

Younghoon berpamitan sore itu dengan suasana canggung yang semakin menguar diantara keduanya dan Younghoon menyesali hal itu.


Sore ini, Changmin dan Younghoon berada disebuah kafe minim pengunjung saat jam menunjukan pukul tiga sore. Keduanya masih diam, walau sudah sepuluh menit duduk saling berhadapan.

“Buat yang di twitter, makasih ya...“ucap Changmin tiba-tiba yang membuat Younghoon tersentak kaget.

“Artikel di pojok kampus terus menfess di base pojok kampus juga. Kamu ngelurusin semuanya, ga kayak aku yang malah kabur-kaburan”ucap Changmin tertawa hambar. Keduanya kembali diam.

“Maaf juga, gara-gara kamu minta takedown artikel jadi nama kamu diseret dimana-mana”ucap Changmin pelan.

“Engga apa-apa! Sebenernya, aku udah sering kok nerima omongan gitu. Tapi, selama aku engga ngelakuin kayak apa yang mereka omongin, ya aku diem aja. Capek buang-buang tenaga kalo selalu harus diladenin”ucapan Younghoon membuat Changmin tertawa renyah.

“Oh iya, mau ngomongin apa lagi?“tanya Younghoon yang berusaha mengingatkan Changmin akan tujuan mereka bertemu sore itu.

“Tentang omongan kamu di tempat aku kemarin”ucapan Changmin membuat kerongkongan Younghoon tiba-tiba terasa kering dan telapak tangannya yang mendadak basah.

“Oh... Gimana? Sebenernya...“Younghoon baru saja hendak menjelaskan semuanya saat Changmin memotong ucapannya.

“Engga apa-apa. Kamu kalo mau deketin aku, ga apa-apa...“ucap Changmin sambil menatap Younghoon dan tersenyum.

“Bukan jadian ya? Baru deket aja? Kita baru kenal sebulan, jadi.... Ya kamu tau maksud aku”ucap Changmin lagi dan Younghoon berusaha menahan senyumnya yang siap merekah kapanpun.

“Ah! Oke, ga apa-apa! Asalkan kamu engga ngehindar kayak kemarin, aku ga apa-apa kok!“ucap Younghoon yang akhirnya mengeluarkan senyuman terbaiknya hari itu.

Changmin hanya mau hubungannya dengan Younghoon yang awalnya baik-baik saja akan tetap baik-baik saja. Changmin tidak mau, hanya karena beberapa pihak tidak bertanggung jawab, hubungannya dengan Younghoon menjadi renggang.

Baik Changmin dan Younghoon tidak tau kedepannya hubungan mereka akan menjadi apa atau seperti apa. Tetapi yang jelas saat ini, hubungan mereka telah membaik, bahkan sepertinya lebih baik dari sebelumnya?