semestakapila

Setidaknya sudah hampir seminggu, salju turun dengan lebatnya di kota Seoul. Membuat beberapa orang lebih banyak memilih untuk melakukan pekerjaan mereka di dalam rumah daripada di luar rumah.

Sama halnya seperti sepasang kekasih yang malam ini kembali memilih diam di dalam apartment mereka yang hangat. Lelaki yang lebih tinggi bahkan rela membawa pekerjaannya dan menjadikan rumah sebagai studio sementara miliknya.

“Loh kok di buka?”

“Hari ini cerah tau, Youn! Liat ga ada salju, kan?”

Pria yang lebih kecil tersenyum setelah membuka tirai di hadapannya. Seakan menular, lelaki yang lebih tinggi juga tersenyum dari meja kerja sementaranya itu.

Sejin, lelaki yang bertubuh lebih kecil sesekali menyesap secangkir teh hangat di dalam genggamannya sambil mengaggumi langit malam yang cerah di pertengahan bulan Januari itu.

“Tehnya beda merk ya?”

Sejin menoleh dan menatap kekasihnya, Seungyoun. Sejin mengangguk dan tersenyum.

“Oleh-oleh dari Jinhyuk sama Wooseok, kamu ga suka?”

Seungyoun tersenyum dan menggeleng sebelum menyesap kembali teh yang di buatkan oleh orang terkasihnya itu.

“Apa sih yang aku ga suka dari kamu? Kayanya ga ada deh”

Sejin membulatkan matanya sempurna saat mendengar rentetan kalimat yang membuat jari-jarinya menekuk karena sensasi geli yang di berikan.

Sejin kembali fokus dengan langit cerah kota Seoul malam itu, mengabaikan sang kekasih yang kembali larut dengan melodi dan lirik yang mungkin baru akan sempurna beberapa minggu lagi.

Tubuh Sejin tiba-tiba menegang kala sepasang tangan melingkar di pinggang rampingnya. Beruntungnya Sejin tidak membanting cangkir karena terkejut.

“Loh? Kerjaan kamu?”

Seungyoun mengeratkan pelukannya pada pria kecil pengisi hari-hari indahnya itu. Sesekali ia menghirup aroma khas tubuh Sejin di perpotongan lelaki yang berada di sebelahnya.

“Kamu... Gangguin aku...”

Sejin menoleh sepersekian detik. Sesungguhnya, Sejin bingung memaknai kata ganggu dari perkataan Seungyoun sebelumnya.

“Kemeja kegedean, celana kependekan. Kamu sengaja kan godain aku?”

Sejin tertawa renyah sebelum meletakan cangkir yang masih ia genggam di dekat jendela. Sejin berbalik dan mengalungkan tangannya di leher Seungyoun, membuatnya sedikit berjingkat.

“This is my sleepwear, aku ga ada sedikitpun niat godain kamu!”

Sejin menjawil pelan ujung hidunh Seungyoun, membuat sang empunya hidung mengerutkan indera penciumannya itu. Seungyoun mengeratkan pelukan diantara keduanya dan meletakan dagunya tepat di atas kepala sang terkasih.

“No, this is not your daily sleepwear. Apalagi di suhu tiga derajat kayak sekarang, kamu biasanya pake setelan piyama berbulu kamu”

Sejin kembali tertawa. Tanpa mereka sadari, keduanya bergerak ke kanan dan ke kiri, mengikuti irama musik yang ternyata sejak tadi di nyalakan oleh Seungyoun.

“Aku tau kamu mau apa! Kerjaan kamu, gimana?”

Lebih dari dua tahun bersama, tidak memerlukan waktu lama untuk keduanya mengerti maksud perkataan satu sama lain.

“Deadline aku masih minggu depan, kok”

Sejin melonggarkan pelukan keduanya, menatap intens mata Seungyoun yang entah mengapa sudah terlihat berbeda dari beberapa menit lalu. Sejin menangkup pipi Seungyoun sebelum menyapukan bibirnya ke bibi Seungyoun yang sedikit kering.

Sejin sedikit berteriak kala Seungyoun membawanya dalam sebuah gendongan ala koala. Tidak mau membuang waktu, sofa keabuan di ruanh tengah menjadi saksi bagaimana kedua anak manusia itu berbagi peluh.

Desahan dan erangan memenuhi ruangan tersebut dengan selingan lagu yang masih terputar dari komputer milik Seungyoun. Sejin tersenyum saat merasakan hangat menyelimuti dirinya. Seungyoun juta tersenyum, sambil sesekali menetralkan nafasnya yang memburu.

fin

Kapila.

Ruang Kerja.


Seungyoun tersenyum tipis sambil sesekali melirik kearah Sejin yang tengah sibuk duduk di lantai beralaskan karpet berbulu miliknya. Senyum tipis tersebut setidaknya dalam sejam belakangan ini, membuat Seungyoun secara tidak langsung mengabaikan pekerjaan dihadapannya.

“Kamu ngeliat aku mulu, kapan selesainya kerjaan kamu?“ucap Sejin tanpa melirik kearah kekasihnya tersebut. Seungyoun yang tercinduk pun segera mengalihkan pandangannya ke komputer di hadapannya, kembali mengerjakan pekerjaannya.

“Kenapa ya kita dari dulu ga gini?“ucap Seungyoun yang sedang sibuk mixing lagu terbaru buatannya. Sejin meletakan benda berbulu ditangannya dan menatap punggung Seungyoun yang lebar.

“Gini gimana?“tanya Sejin bingung, membuat Seungyoun memutar kursinya dan menatap kekasih kecilnya tersebut sambil tersenyum.

“Bikin ruang kerja barengan gini, aku bisa fokus mixing lagu tanpa harus uring-uringan kangen sama kamu karena kamu sibuk di studio marimong dan gabisa nemenin aku”ucap Seungyoun antusian.

“Fokus? Yakin? Aku liat daritadi hasil mixing kamu segitu-gitu aja ga ada perubahan?“ucap Sejin menggoda yang membuat Seungyoun menahan tawanya.

“Iya, aku masih mikir dan masih mensyukuri sebuah keajaiban yang diberikan Tuhan”ucap Seungyoun melipat kedua tangannya di depan dada.

“Hah? Keajaiban apaan?“ucap Sejin tertawa renyah sambil melanjutkan pekerjaannya membuat boneka bulu untuk launching terbarunya bulan depan.

“Iya keajaiban! Karena Tuhan kasih aku ide buat nyulap ruangan ini jadi ruang kerja kita berdua”ucap Seungyoun bangga.

Cho Seungyoun dan Lee Sejin resmi mempunyai sebuah studio atau ruang kerja untuk keduanya. Jika sebelumnya keduanya sibuk di studio masing-masing, kali ini mereka bisa dengan tenang membawa pekerjaan mereka kerumah dan melanjutkan pekerjaan tersebut di ruang kerja mereka yang berada di apartment mini milik mereka berdua.

“Beneran deh! Kenapa ya aku bodoh banget? Kenapa ga dari dulu aja kayak gini?“ucap Seungyoun dengan nada seperti orang bertanya, membuat Sejin lagi-lagi meletakan pekerjaannya dan menatap kekasihnya tersebut.

“Emang kamu ga bosen? Ngeliat aku hampir dua puluh empat jam?“tanya Sejin bingung dan Seungyoun menggeleng.

“Kalo satu hari ada dua puluh delapan jam, mungkin aku tetap akan betah ngabisin dua puluh delapan jam itu sama kamu!“ucap Seungyoun tersenyum.

“Yahhh kok aku bosen ya?“ucap Sejin pelan yang berhasil membuat raut wajah Seungyoun berubah.

“Bosen di apartment mulu, mau pacaran keluar juga kayak orang-orang! Atau liburan bareng gitu kayak orang-orang”ucap Sejin lagi.

“Mau liburan? Sama aku? Kemana? Yuk!“ucap Seungyoun bersemangat.

“Yeuh!! Selesaiin itu dulu micing lagu kamuuu baru mikirin liburan”ucap Sejin tersenyum.

“Nanti ah istirahat dulu! Aku mau ngeliatin pacar aku yang lagi fokus ngerjain boneka bulunya”ucap Seungyoun yang detik selanjutnya benar-benar memperhatikan Sejin dan duduk dihadapan Sejin di karpet berbulu tersebut.

“Ih! Ngeliatin aja, ga usah diberantakin!! Itu awas dengkul kamu nyenggol matanya nanti bubar semua”ucap Sejin frustasi saat Seungyoun mulai melihat semua hal yang berada di hadapan Sejin.

“Iya boss maaf! Marah mulu nih ah si boss”ucap Seungyoun mengusak rambut Sejin yang membuat Sejin mengerucutkan bibirnya.

“Yaudah ah aku mau lanjut mixing lagi!! Biar selesainya barengan terus kita bisa cuddle“ucap Seungyoun yang kembali berjalan ke arah komputernya dan memfokuskan dirinya kembali pada layar komputer hingga tanpa sadar bahwa Sejin memperhatikannya sambil tersenyum.

“Kalo sehari ada tiga puluh jam! AKu juga sanggup ngabisin tuga puluh jam itu sama kamu, Youn! Mastiin kamu makan tepat waktu dan tidur cukup”ucap Sejin dalam hatinya.

Seungyoun dan Sejin pun kembali fokus kepada pekerjaan mereka masing-masing hingga tanpa sadar bahwa diluar, salju sedang turun dengan derasnya, membuat jalan tertutup salju sepenuhnya dan membuat beberapa ruas jalan menjadi tersendat.

“Hm... Kalo tadi aku kerja di studio! Kayanya aku belum sampe rumah deh”ucap Seungyoun yang menarik Sejin mendekat dan menaikan selimut sebatas pingganya.

“Sama! Mungkin aku bakalan milih tidur di studio aku, soalnya males pasti jalanan licin banget”ucap Sejin yang sedikit menengadahkan kepalanya menatap Seungyoun.

Seungyoun tersenyum dan mengecup puncak kepala Sejin yang sednag berbaring di dadanya. Setelah menyelsaikan pekerjaan masing-masing setengah jam yang lalu, Seungyoun dan Sejin meilih merebahkan diri mereka pada sofa ruang tamu di depan perapian dengan sebotol wine dan beberapa camilan tidak sehat.

Mereka berdua bersyukur, studio mini bersama mereka selesai tepat pada waktunya. Sehingga kini, saat salju sedang turun dengan pekat, mereka tidak perlu menghangatkan diri lewat panggilan video karena mereka bisa berbagi pelukan untuk menghangatkan diri mereka berdua secara langsung.

fin

Kapila.

sepak bola.


Sejin mendengus kesal saat lagi-lagi dirinya hanya terpilih sebagai pemain cadangan pada turnamen sepak bola.

Sudah setahun ini, Sejin bergabung pada tim sepakbola tetapi belum pernah sekalipun dirinya turun kelapangan untuk bertanding.

Salah satu alasan yang membuat Sejin selalu duduk dikursi cadangan adalah kapten tim, Cho Seungyoun yang selalu mengatakan kepada pelatih jika Sejin belum siap bertanding.

“Udah duduk disana dulu, nanti pergantian pemain lo baru turun”

Seungyoun selalu berucap hal yang sama setiap saat ketika Sejin meminta untuk turun kelapangan dan bertanding. Tetapi nihil, hingga saat ini, Sejin belum sekalipun turun kelapangan.

Pritttt... Pritttt...

Seorang wasit membunyikan peluit ketika seorang pemain terjatuh karena di jegal pemain lawan. Pelatih serta pemain dalam tim sepakbola Sejin cemas karena salah satu pemain mereka cedera.

“Sejin, siap-siap!!”

Sejin terkejut saat namanya dipanggil oleh pelatih. Dirinya segera melepas baju penanda pemain cadangan dan mulai melakukan peregangan sebelum benar-benar masuk ke dalam lapangan pertandingan.

“Coach! Yang lain aja jangan Sejin”

Sejin samar-samar mendengar suara Seungyoun yang berlari ke pinggir lapangan untuk mengambil minuman. Lagi, Seungyoun tidak menyetujui saran pelatih.

“Sejin satu-satunya pemain paling fit saat ini! Saya gamau ngambil resiko lebih jauh”

Kali ini Seungyoun kalah, sarannya tidak diterima pelatih dan Sejin pun masuk ke lapangan menggantikan pemain yang baru saja cedera karena pemain lawan.

Permainan baru berjalan lima belas menit saat Sejin hampir saja memasukan bola ke gawang lawan. Tapi sayang, tendangannya itu menabrak mistar gawang.

“Sejin! Pelan aja, sabar!! Oper ke yang lain kalo kira-kira ga akan masuk”

Sejin mengangguk saat mendengar saran dari Seungyoun karena walau bagaimanapun, Seungyoun adalah kapten tim yang arahannya harus ia dengarkan setelah arahan pelatih.

Sejin kembali berlari, kali ini ia mengimbangi lari Seungyoun yang sedang menendang bola menuju gawang. Tubuh kecil Sejin membuat dirinya mampu melewati beberapa pemain, bahkan Sejin berhasil menerima operan bola yang diberikan Seungyoun.

“GOAL!!!!!!!”

Sejin mencetak gol pertamanya pada pertandingan perdananya dan hal itu membuat Seungyoun tanpa sadar memeluk Sejin karena terlampau bahagia. Bahkan Seungyoun mengusak puncak kepala Sejin sebelum dirinya kembali ke tengah lapangan.

.

“Khawatir boleh, tapi jangan berlebihan! Kasian udah setahun gabung belum pernah tanding. Buktinya tadi dia engga apa-apa kan?”

Sejin berjalan tidak jauh di belakanh Seungyoun dan pelatihnya saat istirahat turun minum, membuat ia dapat mendengar percakapan antara Seungyoun dan pelatihnya.

“Saya tau, Youn! Jangan kira kalo saya gatau, tenang aja yang lain ga akan ada yang tau kok”

“Thanks, coach!!”

Sejin berpura-pura menatap kearah lain saat Seungyoun berjalan kearahnya setelah berbicara dengan pelatih. Satu buah botol minuman isotonik diberikan Seungyoun kepadanya.

“Babak kedua biasanya mereka agak kasar apalagi uda ketinggalan dua angka, jadi jangan terlalu mikirin angka lagi yang penting jangan sampe luka sama jaga lawan terus”

Sejin mengangguk mendengar penjelasan Seungyoun yang entah mengapa membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Seungyoung yang sedang memberikan arah seperti tadi, membuat dirinya terlihat lebih tampat dari biasanya.

Peluit tanda babak kedua dimulai pun dibunyikan dan sesuai dugaan Seungyoun, pemain dari tim lawan bermain lebih kasar demi mencetak angka. Beberapa kali mereka menjeggal pemain tim Sejin dan membuat beberapa diantaranya terjatuh.

Sejin kembali menggiring bola ke gawang lawan tanpa memperhatikan bahwa ada beberapa pemain lawan yanh memperhatikannya. Sejin baru saja akan menendang bola ke gawang saat kakinya di jenggal pemain lawan, membuat tubuh kecil Sejin tersungkur.

Pemai lawab tadi tepat menendang tulang kering Sejin membuat Sejin meringia kesakitan. Seungyoun yang melihat kejadian itu dari jarak kurang dari lima meter berlari menghampiri Sejin yang masih meringis memegang tulang keringnya.

“Jangan kasar! Engga bisa sportif, hah?”

Seungyoun yang emosi menghampiri pemain lawan membuat suasana dilapangan menjadi panas dari sebelumnya. Sejin sudah dibawa ke pinggir lapangan dan diganti pemain lain sedangkan Seungyoun menerima kartu kuning karena dirinya membuat sedikit keributan.

“Are you okay?”

Seungyoun menghampiri Sejin yang duduk di ruang ganti pemain. Kaos kakinya sudah dibuka dan tulang keringnya sedang dikompres menggunakan air dingin. Sejin mengangguk sambil sesekali meringis.

“Kok lo disini? Bukannya masih ada sepuluh menit lagi?“tanya Sejin bingung.

Yellow card! Gue soalnya ngajak ribut pemain yang jenggal lo”ucap Seungyoun santai.

“Gue udah bilang kan? Mereka bakal main kasar, kenapa lo sampe ga liat yang mau jenggal lo sih?“ucap Seungyoun menatap Sejin tajam.

“Sorry....“ucap Sejin menunduk.

“Gue ga pernah ngijinin pelatih buat masukin lo ke daftar pemain inti, karena gue gamau kejadian kayak gini”ucap Seungyoun yang menghembuskan nafasnya kasar.

“Kenapa? Kenapa lo gamau kejadian kayak gini? Bukannya pemain bola biasa cedera ya?“tanya Sejin bingung dan Seungyoun hanya dapat menarik nafasnya panjang.

“Gue perduli sama lo, sejak pertama kali gue liat lo gabung ke tim sepakbola ini. Gue tau ini bukan kemauan lo dan bukan hobi lo juga kan?“tanya Seungyoun dan Sejin mengangguk.

“Gue tau bahkan saat pertama kali lo latihan. Walaupun gue liat perkembangan lo selama latihan, tapi gue ga tega kalo sampe liat lo jatoh atau luka dilapangan. Gue perduli sama lo, Sejin”ucap Seungyoun serius sambil menatap Sejin intens.

“Perduli sebagai kapten kan?“tanya Sejin dan Seungyoun menggeleng.

“Engga, bukan perduli yang kayak gitu. Gue suka sama lo, Lee Sejin...“tubuh Sejin menegang saat mendengar Seungyoun mengutarakan perasannya. Tubuh Sejin diam di tempat bahkan saat Seungyoun mendekat dan mengikis jarak diantara keduanya.

“GOAL!!!!!!!”

Seungyoun dan Sejin kembali menjaga jarak saat mendengar teriakan dari luar lapangan. Keduanya saling tatap sebelum tertawa setelahnya. Seungyoun pun kembali mengikis jarak keduanya hanya untuk mengecup bibir Sejin.

“Jangan terluka lagi, janji?“ucap Seungyoun dan Sejin mengangguk.

“Selamat untuk kemenangan pertama dipertandingan pertamanya!!“ucap Seungyoun lagi.

“Can i get a reward?”pertanyaan Sejin membuat Seungyoun memandangnya bingung.

“A kiss. Can i get another kiss for a reward?”

Seungyoun tersenyum sebelum kembali mendaratkan bibirnya di belah bibir Sejin. Seungyoun bahkan menarik tengkuk Sejin untuk memperdalam ciuman keduanya. Ciuma tersebut terhenti saat seluruh tim sepakbola masuk ke dalam ruang ganti sambil bersorak riang karena kemenangan yang mereka raih, membuat wajah Sejin merah seketika.

“Jin, kaki lo masih sakit? Lo ga demam kan? Muka lo kok sampe merah?“ucap seorang pemain yang membuat Sejin menunduk malu.

fin

Kapila.

Lima.


“Kalo suruh milih antara lima orang Yohan atau Yohan berumur lima tahun, kamu bakalan pilih mana?”

“Lima orang Yohan!!”

“Kenapa?”

“Satu orang Yohan aja bisa buat aku bahagia, apalagi kalo ada lima Yohan di sekitar aku... Pasti aku bakalan tambah bahagia!!”

.

Yuvin terbangun dengan senyum merekah di wajahnya hanya dengan memikirkan adanya lima orang Yohan di dunia, satu orang Yohan saja sudah membuat dirinya bahagia, bagaimana dengan lima?

“Good morning, sweetie!!”

Yuvin mengecup pelan kening suaminya yang masih terlelap dalam tidurnya sebelum ia melangkahkan kakinya ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dari keringat sisa kegiatan semalam.

“Pagi, ka! Hari ini mau Kopi hitam atau Kopi susu?”

Yuvin berhenti melangkahkan kakinya saat mendapati Yohan berdiri di depan counter dapur. Beberapa kali Yuvin mengerjapkan matanya, melihat apakah itu benar Yohan atau bukan.

“Kok diem, ka? Kenapa?“tanya Yohan saat melihat Yuvin diam ditempat.

Yuvin tersenyum kaku sebelum berjalan menghampiri Yohan dan memeluk suaminya itu dari belakang. Yuvin dapat mencium semerbak wangi bunga khas sabun yang ada dikamar mandi mereka.

“Loh? Kamu udah mandi? Bukannya tadi masih tidur?“Yuvin terkejut saat mencium semerbak wangi khas sabun mandi ditubuh Yohan.

“Haha aku bangun lebih pagi dari kamu tau ka! Makanya udah mandi”

Yuvin menatap Yohan bingung, karena ia jelas-jelas mengingat bahwa Yohan masih tertidur disebelahnya saat ia baru bangun tidur.

“Bingung ya ka?“tanya Yohan tersenyu dan Yuvin mengangguk menjawab pertanyaan Yohan tersebut, membuat Yohan mendekati suaminya dan memberikan pelukan singkat.

“Kamu inget mimpi apa?“tanya Yohan.

Yuvin mengernyitkan keningnya mengingat mimpi yang jelas masih ia ingat bahkan diluar kepala.

“Lima orang Yohan atau Yohan umur lima tahun?“ucap Yuvin pelan, mencoba menerka.

“Iya dan kamu milih Lima orang Yohan kan?“ucap Yohan antusias.

Yuvin kembali mengangguk menjawab pertanyaan Yohan dan yang selanjutnya terjadi sungguh membuat Yuvin terdiam di tempat.

“Ka, baju kamu udah aku siapin diatas tempat tidur ya!!“Yuvin menoleh dan mendapati Yohan berjalan yang lain berjalan dari dalam kamarnya, padahal jelas-jelas sekarang ia sedang dalam dekapan seorang Kim Yohan juga.

“Hah? Ini aku mimpi?“tanya Yuvin dan Yohan menggeleng sambil tersenyum dan menyerahkan satu cangkir kopi kepada Yuvin.

“Minum kopinya dulu, ganti baju tuh Yohan udah siap kerja”ucap Yohan yang berdiri dihadapannya.

Yuvin menoleh dan mendapati Yohan lainnya sudah berpakaian rapih khas orang akan berangkat kerja. Setidaknya di sekelilingnya sudah ada tiga Yohan dan itu sungguh membuat Yuvin pening.

“Satu Yohan lagi tidur, soalnya semalem ka Yuvin mainnya ga tanggung-tanggung! Kasian tuh kecapean”

Dua orang Yohan tertawa bersamaan saat Yohan yang berpakaian khas orang kerja itu menjelaskan sesuatu.

“Yohan yang terakhir lagi dikamar mandi”ucap Yohan yang berada di dapur membuat Yuvin masih betab terdiam terpaku dengan cangkir kopi yang masih ia pegang erat.

“Udah buruan siap-siap!! Aku tunggu di mobil”Yuvin mendapat sebuah kecupan di bibirnya dan dapat ia lihat, tidak ada satupun Yohan lainnya yang merada cemburu ataupun tidak nyaman, semua berjalan seakan-akan hal tersebut lumrah.

.

Yuvin memilih kembali ke kamar dan bersiap untuk ke kantor. Tepat saat dirinya sedang mengkancingkan kemeja putihnya, Yohan keluar dari kamar mandi dengan rambut setengah basah.

“Udah mau berangkat, ka? Sini aku pakein dasinya!!“ucap Yohan menghampirinya.

Yuvin mengangguk menyetujui, karena hal tersebut memang hal yang biasa dilakukan Yohan saat Yuvin akan berangkat kerja. Hal yang tidak biasa adalah, kali ini ada dua Yohan dikamarnya, satu sedang memakaikan dasi untuknya dan Yohan lain masih tertidur pulas.

Bahkan ada tiga Yohan lainnya diluar kamar yang entah sedang melakukan apa, Yuvin bingung memikirkankannya. Yohan mengecup ujung hidung Yuvin setelah selesai memakaikan dasi dan tersenyum setelahnya. Yuvin menoleh dan mendapati Yohan yang tertidur tidak terganggu sama sekali.

“Kamu tuh ka! Kebiasaan kan? Pasti Yohan baru tidur dini hari tadi kan?“Yuvin tersenyum kikuk kepada Yohan yang sedang memakai baju itu, sebelum dirinya menghampiri Yohan yang sedang tertidur dan mencium kening suaminya itu sebelum dirinya kembali keluar kamar untuk berangkat kerja.

“Ka, bekal kamu!!!“Yuvin menoleh saat Yohan yang berada di dapur memanggilnya dan ia menghampiri Yohan tersebut sebelum mengambil kotak bekal dan mencium pipi Yohan yang masih tersenyum di tempatnya.

“Yohan lagi ada yang ke supermarket! Kalo kamu butuh sesuatu, chat dia aja ya ka!!”

Yuvin mengangguk karena sungguh pemandangan dihadapannya sungguh aneh, dimana Yohan menyebut Yohan untuk orang lain.

“Ka, mau nitip sesuatu ga? Yohan barusan chat aku, dia lagi di supermarket!!”

Yuvin barusaja masuk ke dalam mobil saat Yohan yang menggunakan pakaian kantor itu menyapanya. Yuvin menggeleng sebelum menggunakan sabuk pengaman dan melajukan mobil hitamnya.

.

“Ka, ka yuvin!!! Kok bengong”Yohan menyenggol lengan Yuvin dan melambaikan tangannya tepat di depan wajah Yuvin.

Yuvin pun tersadar dari lamunannya. Yuvin memeperhatikan sekelilingnya, ia berada di dalam rumahnya dengan Yohan berada di hadapannya di meja makan.

“Kamu kenapa sih ka?“tanya Yohan saat Yuvin terburu-buru masuk ke dalam kamar untuk memeriksa sesuatu.

“Sayang... Kamu Yohan kan? Kamu cuma punya aku kan? Satu-satunya Kim Yohan suami Song Yuvin?“Yohan diam ditempat saat Yuvin menanyakan hal yang membuatnya ingin tertawa.

“Iya... Aku Kim Yohan, one and only, Song Yuvin's Husband“ucap Yohan menangkup pipi Yuvin yang berdiri dihadapannya.

Yuvin membawa Yohan ke dalam dekapannya, memeluknya erat hingga Yohan semakin terlihat kecil dipelukan suaminya.

“Ka... Kenapa sih? Kamu kenapa?“ucap Yohan bingung dan Yuvin pun menceritakan semuanya.

“Hahaha jadi kamu bayangin itu? Gara-gara barusan aku tanyain?“Yohan tertawa mendengar pertanyaan Yuvin tersebut.

“Aku bingung.... Dirumah kita ada lima Kim Yohan dan... Ya semuanya suami aku dan merhatiin aku...“ucap Yuvin yang masih dalam mode kebingungan.

“Jadi enak dong yang sayang makin banyak?“tanya Yohan dan Yuvin menggeleng.

“Engga! Aku tetep milih kamu, Kim Yohan one and only Song Yuvin's Husband ga perlu ada lima”ucap Yuvin yang kemudian kembali memeluk Yohan.

“Yaudah, berarti kamu milih Kim Yohan umur lima tahun dong? Bukan Kim Yohan ada lima?“ucap Yohan kembali mempertanyakan hal yang sama yang membuat Yuvin berfikir.

“Yohan umur lima tahun? Mungkin lucu ya?“Yuvin berbicara dalam hatinya.

fin

Kapila.

parkir.


Wooseok mendengus kesal saat mendapati sebuah motor besar menghalangi motornya yang terparkir di pelataran kampus.

Wooseok semakin kesal saat mengetahui bahwa motor tersebut menggunakan kunci ganda sehingga tidak ada orang yang dapat memindahkan motornya.

“Yah mas, ini motornya di kunci ganda jadi saya juga gabisa mindahin”

“Loh, kok bisa sih pak? Bukannya dilarang kunci ganda ya kalo parkir di belakang?”

Wooseok protes kepada salah satu petugas yang mencoba membantunya tetapi nihil karena motor besar tersebut memang tidak dapat dipindahkan jika tidak sama pemiliknya.

“Loh mas, mau kok spionnya di rusakin?”

“Pak, tolong kasih tau ya sama yang punya motor ini. Kalo mau spionnya bener lagi, suruh datengin Kim Wooseok ilmu Komunikasi 2016”

Wooseok yang kesal akhirnya kembali masuk ke dalam kampus meninggalkan petugas keamaan tersebut setelah merusak kaca spion dari motor besar yang menghalangi motor maticnya.

.

Wooseok kembali ke pelataran parkir pada sore hari, tetapi dirinya tidak menemukan motor besar itu. Padahal salah satu spion milik pengendara itu benar-benar telah dirusak oleh Wooseok.

“Mas, ini ada surat dari mas yang naik motor tadi”

Wooseok menerima secarik kertas dari petugas keamanan yang sama seperti siang tadi. Surat tersebut membuat Wooseok harus mengubur dalam-dalam rasa kesalnya.

Mas, saya minta maaf ya soalnya motor saya ngalangin. Tapi maaf, lain kali jangan ngerusak spion ya mas. Kalo masnya masih marah bisa langsung telfon ke nomer saya 010-1234-5678

Tiga hari kemudian

Wooseok menyipitkan kedua matanya untuk memperjelas pandangannya. Sebuah motor besar mengalihkan pandangannya dan ide gila pun muncul dari kepala cerdas Wooseok.

“Gantian! Biar sama-sama susah mindahin motor kunci ganda!!!”

Wooseok sengaja memarkirkan motornya dibelakang motor besar tersebut dan mengkunci ganda motornya sebelum masuk ke dalam kampus.

.

“Wooseok!!! Kenapa lo ngunci ganda motor sih? Orang mau keluar susah tau!!!”

Woosek yang masih berada dikelas menoleh saat salah satu temannya berteriak dari depan kelas.

“Kok lo tau sih kalo gue kunci ganda motor? Dikasih tau Seungwoo? Bukannya dia bawa mobil?”

“Banyak nanya deh! Pindahin motor lo sekarang, gue mau balik!!!”

Teman Wooseok tersebut menarik Wooseok hingga ke pelataran parkir dan mendapati kekasih temannya sedang kebingungan mengeluarkan motor besar yang berada di depan motor Wooseok tersebut.

“Oh jadi punya lo ka motornya? Tiga hari yang lalu lo juga kunci ganda motor kan? Sampe gue gabisa keluar”

Seungwoo, kekasih teman Wooseok yang bernama Byungchan itu memandang Wooseok bingung sedangkan Byungchan yang berdiri disebelah Wooseok menghela nafas kasar.

“Jangan sok tau! Ini motor temennya ka Seungwoo, soalnya temen ka Seungwoo pinjem mobil ka Seungwoo buat jemput adeknya”

“Iya, soalnya temen gue buru-buru jadi mau ga mau gue minjemin mobil sementara”

Byungchan dan Seungwoo menjelaskan secara bergantian yang membuat Wooseok menatap mereka berdua tidak percaya.

“Oh... Jadi, lo yang ngerusak spion temen gue itu?”

Wooseok mengangguk saat Seungwoo bertanya, membuat Byungchan dan Seungwoo tertawa bersamaan.

“Eh Seok! Gara-gara lo, temen ka Seungwoo ditilang tau!!! Dia nekat bawa motor pake spion rusak sebelah buat jemput adeknya, jadi kena tilang polisi”

Wooseok diam ditempat saat Byungchan bercerita. Bahkan Seungwoo juga menambahkan bahwa temannya belum sempat memperbaiki spionnya dan hanya memperbaiki spion dengan ala kadarnya.

“Lo tau ga sih, dia benerin spion pake lakban doang?”

Wooseok menggeleng saat Byungchan bertanya dan menyuruh Wooseok meminta maaf kepada teman Seungwoo secepatnya. Seungwoo juga bercerita bahwa temannya setiap hari buru-buru menjemput adiknya di sekolah karena orang tua mereka tidak ada yang dapat menjemputnya.


Seminggu kemudian

“Itu orangnya ada disitu!”

“Lo aja deh, titip ke Ka Seungwoo ya Chan?”

“Engga! Lo harus minta maaf juga langsung ke Jinhyuk!!”

Wooseok berjalan lemah dibelakang Byungchan, menghampiri Seungwoo yang sedang berkumpul bersama teman-temannya.

“Loh? Kamu ngapain disini?”

“Ini ka... Wooseok mau minta maaf!!”

“Oh! Hyuk, ini yang ngerusakin spion lo seminggu lalu. Seok, ini Jinhyuk yang spionnya lo rusakin”

Seungwoo memperkenalkan kedua orang tua tersebut tanpa canggung, membuat Jinhyuk tersenyum kearah Wooseok.

“Eh, Wooseok? Sorry ya seminggu yang lalu motor gue ngalangin motor lo”

Jinhyuk, lelaki yang merupakan teman Seungwoo serta orang yang memiliki motor besar itu menghampiri Wooseok sambil tersenyum.

“Hm... Gue juga minta maaf ya, Hyuk! Soalnya ngerusakin spion lo, sampe lo di tilang pas pulang”

Jinhyuk tertawa saat mendengar permintaan maaf Wooseok tersebut.

“Haha gue di tilang ga karena spion doang kok! Emang gue terobos lampu merah, terus kebetulan polisinya liat spion gue”

Wooseok terkejut mendengar pernyataan Jinhyuk tersebut dan ia dapat dengan jelas mendengar Byungchan dan Seungwoo menahan tawa.

“Oh iya! Ini gue beliin spion baru buat ganti spion yang gue rusakin!! Soalnya kemarin kayanya spionnya masih lo lakban aja belum lo ganti kan?”

Jinhyuk menerima sebuah kotak yang berisi spion yang entah benar serinya atau tidak. Jinhyuk juga tidak lupa berterimakasih kepada Wooseok atas spion baru yang ia terima.

“Terus sebagai permintaan maaf karena ngalangin motor lo, gue harus ganti apa?”

“Anter jemput seminggu!!!”

Wooseok dan Jinhyuk menoleh bersamaan saat mendengar Byungchan dan Seungwoo serentak mengeluarkan pendapat yang sama.

“Oke! Berarti mulai besok, lo gue anter jemput ya? Sebagai permintaan maaf!!”

“Eh gausah, Hyuk!! Gue ga apa-apa kok, beneran!!”

“Udah sih Seok terima aja, motor lo lagi di bengkel kan?”

Wooseok menoleh kearah Byungchan dan menatap Byungchan tajam. Sedangkan Byungchan hanya tertawa menatap Wooseok yang masih berdiri di depan Jinhyuk.

“Hm... Udah mau balik belum, Seok? Gue anterin sekarang gimana? Tapi jemput ade gue dulu ya?”

Entah mendapat ilham darimana, Wooseok mengangguk lemah dan menyetujui ajakan pulang bersama Jinhyuk siang itu.

fin

Kapila.

Kopi.


“Atas nama.... PANCASILA!”

“Satu!”

“Ketuhanan yang Maha Esa”

“Dua!”

Kemanusiaan yang adil dan beradab”

“Tiga!”

“Persatuan Indonesia”

“Empat!”

“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan”

“Lima!”

“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”

Seungwoo tersenyum mendengar seluruh pengunjung kafe ikut menimpali saat dirinya memanggil salah seorang pengunjung untuk mengambil pesanannya.

Seorang pengungjung pun berjalan menunduk menghampiri meja barista untuk mengambil pesanannya tersebut. Pria tersenyum tersenyum dan memberi sapaan kepada Seungwoo yang memandanginya intens.

Dua hari kemudian

“Atas nama Rakyat Indonesia!”

Seluruh pengunjung kafe menoleh saat Seungwoo memanggil salah seorang pengunjung seperti biasa. Tetapi tidak ada satupun pengunjung yang menghampiri meja barista.

“Atas nama Rakyat Indonesia!!”

Seungwoo kembali mengulang panggilannya yang membuat beberapa pengunjung tertawa kecil. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya salah seorang pengunjung menghampiri Seungwoo untuk memanggil pesanannya.

Pengunjung yang sama dengan dua hari yang lalu saat Seungwoo harus membacakan lima butir isi pancasila karena nama unik yang diberikan salah satu pengunjung tersebut.

Pengunjung tersebut pun masih sama malunya saat mengambil pesanannya, ia kembali menunduk menyapa Seungwoo yang menatapnya intens.

Seminggu kemudian

“Atas nama siapa ka?”

“Atas nama Byungchan!”

“Loh tumben? Biasanya pake nama yang unik?”

Seungwoo tersenyum saat pengunjung yang sama tersebut kembali datang untuk memesan kopi.

“Hehehe itu kerjaan temen saya ka! Maaf ya ka, mereka emang kurang kerjaan”

Lelaki dihadapan Seungwoo yang diketahui bernama Byungchan itu tersenyum kikuk dengan wajah memerah.

“Oh hari ini sendirian? Ga sama temen-temennya?”

“Nanti mereka kesini sih ka! Ini aku sengaja beli duluan, biar pas mereka mesen, pesenanku udah jadi duluan”

Seungwoo tertawa mendengar penjelasan polos Byungchan tersebut sebelum kembali mencatat pesanan Byungchan.

“Atas nama... CINTA!!”

“Lo yang ngambil lah! Itu kan minuman lo, Seok!”

“Udah lo aja yang ngambil, kan udah deket juga sama baristanya?”

“Ah sumpah! Lo bisa ga sih pake nama biasa aja?”

“Engga bisa! Nanti nama gue ketauan!!!”

“Atas nama... CINTA!”

Byungchan pun akhirnya kembali mengambil pesanan temannya tersebut setelah Seungwoo menyebutkan nama kedua kalinya.

“Loh? Kok kamu lagi?”

“Hehehe namanya lebih muda ka, jadi harus siap disuruh-suruh sama yang lebih tua! Temenku galak soalnya”

Byungchan berkata dengan sedikit berbisik, membuat Seungwoo tertawa kecil.

“Kalo kamu, galak ga? Kayak temen kamu itu?”

Entah mengapa, pertanyaan Seungwoo itu berhasil membuat wajah Byungchan memerah sedangkan Seungwoo tersenyum puas karena berhasil membuat lelaki manis itu tersipu malu.

fin

Kapila.

Ojek.


“Mang, kampus ya! Fakultas komunikasi, kecepatan diatas 60 kilometer perjam!! Nanti saya kasih lebih, please!! Saya bentar lagi ada kuis nih Mang!!”

Yohan pagi itu bangun terlalu siang, hingga ia terburu-buru untuk berangkat ke kampus. Beruntungnya, ada Mang Ojek di depan kosnya dan Yohan sedikit terbantu karenanya.

“Mang, kok diem aja sih! Udah ada yang manggil ya? Bilang dong daritadi!!”

“Eh? Engga kok mas! Iya, saya anter ya mas. Pegangan yang kenceng mas”

Yohan menggunakan helm yang di sodorkan Mang Ojek di depannya dan berpegangan erat di bagian belakang jok motor tersebut seperti biasa.

“MAS KESIANGAN YA? MAKANYA BURU-BURU?”

“HAH? APAAN MANG? MAKAN BRUTU?”

“IYA MAS BURU-BURU KAN?”

“OH ENGGA MAS! SAYA ENGGA DOYAN BRUTU!!”

“LAIN KALI JANGAN SUKA BEGADANG MAS, GA BAIK BUAT TUBUH!”

“APAAN MANG? TELUR PUYUH? BANYAK KOLESTEROL MANG GA BAIK!!”

“HEHE IYA SIH MAS BANYAK YANG BILANG SAYA BAIK KARENA SUKA AJA NGOBROL PELANGGAN”

“IYA MANGA BENER! SAYA PEGANGAN KOK”

Obrolan kedua tidaklah nyambung antara satu dengan yang lainnya, tetapi keduanya tetap berteriak seakan obrolan mereka itu nyambung hingga Yohan sampai di depan kampusnya.

“Makasih ya mang!! Jasamu akan selalu ku kenang!!”

Yohan menyerahkan helm serta uang pecahan lima puluh ribu sebelum berlari menuju kelasnya.

“Lah? Pagi-pagi dapet rejeki gocap! Kalo tadi gue tetep nunggu Jinhyuk, mana dapet nih gocap! Emang ini rejeki anak sholeh!!”


“Han, naik apa lo tadi? Kusut amat pas dateng?”

“Naik ojek! Mang ojeknya baik banget ngebut jadi gue ga telat”

“Wooseok! Yohan! Temenin gue ke kantin teknik dong!!”

Seorang lelaki bertinggi badan lebih dari seratus lima puluh delapan centimeter itu berlari menghampiri Yohan dan temannya, Wooseok.

“Ngapain sih Chan jadi sering ke teknik?“tanya Yohan malas.

“Lah lo gatau? Byungchan kan jadian sama Ka Seungwoo!!”

Yohan terkejut dengan ucapan Wooseok. Byungchan akhirnya bisa meluluhkan hati senior dari fakultas berbeda setelah setahun menyimpan perasaannya seorang diri.

“LOH MANG OJEK?”

Yohan menghentikan langkahnya saat tiba di kantin teknik bersama dua teman lainnya.

“Mang, kok masih disini? Uang yang saya kasih masih kurang ya? Yah itu uang terkahir saya bulan ini mas...”

Kedua teman lelaki yang Yohan kira Mang Ojek itu tertawa, membuat Yohan mengernyitkan keningnya bingung.

“Oh! Ini alasannya Vin? Makanya lo sekarang bisa beli katsu? Karena jadi Mang Ojek tadi pagi terus ninggalin gue?”

Lelaki yang Yohan anggap Mang Ojek itu mendapat pukulan ringan dari teman yang duduk disebelahnya.

“Kenapa sih ka?“tanya Byungchan yang duduk disebelah pacarnya, diikuti Wooseok dan Yohan.

“Jadi, tadi temen kamu itu ngira kalo Yuvin itu Mang Ojek terus Yuvin dibayar lima puluh ribu”ucap Seungwoo menjelaskan yang membuat Yohan membulatkan matanya sempurna.

“Jadi gimana mas? Mau naik ojek lagi ga nih?“ucao Yuvin, lelaki yang Yohan kira Mang Ojek itu, membuat wajah Yohan bersemu merah karena malu.

fin

Kapila.

Teman baru.


Wooseok menghela nafasnya berat saat melihat bis kota yang akan membawanya ke sekolah. Bis tersebut penuh sesak karena jam yang menunjukan jam sibuk orang untuk memulai kegiatannya, entah berangkat kerja maupun ke sekolah. Wooseok terpaksa menaiki bisa tersebut agar tidak terlambat, karena setidaknya sudah tiga bis Wooseok lewati agar ia tidak terlalou terhimpit di dalam bis.

Tubuh Wooseok semakin terhimpit saat bis kembali berhenti di salah satu halte bahkan beberapa kali ia harus menahan tubuhnya agar tidak terjatuh. Tubuh Wooseok tiba-tiba menegang saat merasakan sebuah benda asing menyentuh tubuh bawah bagian belakangnya. Wooseok sedikit menoleh dan mendapati seorang pria paruh baya yang berdiri terlalu dekat dengannya.

Wooseok mencoba sedikit menggeser tubuhnya agar tidak terlalu menempel dengan lelaki tersebut tetapi gagal. Pria tersebut semakin menempelkan tubunya ke tubuh Wooseok, bahkan ia tidak segan menggesekan tubuh bagian selatannya tepat ke bagian bawah tubuh belakang Wooseok. Wooseok rasanya ingin menangis saat itu juga hingga tiba-tiba ruangan disekitarnya sedikit meregang.

Wooseok menoleh dan mendapati seorang lelaki tinggi di belakangnya. Seragamnya sama dengannya tetapi Wooseok tidak mengenalnya, karena hari itu merupakan hari pertama Wooseok masuk ke sekolah tersebut sebagai murid baru.

“Diem aja! Kalo lo keliatan ga nyaman, dia malah makin berani”

Wooseok mengangguk saat mendengar ucapan pelan anak lelaki tinggi dibelakangnya. Sesekali Wooseok menoleh dan mendapati bahwa lelaki tersebut mengungkung tubuh Wooseok agar tidak terlalu terhimpit dan membuat ruangan di sekitar Wooseok menjadi lebih lega.

“Ngapain lo nempel-nempel? Berasa cicak-cicak di dinding nempel mulu?”

Tubuh Wooseok tersentak saat anak lelaki dibelakangnya berteriak dan saat Wooseok menoleh, ternyata anak tersebut sedang memerahi lelaki yang tadi melakukan tidak tercela kepada Wooseok. Lelaki paruh baya tersebut akhirnya ciut dan memilih keluar dari bis karena tatapan orang disekitarnya.

“Loh kita satu sekolahan? Kok gue kayak baru liat lo ya?”

“Iya, hari ini hari pertama aku... Hm, makasih ya buat yang tadi!”

Anak lelaki yang kini sedang berjalan bersisian bersama Wooseok menuju sekolah itu mengangguk sambil tersenyum,

“Oh ya, gue JInhyuk! Lo.... Kim... Wooseok?”

Wooseok menoleh kearah nametag yang ia kenakan sebelum mengangguk dan meraih uluran tangan Jinhyuk untuk berkenalan.

“Berarti belum tau ya masuk kelas berapa? Mau gue anter ke ruang guru dulu?“tanya Jinhyuk dan Wooseok mengangguk lagi. Jinhyuk pun berjalan kearah ruang guru diikuti Wooseok dibelakangnya.


“Jinhyuk, coba duduknya yang bener! Itu baju kamu juga masukin yang bener atau mau saya beri poin lagi?”

Seorang guru laki-laki masuk ke dalam Jinhyuk diikuti oleh seorang anak lelaki bertubuh kecil yang jelas telah Jinhyuk kenal, ia adalah Wooseok yaitu murid baru di sekolah dan kelas Jinhyuk.

Jinhyuk tersenyum kearah Wooseok sambil melambaikan tangannya, membuat wajah Wooseok bersemu merah entah kenapa. Wooseok menunduk setelahnya karena Jinhyuk yang masih menatapnya bahkan saat guru sedang memperkenalkan Wooseok di depan kelas.

“Wooseok, kamu duduk disebelah Jinhyuk ya? Jinhyuk! Singkirkan tasmu dari atas meja”

Jinhyuk mengangguk sebelum menyingkirkan tasnya dari atas meja yang akan digunakan Wooseok mulai hari itu. Wooseok pun berjalan ke arah Jinhyuk dengan wajah yang masih bersemu merah dan dengan jantung yang berdetak lebih cepat dari biasanya.

“Wah ternyata kita sekelas! Berarti kita bisa pergi sama pulang sekolah bareng, biar lo engga diganggu om-om itu lagi!!”

Wooseok tersenyum kearah Jinhyuk dan mengangguk pelan sebelum Wooseok kaget karena Jinhyuk mendapat satu buah jeweran di telinga kanannya dari wali kelasnya.

“Udah saya kasih peringatan dua kali, masih aja berisik ya kamu Jinhyuk! Berdiri di depan kelas, sekarang!!”

Jinhyuk mengerucutkan bibirnya sebelum bangun dari kursinya untuk melaksanakan hukuman di depan kelas.

“Sampai ketemu di mata pelajaran selanjutnya, Wooseok! Jangan lupa nanti kita pulang bareng ya?”

Wooseok tertawa karena tingkah Jinhyuk yang jenaka dan sejak itu pertemanan Wooseok dan Jinhyuk semakin dekat. Bahkan mereka selalu pergi dan pulang sekolah bersama, karena JInhyuk akan selalu berusaha melindungi Wooseok dari tangan-tangan jahil pria hidung belang diluar sana.

fin

Kapila.

Kunci.


Dug! Dug! Dug

Tubuh Seungwoo menegang saat mendengar bunyi hantaman tiga kali. Bola matanya melirik kesana kemari tanpa ada niat sedikitpun memutar badannya untuk mencari sumber suara. Rokok yang ia genggam pun ia buang ke sembarang tempat setelah ia injak.

Dug! Dug! Dug!

Seungwoo membulatkan matanya saat kembali mendengar bunyi tersebut. Bahkan kali ini dirinya merasakan hawa dingin yang entah berasa darimana. Seungwoo teringat akan sesuatu yang seharusnya tidak ia ingat saat ini.

“Eh lo tau ga sih! Dikamar mandi yang pojok itu kan ada penunggunya tau, makanya jarang ada yang mau make kamar mandi itu”

Dug! Dug! Dug!

Seungwoo mengerjapkan matanya berulang kali. Ia menarik nafasnya panjang sebelum berjalan cepat meninggalkan kamar mandi yang terletak di belakang sekolahnya itu dan menjauhi bunyi yang sesekali masih terdengar tersebut.

3 hari kemudian

Seungwoo kembali ke tempat yang sama, tempat dimana ia akan merokok di sela-sela pelajaran. Seungwoo bukan anak yang nakal, terbukti bahwa ia menduduki peringkat ketiga satu sekolah saat kenaikan kelas semester lalu. Tetapi, Seungwoo adalah tipikal pribadi yang penasaran dan gampang bosan. Rasa penasarannya saat ini jatuh kepada sebatang rokok yang sudah ia konsumsi sebulan belakangan ini.

Seungwoo baru saja menyundut satu batang rokok yang terletak di antara jari manisnya, tetapi indera pendengarannya mendengar suara lembut yang lagi-lagi berasal dari arah yang sama dengan suara hantaman tiga hari lalu.

Seungwoo yang penasaran, akhirnya mendekati sumber suara tersebut dan sedikit menendang pintu kamar mandi yang tertutup. Berhasil, suara dari dalam kamar mandi tersebut berhenti dan Seungwoo melanjutkan kegiatannya lagi.

Dug! Dug! Dug!

Seungwoo menoleh ke sumber suara tersebut, tapi ia abaikan dan memilih pergi kembali ke kelas.

“Woo! Lo kalo cabut kemana deh?”

“Kamar mandi belakang!“ucap Seungwoo santai.

“Anjir, seriusan? Kan katanya orang-orang disitu ada penunggunya. Lo gatakut?“tanya teman Seungwoo dan Seungwoo menggeleng sebagai jawaban walau dirinya masih memikirkan kejadian beberapa jam lalu yang ia alami di tempat tersebut.

Keesokan harinya

Seungwoo kembali datang ke tempat yang sama dan dijam yang sama, kali ini ia tidak merokok karena ia sudah merasa bosan. Rasa penasarannya lebih besar kali ini dibanding rasa rokok yang biasa ia hisap tersebut. Seungwoo diam di depan kamar mandi untuk memastikan sesuatu.

Lagi, Seungwoo mendengar nyanyian yang terlampau lembut dari kamar mandi yang sama dan lagi tubuh Seungwoo bergidik mendengarnya. Berbeda dengan kemarin, Seungwoo membiarkan suara tersebut hingga tidak terdengar lagi. Baru saja Seungwoo bernafas lega, suara dari dalam kamar mandi membuat ia kembali penasaran.

Dug! Dug! Dug!

Bunyi yang sama kembali terdengar. Seungwoo memutuskan berjalan mendekati kamar mandi tersebut karena rasa penasarannya yang semakin tinggi. Seungwoo masih terus fokus mendengar bunyi yang berasal dari dalam kamar mandi tersebut yang terdengar berulang kali.

Dug! Dug! Dug!

Seungwoo menarik nafas panjang sebelum menendang kencang pintu kamar mandi dihadapannya. Tendangan Seungwoo merupakan gabungan dari rasa kesalnya hingga rasa penasarannya. Hal yang terjadi selanjutnya sukses membuat Seungwoo kembali terkejut.

“Aw!!! Sakit!!!!”

Seungwoo terkejut saat seseorang tersungkur di dalam kamar mandi yang menyebabkan seragamnya kotor. Seungwoo terpaku karena masih mencerna kejadian dihadapannya hingga ia sadar bahwa seseorang yang tersungkur tersebut benar-benar manusia.

“Eh! Maaf... Gue kira ga ada orang.... Lo ga apa-apa?“tanya Seungwoo panik dan mencoba membantu orang yang berada dihadapannya untuk bangun.

“Sakit... Ke dorong pintu...“ucap seseorang yang berlesung pipi tersebut.

“Yah celana lo kotor, nih pake jaket gue dulu aja ya?“ucap Seungwoo yang berusaha melepas jaket yang ia kenakan tersebut.

“Nanti dibalikinnya ke kelas aja ya? Gue Seungwoo, kelas 12 IPS 3”ucap Seungwoo.

“Oh iya ka, saya Byungchan 11 IPA 4”ucap Byungchan pelan sambil mengambil jaket Seungwoo untu menutupi baju dan celananya yang kotor.

“Eh.. Gue nanya boleh? Lo sering ke kamar mandi sini?“tanya Seungwoo dan Byungchan mengangguk.

“Disini enak, sepi...“ucap Byungchan menunduk malu dan Seungwoo tersenyum seakan mengerti maksud Byungchan.

“Terus suka nyanyi-nyanyi sendiri biat apa?“tanya Seungwoo dengan nada sedikit menggoda.

“Hm... Biar ga kedengeran... Ya gitu deh ka pokoknya”ucap Byungchan dengan wajah yang sudah sepenuhnya memerah.

“Hahaha iya santai, gue ga apa-apain kok! Tapi orang lain tuh takut, katanya disini ada penunggunya gitu gara-gara lo suka nyanyi terus suka mukul-mukul pintu dari dalem”ucap Seungwoo menjelaskan.

“Soalnya pintunya tuh macet makanya aku suka kesusahan kalo buka dari dalem, suka macet gitu pintunya jadi kedengerannya kayak gedebuk-gedebuk”ucap Byungchan dan Seungwoo mengangguk.

“Tapi sebenernya ga ada apa-apa kok, ka! Aku sering sendirian kesini, enak kan sepi ga ada yang ganggu atau nungguin di luar!!“ucap Byungchan tersenyum yang membuat Seungwoo tertawa.

Dug! Dug! Dug!

Tawa Seungwoo terhenti saat ia kembali mendengar bunyi yang sama berulang kali, begitu juga Byungchan yang membuat mereka beradu tatap dan lari dengan langkah seribu selanjutnya menjauhi kamar mandi.

Disaat yang bersamaa, dua buah mangga terjatuh dari atas kamar mandi. Dua buah mangga yang menyebabkan bunyi yang membuat Seungwoo dan Byungchan pergi meninggalkan kamar mandi.

“Makanya, Jang! Udah tau lagi pelajaran kok malah pacaran di kamar mandi”

Penjaga sekolah yang sedang memanen mangga bermonolog dari atas atap kamar mandi sebelum kembali melanjutkan mengambil mangga yang baru saja berbuah di belakang sekolah Seungwoo dan Byungchan.

fin

Kapila

Ujian.


Day-1

“Pssttt... Dek... Dek...”

Yohan menoleh saat seseorang disebelahnya, lebih tepatnya kaka kelas yang menjadi teman sebangkunya selama ujian itu memanggilnya. Awalnya Yohan enggan menoleh, tetapi saat kertas ujiannya sedikit ditarik, akhirnya Yohan menoleh.

“Pinjem penghapus dong! Ada ga? Gue ga bawa nih?”

Yohan mengangguk pelan sebelum mengeluarkan penghapusnya dari dalam tempat pensil, setelahnya tidak ada komunikasi diantara mereka lagi.

“Yuvin! Kamu kenapa absennya cuma sekali? Kan saya bilang dua rangkap!”

Yohan yang sedang merapihkan peralatan menulisnya itu menoleh ke depan kelas. Seorang guru pengawas memanggil kaka kelas yang merupakan teman sebangkunya. Kakak kelas Yohan yang bernama Yuvin itu tersenyum sambil menggaruk tengkuknya.

“Dek, pinjem pulpen dong! Punya gue udah dimasukin nih”

Yohan menatap tangannya yang memang sedang memegang sebuah pulpen dan reflek memberikannya kepada Yuvin. Yuvin dengan kecepatan kilat pun menghampiri guru pengawas yang menunggunya di depan kelas.

“Yohan!!! Ayokkk pulang”

Yohan mempercepat gerakannya yang masih merapihkan alat tulisnya saat teman-temannya berteriak dari luar kelas sebelum mereka kembali teriak dan membuat Yohan malu.

“Ah kan! Penghapus sama pulpen gue engga dibalikin”

Yohan mendecak sebal saat diperjalanan pulang, membuat teman-temannya bingung.

“Kenapa deh, Han?”

“Penghapus sama Pulpen gue dipinjem kakak kelas terus ga dikembaliin! Mana pulpen kesayangan gue...”

“Yaelah kirain apaan! Yaudah minta besok aja, kan besok masih seruangan”

Day-2

“Makasih ya pulpennya! Kemarin mau gue balikin tapi lo keburu dipanggil temen-temen lo”

“Yuvin, jangan ngobrol!! Kerjakan saja ujian kamu sendiri”

Yohan yang semula ingin menanyakan penghapusnya pun mengurungkan niatnya karena teguran pengawas dan hanya membalas ucapan terimakasih Yuvin dengan anggukan.

“Pssttt... Dek, ada rautan ga?”

Yohan menoleh dan menatap Yuvin sejenak. Awalnya enggan meminjamkan karena takut tidak dikembalikan, tapi akhirnya Yohan meminjamkan karena melihat pensil Yuvin yang sudah tumpul.

“Buang disini aja ka, jangan dikolong meja. Kotor sama jorok soalnya”

Yohan menggeser sebuah tisu kearah Yuvin saat Yuvin hendak membuang sisa pensil yang ia raut ke kolong meja. Yuvin tersenyum sebelum membuang sisa rautannya di tempat yang sudah Yohan sediakan.

“Yupin! Buruan, nanti gue tinggal lo ya!!!”

Waktu ujian telah selesai, Yohan lagi-lagi gagal meminta penghapusnya karena Yuvin yang terburu-buru saat dipanggil temannya dari luar kelas.

“Yaudah deh besok aja mintanya”

Day-3

“Psttt... Dek, bawa tipe-x ga? Pinjem dong! Essay gue kalo dicoret minus nih”

Yohan ingin rasanya mendesahkan nafasnya kasar, tetapi ia tahan. Ia tetap meminjamkan tipe-x yang ia punya kepada kaka kelasnya walaupun sambil menggerutu dalam hati Ini kakak kelas, ujian modal apa sih? Dari kemaren minjem mulu!

“Lah... Dek... Dek... Kok gini?”

Yohan membulatkan matanya sempurna saat Yuvin menggoyangkan lengannya. Yuvin tidak bisa menggunakan tipe-x yang Yohan pinjamkan dan berakibat isinya keluar kemana-mana. Yohan menarik nafas panjang sebelum membantu Yuvin dengan berat hati.

“Yuvin! Yohan! Saya liat daritadi kalian ribut ya? Mau saya keluarkan dari kelas?”

Tubuh Yohan menegang karena seumur-umurnya, dirinya tidak pernah berulah dan mendapat hukuman dari sekolah.

“Ini saya gabisa pake Tipe-x masa kini, pak! Nih lagi dibantuin sama dia”

Seluruh kelas tertawa karena ucapan Yuvin dan sedikit membiat Yohan dapat bernafas lega.

“Semua jangan berisik! Kerjakan lagi ujiannya, waktu kalian tiga puluh lima menit lagi”

“Makasih ya! Hehe maaf ngerepotin”

Yohan kembali mengangguk membalas ucapan terimakasih Yuvin, tetapi kali ini entah kenapa hatinya merasa hangat.

Day-4

“Yohan! Ujian apa nih hari ini?”

Yohan menoleh dan mendapati Yuvin yang datang lebih pagi dari biasanya. Ah! Satu lagi, Yuvin memanggilnya dengan nama bukan Dek atau Dia seperti kemarin saat ditanyakan guru.

“Hari ini cuma fisika aja ka”

Yuvin mengangguk sebelum akhirnya kembali keluar kelas dan masuk saat bel berbunyi.

“Lah? Kok ga ada? Kemarin perasaan masih ada satu deh disini”

Yohan melirik saat Yuvin heboh mengobrak-abrik tasnya sebelum dikumpulkan di depan kelas.

“Yuvin, cepat kumpulkan tasnya! Kertas ujiannya ga akan saya berikan sebelum semua mengumpulkan tasnya di depan”

Yuvin menghembuskan nafasnya kasar, sebelum berjalan kedepan kelas sambil masih memeriksa tasnya. Saat kembali ke kursinya, beberapa kali Yuvin bertanya pada temannya entah apa itu dan berakhir nihil.

“Nih ka, aku bawa tiga kok”

Wajah Yuvin sumringah saat Yohan memberikannya pensil yang masih utuh dan tajam, berbeda dengan pensil Yuvin yang sudah setengah dan tumpul itu.

“Loh Han udah selesai ujiannya?”

Yohan mengangguk dan tersenyum saat Yuvin bertanya.

“Iya ka, hari ini cuma satu mata pelajaran hehe”

“Yahhh pensilnya mau dibawa juga?”

“Hah? Eh engga usah ka! Pake dulu aja, di balikin besok ga apa-apa. Sekalian sama penghapus aku waktu itu ya? Hehe”

“Oh iya! Besok gue bawain ya, soalnya ada dirumah hehe”

Yuvin tersenyun kaku dan Yohan menanggapi dengan anggukan seadanya sebelum meninggalkan ruang ujian.

Day-5

“Nih Han, makasih ya!!”

Yohan menoleh saat Yuvin datang menyodorkan pensil dan penghapus beserta satu buah Chocopie.

“Ini apaan ka? Kan ka Yuvin ga pinjem Chocopie dari aku”

Yuvin tertawa saat mendengar ujaran polos Yohan. Setelahnya Yuvin mengusak rambut Yohan dan memberikannya satu buah kotak susu.

“Jangan dibiasain engga sarapan! Apalagi kalo mau ujian haha Gue denger lo dari kemaren”

Yohan terpaku saat Yuvin mengatakan hal tersebut. Setelahnya Yuvin kembali keluar kelas, meninggalkan Yohan yang masih diam di tempat dengan wajah memerah.

“Han, udah belajar— LOH HAN LO SAKIT? KOK MUKANYA MERAH?”

“Diem deh, Gyul! Gue maluuu”

Yohan menyembunyikan wajahnya diantara kedua tangannya, menyembunyikan wajahnya yang memerah. Tanpa Yohan sadari, Yuvin melihat ekspresi malu Yohan itu dari luar kelas.

“Gemes banget! Ujian terindah yang pernah gue lalui”

Yuvin tersenyum sambil masih memperhatikan Yohan dari jauh.

fin

Kapila.