semestakapila

jadi.


Jinhyuk mengikuti langkah suami mungilnya menuju sebuah kamar yang dahulunya ialah kamar milik Wooseok. Jinhyuk sesekali menahan senyumnya, karena beberapa kali melihat Wooseok yang salah tingkah. Salah satunya, Wooseok membawa bunga pemberian Jinhyuk saat mencarikan baju ganti untuk Jinhyuk.

“Bunganya di taroh dulu biar ga ribet, sini?”

“Hah? Eh iya!”

Wooseok tidak serta merta memberikan bunga dalam dekapannya kepada suaminya. Ia justru meletakan bunga tersebut di atas kasur yang membuat Jinyuk kembali harus menahan senyum karena tingkah Wooseok selanjutnya.

“Ih kok disini sih, nanti kasurnya kotor! Sini aja”

Wooseok meletakan buket bunga besar tersebut dilantai, diatas ebuah karpet berbulu yang dekat dengan kaki Jinhyuk. Baru saja Jinhyuk akan berbicara, tingkah Wooseok selanjutnya membuat Jinhyuk kembali tersenyum kecil.

“Masa dilantai ya? Mas... minta tolong pegangin ya? Aku mau cari vas”

Jinhyuk tersenyum dan menerima buket bunga pemberiannya, setelahnya ia melihat Wooseok menghilang di balik pintu kamar dan kembali sepuluh menit setelahnya.

“Loh kok mas belum ganti baju?”

Jinhyuk menatap Wooseok bingung. Memang Jinhyuk belum mengganti bajunya dengan baju yang telah di siapkan Wooseok, tetapi bukan karena Jinhyuk malas ataupun menunggu Wooseok, itu semua karena Jinhyuk masih memegang bunga pemberiannya yang dititipkan Wooseok beberapa saat lalu.

“Oh iya lagi pegang bunga, gabisa ganti baju”

Wooseok tersenyum kecil sebelum mengambil buket bunga yang masih dalam dekapan Jinhyuk. Senyum pertama Wooseok yang Jinhyuk lihat setelah beberapa saat tidak melihatnya.

“Mas, ganti bajunya? Di tunggu ibu sama bapak makan”

Jinhyuk terhenyak saat sadar bahwa sejak tadi ia hanya memperhatikan Wooseok tanpa ada pergerakan untuk mengganti bajunya dengan baju yang telah di siapkan Wooseok untuknya.


“Itu kan punya aku, Pak! Bapak kan punya camilan sendiri”

Jinhyuk menoleh saat mendapati Wooseok mengerucutkan bibirnya karena sang ayah yang mengambil camilan favoritnya tanpa sepengetahuan Wooseok.

“Bapak minta sedikit! Kamu besok kan bisa minta masmu buat beli lagi”

“Iya nanti mas beliin lagi ya buat kamu?”

“Hnggg... Tapi aku maunya sekarang....”

Jinhyuk menatap Wooseok yang menunduk. Ucapan terakhir Wooseok terlampau pelan, tapi Jinhyuk dapat dengan jelas mendengarnya. Jinhyuk pun bangkit dari sofa keluarga Kim, membuat ibu dan ayah mertuanya menoleh.

“Mau kemana?”

“Mau beliin camilan buat Wooseok dulu bu”

“Engga usah, biarkan saja. Jangan suka diturutin kalo manjanya kumat”

Jinhyuk tersenyum mendengar jawaban ibunda Wooseok sedangkan Wooseok masih menunduk malas.

“Engga apa-apa kok bu, sekalian cari yang seger-seger. Jinhyuk kangen sop buah depan kompleks”

Ibu dan Ayah Wooseok mengangguk mengerti sebelum mengizinkan Jinhyuk pergi untuk membeli camilan kesukaan Wooseok.

“Mas, aku ikut!”

Jinhyuk baru saja akan membuka pintu mobilnya, saat Wooseok mengejarnya dari dalam rumah. Jinhyuk kembali tersenyum, melihat bagaimana Wooseok yang masih menghindarinya itu lambat laun semakin membaik.


“Kamu dengar omongan mas di kantor tempo lalu ya?”

Wooseok hampir saja tersedak sop buah yang sedang ia konsumsi, saat Jinhyuk tanpa aba-aba menanyakan hal yang sangat ia hindari sejak jam makan siang tadi.

“Yang mas bilang tentang kebebasan? Nikah, jadi ga bebas itu. Kamu denger ya?”

“Liat mas coba, mas kangen loh sama kamu”

Wooseok enggan menatap suaminya karena takut tetapi ia mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Jinhyuk. Wooseok akhirnya menatap Jinhyuk saat tangan Jinhyuk menggenggam tangannya.

“Maaf ya? Masnya harusnya gabilang kayak gitu. Mas nyakitin kamu ya?”

Wooseok menggeleng tidak menyetujui pertanyaan yang dilontarkan Jinhyuk. Wooseok bahkan menggenggam semakin erat tangan Jinhyuk, membuat Jinhyuk melihat genggaman tangan mereka berdua.

“Waktu itu temen mas ngajak mas kumpul. Sebenernya udah beberapa kali mereka ngajakin main, tetapi selalu mas tolak. Kalo kamu tau, teman-teman mas yang heboh pas datang ke nikahan kita itu”

“Pas kamu dengar omongan mas, sebenarnya itu alasan terakhir yang mas kasih biar seengganya mereka engga maksa mas buat selalu ngumpul sama mereka. Mas lebih milih pulang kantor langsung kerumah dan ketemu kamu dibanding harus kumpul-kumpul sama teman mas gitu. Tapi, kayanya alasan mas salah ya?”

Jinhyuk mengusap punggung tangan Wooseok dengan ibu jarinya. Wajah Wooseok memerah efek karena panas matahari serta pernyataan yang baru saja Jinhyuk bicarakan. Sebuah fakta yang baru saja ia ketahui siang tersebut.

Suasana di kedai sop buah tersebut hening, bahkan Wooseok dan Jinhyuk tidak ada yang kembali membuka suara. Wooseok dan Jinhyuk larut dalam fikirannya masing-masing.

“Mas... Maaf, harusnya waktu itu aku nanya sama mas dulu ya? Nanya sama mas, maksud dari omongan mas itu....”

“Bener kata Ibu, aku manja ya mas? Ada masalah sedikit langsung kabur”

“Engga sayang, engga sama sekali. Mas suka kok kamu manja kayak tadi. Mas lebih suka kamu manja dibanding kamu diemin seminggu kayak gini”

Lagi, wajah Wooseok memerah karena ucapan suaminya. Jinhyuk dan Wooseok memutuskan kembali kerumah dengan membawa dua bungkus sop buah untuk kedua orang tua Wooseok.

“Jadi, aku udah dimaafin nih?”

Jinhyuk melirik Wooseok. Sesekali ia mencium punggung tangan Wooseok yang masih dalam genggamannya. Wooseok melirik sekilas kearah suaminya yang sednag mengendarai mobil dengan satu tangannya itu sambil tersneyum.

“Aku ga marah kok sama kamu, mas! Eh... Ngambek sih ada, dikitttt banget!”

Jinhyuk tertawa karena jawaban polos suaminya tersebut.

“Mau pulang sore ini ga?”

Wooseok kembali melirik Jinhyuk dan menangkap sinyal yang mudah sekali Wooseok artikan. Wajah Wooseok kembali memerah sebelum dirinya mengangguk dan mendapat teriakan antusias dari Jinhyuk.

fin

//Jadi; kata penghubung untuk menandai sebuah kesimpulan.

“Ini ka, minumnya”

Seungyoun tersenyum menerima sebotol minuman energi dari Byungchan. Setelahnya, Seungyoun mengusak puncak kepala Byungchan sebelum menarik tangan Byungchan menjauhi kerumunan.

“Gue balik duluan ya!“ucap Seungyoun berpamitan kepada teman-temannya.

“Nih dipake jaketnya, engga bawa jaket lagi kan?“tanya Seungyoun dan Byungchan menggeleng. Seungyoun tersenyum lagi, membuat wajah Byungchan merona merah.

“Lain kali, kalo mau liat aku latihan futsal itu bawa jaket ya? Kan aku latihannya pasti sampai malem”ucap Seungyoun mengingatkan dan Byungchan mengangguk patuh.

Waktu sudah menunjukan hampir pukul sembilan malam, ketika Seungyoun mengendarai motornya membelah jalanan menuju rumah Byungchan. Di kursi belakang, Byungchan tidak pernah berhenti tersenyum, bau khas Seungyoun setelah bermain futsal bahkan tidak membuat Byungchan sedikitpun merenggakan pegangannya.

“Aku langsung pulang ya?”

“Jaketnya, ka!!”

“Udah simpen aja, besok baru kasih ke aku”

Byungchan mengangguk patuh lagi. Sebenarnya, Byungchan tidak perlu bertanya hal tersebut kepada Seungyoun karena jelas Byungchan sudah tau jawabannya. Setidaknya sudah ada tiga jaket Seungyoun lainnya di dalam lemari pakaian Byungchan. Byungchan bukan ingin menyimpan jaket tersebut, tetapi Seungyoun selalu berdalih “Simpen aja, kalo sewaktu-waktu aku butuh jaket kan aku tau bisa ngehubungin siapa?”


“Chan, Seungyoun sakit?”

Byungchan menghentikan langkahnya ketika seseorang memanggilnya. Keningnya berkerut karena pertanyaan seseorang yang kini sudah berada di hadapannya, Jinhyuk.

“Gak tau ka, semalem sih keliatannya baik-baik aja pas nganterin aku”

“Oh katanya sih tadi pagi muntah-muntah, makanya hari ini dia gamasuk. Lo mau ketempatnya ga? Gue mau titip barang, boleh?”

Jinhyuk menyerahkan sebuah bundle kerta yang jika ia baca sekilas, merupakan proposal kegiatan olahraga di kampusnya yang akan berlangsung kurang lebih tiga bulan lagi.

“Tolong bilangin Seungyoun, itu proposalnya udah di tanda tanganin sama Seungwoo. Harusnya dia sih yang ngambil, tapi karena dia sakit, jadi gue wakilin”

Byungchan kembali mengangguk, mendengar pernyataan Jinhyuk yang sepertinya harus ia sampaikan kepada Seungyoun. Jinhyuk pun bergegas pergi setelah menyelesaikan urursannya dengan Byungchan dan tanpa menunggu lama, Byungchan segera pergi ke kediaman Seungy

Bab I: [di] jodoh [in] Sub-bab: Sebuah Pertanyaan


Wooseok masuk ke dalam mobil milik Myungsoo dengan bibir mengerucut. Sang kakak terlambat setidaknya tiga puluh lima menit dari jadwal yang telah ditentukan. Sesekali Myungsoo melirik ke arah sang adik yang fokus menatap jalanan hampir lenggang di hadapannya.

“Tadi kamu ditanyain temen kakak”ucap Myungsoo santai.

Wooseok melirik sekila sebelum kembali memfokuskan pandangannya pada jalanan di hadapannya. Sebenarnya ada sebuah pertanyaan yang ingin Wooseok lontarkan tapi enggan ia ucapkan karena rasa emosi terhadap sang kakak masih membuncah.

Empat Jam Yang Lalu

“Seungyoon belum nyampe nih?“tanya Myungsoo yang baru saja tiba beberapa menit yang lalu.

“Nih ngabarin di grup, katanya baru jalan”ucap Dawon santai.

“Kenapa Wooseok engga diajak kesini sekalian deh?“tanya Shinwon sesaat setelah Shownu mengantarkan pesanan teman-temannya tersebut.

“Lah mana mau! Lagian dia tuh lembur, katanya baru selesai jam sembilan atau jam sepuluh”ucap Myungsoo menjelaskan.

“Masih berdedikasi tinggi ya terhadap perusahaan”ucap Dawon tertawa.

“Namanya karyawan baru! Noh temen lo udah jadi manajer juga masih berdedikasi tinggi sama perusahaannya”ucap Myungsoo menunjuk Seungyoon yang baru saja tiba.

“El, emang Wooseok udah lulus kuliah?“ucap Seungwoo tiba-tiba yang membuat Myungsoo menatap temannya bingung.

“Lah udah lama kali! Tuh anaknya udah kerja”ucap Myungsoo santai.

Percakapan keenam lelaki dewasa tersebut berlangsung setidaknya hingga jam menunjukan pukul setengah sepuluh malam, saat ponsel Myungsoo berdering dan menunjukan nama Wooseok pada ID pemanggil.

“Eh gue duluan ya! Wooseok udah balik”ucap Myungsoo terburu.

“Oke sip! Hati-hati bro, lo bulan depan kan married“ucap Seungyoon yang dibalas salam hormat oleh Myungsoo.

Kembali ke saat ini, Wooseok masih belum membuka suaranya. Hanya suara radio yang terdengar di mobil sang kakak. Jujur, Wooseok sering mendiamkan sang kakak, tapi hal itu paling lambat hanya berlangsung selama tiga jam.

“Kamu kenap Seungwoo kan?“tanya Myungsoo tiba-tiba. Wooseok menoleh dan mengangguk.

“Yang putih tinggi?“ucap Wooseok mencoba mengingat wajah Seungwoo, teman kuliah sang kakak.

“Iya, dia yang nanyain kamu tadi. Padahal pas kamu masih jadi maba kan kalian sempet ketemu juga kan?“tanya Myungsoo dan Wooseok kembali mengangguk.


Wooseok baru saja membaringkan badannya di kasur kamarnya. Pekerjaan yang ia selesaikan tadi dikantor, membuat badannya lelah tetapi mengingat besok adalah hari sabtu, Wooseok tidak mau membuang malam sabtunya dengan percuma.

“Mas Seungwoo... Yang mana ya?“ucap Wooseok yang tiba-tiba kembali memikirkan pembicaraan dengan sang kakak di mobil tadi.

Wooseok pun membuka akun media sosial sang kakak dan benar saja, salah satu teman kakaknya Shownu baru saja mengunggah sebuah foto dimana dalam foto tersebut terdapat enam orang lelaki dewasa yang beberapa diantaranya masih Wooseok hafal namanya.

Sebagai informasi, Wooseok dan Myungsoo adalah lulusan satu universitas yang sama. Saat Wooseok masuk menjadi mahasiswa baru, saat itu juga Myungsoo dan Seungwoo sedang menyelesaikan skripsi mereka dan tidak jarang Wooseok bertemu dengan teman-teman kuliah sang kakak.

Wooseok pun membuka media sosial milik Seungwoo yang ia dapatkan dari sebuah tanda yang Shownu berikan pada foto yang ia unggah. Wooseok tiba-tba tersenyum saat melihat kumpulan foto Seungwoo. Bahkan ada beberap foto Seungwoo saat masih kuliah dan Seungwoo benar-benar bertambah tampan.

Wooseok masih asik mencari semua media sosial Seungwoo, karena cerita sang kakak di mobil tadi sukses membuat dirinya penasaran dengan Seungwoo. “Kenapa mas seungwoo nanyain gue udah selesai kuliah apa belum ya? Berarti, Mas Seungwoo masih inget gue?” Malam itu Wooseok tidak dapat tidur nyenyak karena pertanyaan yang muncul di dalam fikirannya.

A true love?

[.] Sebuah cerita yang saya tulis setelah membaca sebuah kisah mengenai seorang kakek yang menunggu cintanya hingga ajal menjemput. Kakek tersebut selalu setia menunggu, walaupun usahanya tidak pernah membuahkan hasil.

[!] Penggunaan tanda tanya pada judul dimaksudkan tidak lain dan tidak bukan, agar pembaca dapat menyimpulkan sendiri: Apakah ini termaksud cinta sejati atau bukan?


18 Juni 1993

“Kamu tau akan pindah kemana?“tanya Wooseok, seorang remaja berumur belum genap lima belas tahun.

Seungwoo sang lawan bicara menggeleng. Helaan nafas keduanya terdengar berat. Genggaman kedua tangan mereka mengisyaratkan bahwa mereka tidak ingin berpisah.

“Apa kita gabisa pindah ke tempat yang sama aja?“tanya Wooseok lagi dan Seungwoo masih belum bisa menjawab pertanyaan orang terkasih.

“Kemarin aku sempat dengar saat lewat Balai Desa kalo perpindahan massal ini terbagi atas tiga kloter berbeda dengan tujuan yang berbeda juga”ucap Seungwoo menjelaskan.

“Tapi aku tidak tau, apakah keluarga kita mendapatkan kloter dan tujuan yang sama karena kemarin, hal itu belum diputuskan”ucap Seungwoo, lelaki yang berusia dua tahun lebih tua dari Wooseok.

Wooseok menunduk sedih mendengar penjelasan Seungwoo. Semua terasa indah beberapa minggu lalu saat Seungwoo menyatakan perasaannya terhadap Wooseok. Tapi saat ini semua terasa abu-abu. Akibat permasalahan desa, Kepala Desa tempat Seungwoo dan Wooseok tinggal memutuskan melakukan Bedol Desa.

Abu-abu, karena ia tidak tahun warna apa yang sebenarnya akan ia lihat setelah ini. Sebuah warna hitam, karena ia akan berpisah dengan Seungwoo atau sebuah warna putih, karena ia dan Seungwoo tetap akan bersama.

“Hey, kenapa sedih?“tanya Seungwoo mengangkat wajah lelaki disebelahnya. Mata Wooseok yang berbinar itu terlihat sayu.

“Kita tidak tau takdir kita kedepannya, kan? Jangan dulu bersedih!“ucap Seungwoo mencoba menghibur Wooseok dengan menampilkan senyum terbaiknya.

“Kalo takdir kita harus berpisah bagaimana?“tanya Wooseok dengan linangan air mata yang siap jatuh kapanpu.

“Kamu lihat pohon besar disana? Tempat aku menyatakan perasaanku waktu itu?“tanya Seungwoo dan Wooseok mengangguk.

“Jika keadaan sudah lebih baik, mari kita bertemu kembali di sana”ucap Seungwoo meyakinkan.

“Aku berjanji akan menunggu kamu setiap hari dekat pohon itu. SETIAP HARI”ucap Seungwoo lebih meyakinkan.

“Setiap hari?“tanya Wooseok bingung dan Wooseok mengangguk.

“Aku lebih dewasa darimu, aku bisa kemana-mana sendiri dan aku akan menunggu kamu disana”ucap Seungwoo tersenyum yang membuat Wooseok juga tersenyum.

“Jangan bersedih! Kita pasti akan bertemu suatu saat nanti”ucap Seungwoo yang detik setelahnya menarik Wooseok kedalam dekapannya.

Lima belas menit waktu yang dibutuhkan Seungwoo menenangkan sang kekasih sebelum akhirnya melepaskan dekapan keduanya. Seungwoo menatap Wooseok lekat, membuat wajah Wooseok memerah padam.

“Wooseok...“ucap Seungwoo sebelum menyatukan bibir keduanya. Tubuh Wooseok menengang, karena itu adalah ciuman pertamanya.

Wooseok menarik pelan coat coklat tua yang Seungwoo gunakan. Bibirnya diam, karena terlalu bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Seungwoo pun mengusap pipi Wooseok dengan ibu jarinya, mengisyaratkan ketenangan.

Tiga menit berikutnya, Wooseok sudah lebih tenang membuat tangannya melemas dan berpindah keatas paha kecil miliknya. Seungwoo memperdalam ciuman keduanya, bahkan ia menggigit bibir Wooseok untuk meminta akses masuk menjelajahi mulutnya.

Seungwoo menyesap kasar bibir Wooseok dan memperdalam ciuman keduanya, mengabaikan langit yang semakin menghitam. Wooseok yang telah dapat membaca keadaan, akhirnya mengalungkan tangannya di leher sang kekasih untuk memperdalam ciumannya.

Nafas keduanya terengah dan membuat mereka memutus tautan bibir keduanya. Bibir Wooseok bengkak karena ulah Wooseok, membuat Seungwoo tersenyum dan meminta maaf.

“Kamu harus selalu ingat! Aku akan selalu menunggu kamu dekat pohin besar itu”ucap Seungwoo lagi dan Wooseok mengangguk mengerti.

Seungwoo kembali mencuri kecupan singkat bibir Wooseok sebelum keduanya beranjak pergi dan pulang ke rumah masing-masing.


5 Mei 2000

Lengan kemeja yang Seungwoo kenakan itu sengaja ia lipat sebatas siku. Rambut yang semula tertata rapih, sudah berantakan menandakan bahwa ia melalui hari yang berat.

“Permisi...“ucap Seungwoo terhadap salah satu orang yang berjalan di dekatnya.

Seungwoo menghela nafas berat sesaat setelah orang yang ia tanyakan menggeleng tidak tau dan beranjak pergi. Seungwoo pun memilih duduk di sebuah bangku kayu tua dengan sebuah foto lusuh ditangan.

“Mas itu datang lagi?”

Sayup, Seungwoo mendengar suara dua orang yang sedang berbicara dan benar saja, ada

“Iya, kalo saya lihat sudah sebulan ini masnya datang dan menunggu di tempat yang sama. Sepertinya menunggu seseorang”

Seungwoo menunduk, mengusap foto lusuh tersebut. Sudah sebulan, penantiannya tidak membuah hasil yang menggembirakan.

“Kalo nanti aku menunggu di tempat ini tapi Ka Seunggwoo ga ada disini, gimana?”

Teringat jelas dalam fikiran Seungwoo, pertanyaan yang di lontarkan Wooseok tujuh tahun silam.

“Aku sudah janji akan menunggu disini dan aku bisa pastikan bahwa aku akan ada disini saat kamu kesini”

Seungwoo juga dapat mengingat jelas jawaban yang ia berikan untuk Wooseok pada hari itu. Oleh karena itu, sudah sebulan ini Seungwoo selalu menunggu Wooseok di tempat yang mereka tentukan.

Tujuh tahun bukan waktu yang sebentar, tetapi harapan Seungwoo bertemu Wooseok ditempat tersebut masihlah tinggi.


17 Maret 2008

Seungwoo memarkirkan mobil hitamnya di pelataran parkir di dekat sebuah taman bermain. Ia keluar dari mobilnya dengan senyum merekah di bibirnya.

“Sore pak seungwoo!“ucap seorang juru parkir yang sangat mengenal Seungwoo. Seungwoo tersenyum seraya memberikan satu kantong makanan kepada lelaki muda tersebut.

“Tidak ada yang mencari saya?“tanya Seungwoo dan juru parkir tersebut menggeleng.

“Sejauh ini saya juga belum melihat lelaki yang wajahnya mirip dengan foto yang bapak perlihatkan kepada saya, pak”Seungwoo mengangguk mengerti mendengar pernyataan lelaki tersebut.

Lima belas tahun, apakah wajah Wooseok sudah berubah? Entah, Seungwoo juga tidak tau. Foto yang ia miliki adalah foto Wooseok yang berusia empat belas tahun, foto anak lelaki yang sedang memasuki fase pubertasnya.

Seungwoo berpamitan dengan sang juru parkir dan berjalan memasuki taman tersebut. Lahan yang dulunya merupakan lahan kosong terbengkalai, kini sudah berubah menjadi taman bermain.

Sebuah taman indah dan terawat yang biasa digunakan keluarga maupun pasangan kekasih untuk menghabiskan waktu luang mereka.

Seungwoo berdiri di hadapan sebuah pohon besar. Pohon yang menjadi ciri khas taman tersebut. Pohon yang menjadi tempat yang ia janjikan kepada Wooseok sebagai tempat bertemu.


27 Oktober 2013

Seungwoo membentangkan tikar diatas rumput hijau. Setelahnya, Seungwoo merapihkan beberapa kotak makan di atas tikar tersebut dan tidak lupa sebuah kue tart yang sudah ia beli sebelumnya.

Hari ini adalah perayaan ulang tahun Wooseok ke tiga puluh lima tahun dan Seungwoo sudah menyiapkan pesta kecil untuk dirinya sendiri.

Beberapa orang memperhatikan Seungwoo dengan tatapan aneh, tetapi hal itu tidak menyurutkan niat Seungwoo untuk menyalakan lilin, menyanyikan lagu ulang tahun, meniup lilin serta memotong kuenya seorang diri.

“Apakah hari ini ulang tahunmu, pak?“tanya seorang remaja saat Seungwoo membagikan potongan kie ulang tahun pada orang disekitarnya.

“Bukan. Hari ini ulang tahun orang yang aku cintai, tetapi dia sedang tidak ada disini”ucap Seungwoo sopan.

Seungwoo menyisakan satu potong kue untuk ia santap di rumah nanti. Seungwoo memperhatikan sekitar, berharap Wooseok datang hari itu.

Tahun kedua puluh bagi Seungwoo untuk menunggu Wooseok di tempat tersebut. Beberapa orang bahkan sudah mengenalnya sebagai “Pria penunggu cinta”.


24 Desember 2020

Seungwoo tanpa sengaja menjatuhkan remote televisi yang ia genggam, membuat beberapa karyawan yang bekerja dirumahnya berlari menghampiri.

“Tuan, anda tidak apa-apa?“tanya salah satu pria yang bekerja sebagai asisten pribadi Seungwoo.

Seungwoo menggeleng, tetapi hatinya berdetak lebih cepat dibanding sebelumnya karena sebuah berita di televisi.

Sebuah pohon berumur ratusan tahun tumbang

Seperti itulah headline berita hampir di seluruh televisi pagi itu. Pohon yang menjadi patokan tempat Seungwoo dan Wooseok bertemu.

Siang itu, Seungwoo dibawa kerumah sakit. Berita mengejutkan tersebut membuat Seungwoo jatuh sakit tepat di hari ulang tahunnya.


14 Februari 2025

Hari kasih sayang tahun ini Seungwoo gunakan untuk lagi-lagi mengunjungi pohon besar yang kini sudah berganti menjadi sebuah monumen buatan pemerintah.

Seungwoo meletakan satu buket bunga di depan monumen tersebut. Ia tersenyum menatap pohon besar dalam bentuk foto pada monumen tersebut.

Seungwoo mendapat sapaan beberapa orang yang mengenalnya lama. Selanjutnya, ia duduk disebuah kursi kayu yang seperti menjadi kursi pribadi miliknya karena hampir setiap hari Seungwoo duduk di kursi tersebut.

“Permisi, pak! Boleh berbicara sebentar?“tanya seorang lelaki muda dan Seungwoo mengangguk.

“Tiga puluh dua tahun yang lalu, saya berjanji pada seseorang untui menunggunya disini”ucap Seungwoo memulai ceritanya setelah orang dihadapannya bertanya.

“Saat itu, saya berjanji bahwa saya akan disini kapanpun ia datang”ucap Seungwoo melanjutkan.

“Apa dia pernah datang?“tanya lelaki di hadapan Seungwoo dan Seungwoo menggeleng.

“Mengapa bapak masih menunggunya disini?“tanya lelaki tersebut lagi.

“Karena saya mencintainya dan karena saya sudah berjanji kepadanya”ucap Seungwoo tersenyum.

Seungwoo tidak tahu, bahwa kisahnya dengan Wooseok sudah tersebar luas ke penjuru kota. Tetapi, pertemuan Seungwoo dan Wooseok tidak juga terjadi.


1 April 2033

“Tidak usah menunggu saya. Nanti saya akan pulang menggunakan taksi”supir yang sudah bekerja dengan Seungwoo selama tujuh tahun tersebut mengangguk mengerti.

Seungwoo berjalan pelan menuju tempat yang sama. Tempat dimana ia berjanji akan bertemu Wooseok. Seungwoo berharap, Wooseok tetap mengenali tempat tersebut walau tanpa pohon besar yang dahulu berada disana.

Setiap hari, bulan bahkan tahun, Seungwoo selalu berharap bertemu Wooseok. Bagaimanapun keadaan Wooseok saat ini, Seungwoo akan menerimanya karena bagi Seungwoo, Wooseok adalah segalanya.

Waktu hampir menunjukan pukul sepuluh malam saat Seungwoo memutuskan pergi dari taman tersebut. Seungwoo berjalan ke sebuah halte terdekat untuk mencari sebuah taksi.

Setengah jam berlalu, tidak ada satupun taksi kosong yang melintas. Seungwoo pun memutuskan menelfon sang supir, tetapi disaat yang bersamaan dua orang pemotor menghampirinya dan menarik ponsel yang Seungwoo genggam. Seungwoo terjatuh karena kejadian malam itu.


7 September 2045

Seungwoo berjalan teramat pelan dengan dibantu sebuah tongkat kesayangannya. Tongkat yang sudah menemaninya dua tahun ini.

“Mau saya bantu, tuan?“Seungwoo menoleh dan mendapati gadis remaja mencoba membantunya menyebrang jalan.

“Terimakasih”ucap Seungwoo sesaat setelah sampai di sebrang jalan.

“Hati-hati dijalan, tuan!“ucap gadis tersebut sebelum pergi meninggalkan Seungwoo.

Seungwoo berhenti di depan sebuah pagar kayu. Seungwoo tidak dapat masuk ke taman yang sudah sepenuhnya di tutup oleh pemerintah tersebut.

Semakin jarang orang menghabiskan hari mereka di taman, membuat taman tersebut tidak terawat dan Pemerintah setempat memilih untuk menggusur taman tersebut.

“Ada yang bisa saya bantu, tuan?“ucap seorang penjaga yang menghampiri Seungwoo sambil tersenyum.

“Anda tahu taman ini rencananya ingin dijadikan apa?“tanya Seungwoo pelan.

“Apartment, tuan. Rencananya pembangunan dimulai bulan depan”ucap penjaga tersebut menjelaskan.

“Kalau saya boleh tau, mengapa tuan menanyakan hal tersebut?“Seungwoo tersenyum mendengar pertanyaan tersebut.

“Banyak kenangan di tempat ini. Dulunya, ini sebuah Desa dimana saya menghabiskan masa kecil. Lalu berubah menjadi sebuah taman dan pemukiman sederhana. Sekarang akan berubah lagi menjadi apartment mewah ya?“ucap Seungwoo bercerita.

Seungwoo pun memutuskan kembali kerumah karena ia tidak sanggup berdiri lama lagi, berbeda dengan dirinya beberapa tahun silam.


30 November 2050

“Tuan? Tuan? Permisi, tuan?”

Hari itu, Seungwoo ditemukan tidak sadarkan diri disebuah halte di depan apartment mewah dimana pohon besar dulu berada.

Seungwoo dibawa kerumah sakit oleh penjaga keamanan dan sadar beberapa hari setelahnya. Banyak cerita beredar tentang Seungwoo sejak hari itu.

Salah satu cerita yang beredar adalah cerita tentang kegigihan Seungaoo menunggu sang terkasih. Tidak mengenal waktu, Seungwoo terus menunggu Wooseok dari tahun ke tahun.

Sejak ditemukan tidak sadarkan diri, Seungwoo tidak pernah lagi berkunjung ke tempat yang sama. Berita yang beredar, Seungwoo menyerah akan cintanya. Tetapi yang sebenarnya terjadi, Seungwoo sang pria penunggu cinta sedang menunggu cintanya di tempat yang berbeda. Sebuah tempat yang jauh lebih indah dari tempatnya menunggu sebelumnya.

fin

Kapila.

Selamanya.


17 Oktober 2019

“Apa lagi kali ini?“tanya JInhyuk yang baru saja datang dengan setelan khas orang pulang kerja.

“Vas bunga, gue lupa kalo masih ada vas bunga di kamar sebelah”ucap Seungyoun yang sedikit meringis karena keningnya berdarah terkena lemparan vas bunga beberapa saat lalu.

“Sampai kapan, Youn? Lo ga bisa kayak gini terus”ucap Jinhyuk sambil membersihkan luka di kening Seungyoun.

“Sampai kapan? Engga tau hahaha Mungkin, selamanya?“ucap Seungyoun santai sambil tersenyum, sebuah senyuman ketulusan.


10 Februari 2015

“Sejin, makan yuk!!“Seungyoun membawa sebuah nampan dengan bubur yang masih mengepul, sebuah air hangat dan beberapa macam obat. Sejin melirik sekilas ke arah Seungyoun sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya keluar jendela.

“Engga usah peduli sama gue kalo ujung-ujungnya lo bakalan pergi juga”ucap Sejin pelan yang sukses membuat Seungyoun terpaku di tempatnya.

Seungyoun meletakan nampan makanan yang sebelumnya ia bawa itu di atas sebuah nakas dan setelahnya ia menghampiri Sejin yang duduk di sisi lain tempat tidur di kamar tersebut.

Seungyoun berlutut di hadapan Sejin. Seungyoun berusaha tidak melakukan kontak langsung dengan lelaki di hadapannya saat ini karena itulah yang terbaik baginya dan juga bagi Sejin.

“Aku ga akan tinggalin kamu, sampai kapanpun! Aku selalu disini, bahkan dari lima tahun yang lalu”ucapan Seungyoun membuat Sejin menoleh dan menatap Seungyoun tajam sebelum akhirnya bulir air mata memenuhi mata sayu milik Sejin.


23 Juli 2013

“Pergi! Pergi dari sini!! Engga usah perduliin gue”Sejin berteriak histeris ketika seseorang mendekatinya, tanpa terkecuali. Jinhyuk yang saat itu bertugas menjadi dokter jaga memperintahkan semua orang untuk meninggalkan kamar rawat Sejin sebelum keadaan semakin kacau.

“Hyuk, sorry gue telat”ucap Seungyoun terengah. Jelas terlihat jika Seungyoun berlari karena nafasnya yang putus-putus, bahkan beberapa bulir keringat muncul di keningnya.

“Gue masuk ya?“tanya Seungyoun, tetapi Jinhyuk menggeleng yang membuat Seungyoun menatap Jinhyuk bingung. Akhirnya setelah perdebatan ringan di koridior rumah sakit, Seungyoun diizinkan masuk ke kamar rawat inap Sejin.

“Sejin, udah tidur?“ucap Seungyoun pelan. Seungyoun berjalan masuk ke kamar Sejin pelan, melihat keadaan di dalam kamar dan ketika ia rasa sudah aman, Seungyoun kembali melangkahkan kakinya semakin dalam.

“Youn....“Seungyoun menoleh dan mendapati Sejin terduduk di lantai. Seungyoun tersenyum kecil sebelum menghampiri Sejin dan menyamakan posisi keduanya.

“Ngantuk...“ucap Sejin pelan dan dengan sigap, Seungyoun menggendong tubuh Sejin dan membaringkannya di atas kasur.

“Hm... Ini kenapa dicopot? Katanya mau cepet pulang? Kalo infusnya ga habis, kapan pulangnya?“ucap Seungyoun berucap lembut dan Sejin mengerucutkan bibirnya gemas.

“Tidur ya?“ucap Seungyoun dan Sejin mengangguk lemah karena sudah lelah dan mengantuk.

“Jangan pergi. Disini aja... Ya?“tanya Sejin dan Seungyoun mengangguk patuh.

“Aku tetep disini, engga akan pergi. Besok pagi kalo kamu bangun, aku juga tetep bakalan ada disini”ucap Seungyoun tersenyum sambil mengusap puncak kepala Sejin membuat lelaki kecil tersebut semakin mengantuk.


3 April 2017

“Happy birthday to you! Happy Birthday to you!! Happy birthday, happy birthday, happy birthday, Lee Sejin!!!“Sejin bertepuk tangan saat Seungyoun selesai menyanyikan lagu ulang tahun untuknya. Setelah membacakan doa harapan dan meniup lilin, Seungyoun kembali menyalakan lampu kamar mereka.

“Doa apa untuk tahun ini?“tanya Seungyoun penasaran dan Sejin hanya tersenyum.

“Engga mau kasih tau?“tanya Seungyoun dan Sejin mengangguk.

“Soalnya katanya kalo doa kita di kasih tau ke orang, nanti yang terjadi malah sebaliknya! Aku gamau”ucap Sejin menunduk lemah.

“Oke! Aku ga akan nanya kamu lagi!! Sekarang mendingan kita potong kue terus buka kado kamu, gimana?“tanya Seungyoun yang di balas anggukan antusias dari Sejin.

Selamat ulang tahun, Sejin! Semoga kamu selalu diberikan kebahagiaan untuk selamanya

“Makasih, Seungyoun!!!“ucap Sejin bahagia dan Seungyoun tersenyum membalasnya. Sejin dengan segera mengenakan kado pemberian Seungyoun, sebuah hoodie yang sudah dalam diinginkan Sejin. Hoodie milik Seungyoun yang lama menjadi incaran Sejin.

“Sesuai request, ga aku cuci dulu”ucap Seungyoun dan Sejin semakin tersenyum lebar.

“Hehehe bau seungyoun! enak!“ucap Sejin yang membuat Seungyoun juga tersenyum.


17 Februari 2021

“Hyuk, Sejin ilang!! Dia ga ada di apartment gue”ucap Seungyoun panik saat menelfon Jinhyuk.

“Hyuk, lo denger gue ga sih! Lo mau bantuin gue cari Sejin ga?“tanya Seungyoun sekali lagi karena Jinhyuk masih diam di sebrang telfon.

“Lo diem disitu, biar gue jemput”ucap Jinhyuk sebelum memutuskan panggilan telfonnya.

Setidaknya butuh dua puluh menit untuk Jinhyuk tiba di apartment milik Seungyoun. Seungyoun yang sudah menunggu di lobby, berlari kearah mobil Jinhyuk tetapi langkahnya terhenti saat Jinhyuk jutsru keluar dari mobil miliknya.

“Ayok masuk”ucap Jinhyuk sedikit menarik Seungyoun.

“Apaan sih? Kenapa lo malah nyuruh gue masuk? Kalo lo gamau bantu gue cari Sejin, yaudah biar gue cari sendiri”ucap Seungyoun emosi.

“Sejin ga ilang, oke? Ayok masuk biar gue ceritain semuanya”ucap Jinhyuk mencoba bersabar dan beberapa detik setelahnya, akhirnya Seungyoun mengikuti perintah Jinhyuk untuk kembali ke apartmentnya.

“Lo udah minum obat sebelum tidur?“ucap Jinhyuk sesaat sesudah masuk ke dalam apartment milik Seungyoun.

“Lo ga minum obat kan tadi sebelum tidur?“ucap Jinyhyuk memperlihatkan beberapa bungkus obat yang masih tersisa beberapa butir. Seungyoun terdiam di sofa yang sudah ia duduki.

“Youn, gue tanya sekali lagi ya? Mau sampai kapan?“tanya Jinhyuk sesaat setelah menarik nafas panjang.

“Mau sampai kapan lo ngelukain diri lo kayak gini terus, Cho Seungyoun!“ucap Jinhyuk dengan nada yang ia buat senetral mungkin.

“Selamanya hyuk... Gue udah bilang kan selamanya? Selamanya!“ucap Seungyoun dengan mata yang memerah.


5 Agustus 2012

From: Jinhyuk Youn, sorry gue ga dateng ke acara lo ya! Ada kecelakaan beruntun dan beberapa korban di bawa ke rumah sakit gue Have fun ya kalian! Doain gue bisa tidur malem ini hahaha

Seungyoun memasukan ponselnya setelah membaca pesan singkat dari Jinhyuk, temannya yang saat ini masih menyelesaikan pendidikan dokternya. Seungyoun mengalihkan pandangannya ke beberapa orang yang sedang menari mengikuti irama musik.

“Youn.... Sejin”Wooseok salah satu teman Seungyoun menghampiri Seungyoun yang masih duduk sendiri. Wooseok menceritakan semuanya kepada Seungyoun dan detik selanjutnya, Seungyoun bergegas pergi ke rumah sakit yang dikatakan Wooseok.

“Sejin kecelekaan habis makan malem sama tunangannya. Kecelakaan beruntun, sekarang dia ada di rumah sakit tempat Jinhyuk kerja”

Seperti itulah setidaknya informasi yang di dapat Seungyoun dari Wooseok. Jalan terlalu macet, sehingga membuat Seungyoun meninggalkan mobilnya di pinggir jalan dan berlari ke rumah sakit. Mengabaikan jarak yang jauh dan kaki yang sakit karena berlari, Seungyoun tiba dirumah sakit lima belas setelahnya.

“Hyuk....“ucap Seungyoun terengah dengan nafas terputus-putus, bahkan beberapa bulir keringat muncul di keningnya.

“Gue boleh masuk ya?“tanya Seungyoun, tetapi Jinhyuk menggeleng dan menarik Seungyoun menjauh hingga membuat Seungyoun marah.

“Dokter lagi berusaha ngasih pertolongan pertama, lo diem disini!“ucap Jinhyuk menahan emosi.

“Lo kan juga dokter, kenapa ga masuk? Masuk hyuk! Tolongin Sejin”ucap Seungyoun, tetapi Jinhyuk pergi setelah mendapat panggilan dari salah seorang perawat.


10 Oktober 2010

“Jangan pernah janji kalo ga bisa di tepatin”ucap Sejin menahan amarahnya. Setidaknya tiga jam Sejin menunggu Seungyoun di depan sebuah bioskop dan yang ditunggu ternyata sedang asik berkumpul dengan teman-teman lamanya.

“Maaf sayang, aku beneran lupa... Maaf ya?“ucap Seungyoun entah yang keberapa kali malam itu.

“Aku beneran minta maaf dan aku janji ga akan ngulangin itu lagi”ucap Seungyoun, sedangkan Sejin hanya dapat menghela nafasnya berat.

“Please, Youn... Aku bilang jangan pernah janji kalo kamu ga bisa nepatin”ucap Sejin menekankan.

“Kalo kamu ga bisa nepatin janji kamu sama aku, ga apa-apa. Tapi kalo sama orang lain, jangan sampai kamu cuma janji tapi ga pernah nepatin”ucap Sejin menjelaskan.

“Terus aku harus apa biar kamu bisa maafin aku?“tanya Seungyoun pasrah.

“Kita sendiri-sendiri dulu”ucap Sejin dengan berat hati.

“Maksud kamu putus? Cuma karena aku lupa punya janji sama aku?“tanya Seungyoun bingung dan Sejin hanya dapat menunduk lemah.

“Janji itu bukan cuma, Seungyoun. Jika kamu berjanji sesuatu terhadap orang lain, kamu harus punya tanggung jawab buat nepatin janji itu. Jangan pernah anggap remeh janji itu”ucap Sejin lagi.

“Aku tadi udah bilang kan, kalo kamu gabisa nepatin janji sama aku, aku ga apa-apa”ucap Sejin mengulang perkataannya.

Baik Seungyoun maupun Sejin sama-sama terdiam. Hening menyelimuti keduanya hingga akhirnya Sejin berdiri untuk pergi dari tempat tersebut.

“Aku minta maaf kalo selama ini aku jarang nepatin janji sama kamu. Mungkin kali ini kamu cuma capek aja, tapi aku janji kalo aku bakalan ada disini buat kamu. Aku bakalan terus nungguin kamu sampai kapanpun dan aku ga akan ninggalin kamu. Aku janji itu”ucap Seungyoun bersungguh-sungguh.

“Youn, please... Jangan ucapin janji yang ga bisa kamu tepatin”ucap Sejin menahan tangis sebelum akhirnya pergi menjauhi Seungyoun.


28 Agustus 2009

“Happy birthday to you! Happy Birthday to you!! Happy birthday, happy birthday, happy birthday, Seungyoun!!!“Sejin berjalan pelan menghampiri kekasihnya dengan sebuah kue ulang tahun di tangannya. Bebebrapa lilin sudah dinyalakan dan siap untuk di tiup.

“Ayoookkk make a wish!!“ucap Sejin dan Seungyoun pun merapalkan doanya.

“Doa apa untuk tahun ini?“tanya Sejin penasaran setelah Seungyoun meniup lilinya.

“Aku berdoa biar selalu sama kamu, aku janji sama Tuhan bakalan ada selalu disamping kamu dan ga akan pernah ninggalin kamu”ucap Seungyoun antusias.

“Janji? Kita bakalan sama-sama terus?“tanya Sejin dan Seungyoun mengangguk.

“Iya janji, aku ga akan pernah ninggalin kamu dan kalo suatu saat kamu capek sama aku terus memilih pergi, aku bakalan tungguin kamu!“ucap Seungyoun meyakinkan.

“Nunggu? Sampai kapan?“tanya Sejin yang membuat Seungyoun berfikir.

“Selamanya! Aku bakalan nungguin kamu selamanya”ucap Seungyoun sebelum menyapukan bibirnya dengan bibir kemerahan milik Sejin.

___

fin.

Kapila

Backstreet.

“Jangan ada yang pacaranlah diantara kita, kalo putus, nanti ga enak ngumpulnya!!”

“Hahaha gue sih ga bisa bayangin pacaran sama salah satu dari kalian”

Dua kalimat diatas sering kali di dengar dalam sebuah circle pertemanan. Sudah tau sifat dan karakteristik satu sama lain merupakan salah satu alasan mengapa orang-orang enggan berkomitmen dengan teman satu tongkrongannya. Alasan lain tidak lain dan tidak bukan adalah takut mendapat ledekan dari teman lainnya. Tetapi, jika sudah sayang harus bilang apa?


“Berdua mulu kayak roda vespa!“Jinhyuk menyeletuk saat melihat Seungwoo dan Byungchan datang bersamaan.

“Lah kita kan tetangga? Kalo ngomong dipikir dulu ya bapak Jinhyuk yang terhormat”ucap Byungchan sambil tersenyum.

“Berawal dari tetangga, akhirnya membangun rumah tangga bersama”kali ini Seungyoun yang berucap. Byungchan menatap Seungyoun sinis yang di balas cengiran dari teman satu tongkrongannya itu.

“Udah pada pesen nih?“tanya Seungwoo dan di balas anggukan teman-temannya.

“Udah tadi sekalian dipesenin sama Wooseok”ucap Jinhyuk santai.

“Hafal banget nih kayanya kesukaan satu sama lain?“Sejin yang baru saja tiba, sukses mendapat sebuah hadiah cubitan dari lelaki yang berjalan di sebelahnya setelah mengatakan hal tersebut.

“Gue juga hafal kok semua pesenan kalian, tapi kalo gue sekalian pesenin nanti ga enak! Lagipula siapa tau kalian mau pesen yang lain kan?“ucap Wooseok berdalih yang membuat Seungyoun menahan senyumnya.

Seungwoo, Seungyoun, Jinhyuk, Wooseok, Byungchan serta Sejin merupakan enam pria dewasa yang sudah berteman cukup lama. Berawal darimana pertemanan mereka, itu masih menjadi misteri karena beberapa orang yang menanyakan hal yang sama juga hanya mendapat jawaban seadanya dari mereka berenam.

“Ya namanya takdir gue temenan sama mereka, mau gimana lagi?”

“Mungkin Tuhan ingin nunjukin apa itu namanya keindahan ke Byungchan, Sejin, Seungyoun, Seungwoo sama Jinhyuk makanya mereka bisa temenan sama gue”

“Gue cuma pemain cadangan yang ga sengaja di bawa Seungwoo waktu itu sih”

Beberapa jawaban yang sama sekali tidak menjawab alasan pertemenan mereka berenam, Tetapi, hal itulah yang membuat mereka masih bertahan hingga saat ini.

“Karena kita gatau alasan kita bisa nyatu begini, jadi ga ada alesan kan buat kita misah atau mencar?”

Sebuah jawaban yang terlontar dari mulut tetua di tongkrongan tersebut yang sukses membuat Seungyoun menggesekan kartu kreditnya malam itu karena rasa haru yang ia rasakan atas ucapan Seungwoo.

“Nah kebiasaan kan, kenapa dipilihin gitu sih makannya?“Wooseok mengerucutkan bibirnya saat Jinhyuk tidak sengaja menangkap basah saat dirinya sedang memisahkan sayuran ke atas piring milik Seungwoo.

“Udah hyuk, biarin aja. Kalo ga doyan, jangan dipaksa”Wooseok tersenyum mendengar ucapan Seungwoo tersebut dan menerusukan kegiatan sebelumnya yang hanya mendapat decakan kecil dari bibir Jinhyuk.

“Nah kan kebiasaan! Makanya kalo makan jangan komentar mulu, keselek kan”ucap Sejin saat Jinhyuk terbatuk karena tersedak makanannya sendiri. Sejin pun mengeluarkan botol air yang selalu ia bawa kemanapun dan memberikannya kepada Jinhyuk.

“Di doain tuh sama Wooseok makanya keselek”ucap Seungyoun tertawa yang juga disusul tawa Byungchan dan Wooseok setelahnya.


“Kemana lagi nih?“tanya Jinhyuk setelah mereka berenam menyelesaikan makan malam mereka.

“Tempat gue deh yuk! Habis gajian pasti dimana-mana rame, jadi mending ke tempat gue deh”ucap Seungwoo sembari menggunakan jaket kulit hitamnya.

“Yuk deh kalo gue mah!“ucap Seungyoun santai.

“Mau martabak....“ucap Byungchan yang membuat kelima temannya menoleh.

“Yaudah gue sama Wooseok yang beli deh, lo berdua kan naik mobil pasti susah parkirnya”ucap Jinhyuk menawarkan diri yang di tatap Wooseok dengan tatapan sinis.

“Berarti gue sama Sejin beli minum ya? Kasian stock Seungwoo diabisin mulu, beliin kaga pernah”ucap Seungyoun yang di tanggapi Seungwoo dengan senyum lebarnya.

“Seok, nih pake”Seungwoo kembali membuka jaket kulit hitamnya dan melemparkan kearah Wooseok.

“Anget ya Seok? Berasa di peluk Seungwoo dari belakang, terus meluk Jinhyuk di depan”ucap Seungyoun yang setelahnya mendapat pukulan ringan dari Sejin.

“Youn, beli minumnya jangan banyak-banyak! Kasian apartment Seungwoo berantakan mulu gara-gara kalian”ucap Byungchan mengingatkan.

“Kasian sama Seungwoo apa kasian sama gue yang kalo hangover pasti muntah sampai demam?“ucap Seungyoun menggoda. Byungchan memilih berbalik dan mengabaikan godaan Seungyoun.

“Jangan pada ngebut lo semua!!“ucap Seungwoo sebelum melajukan mobilnya keluar pelataran parkir meninggalkan keempat teman lainnya.


From: XXX Masih lama antri martabaknya? Kangen nih akunya ga liat kamu

Seorang lelaki tersenyum saat membaca pesan singkat di ponselnya. Sebuah pesan singkat pengganti ucapan yang tidak bisa diutarakan secara langsung. Lelaki tersebut membalas pesan singkat tersebut dengan sebuah senyuman yang masih menghiasi wajahnya.

To: XXX Loh kok tumben manja? Baru ga ketemu sebentar hahaha Ini udah tinggal bayar kok, mau nitip yang lain?

From: XXX Nitip kamu baik-baik aja sampe sini Love u

Lelaki tersebut menggeleng membaca pesan singkat balasan yang muncul di notifikasinya sebelum memilih memukan ponselnya ke saku jaket yang ia kenakan.


From: YYY Mau nitip yang lain ga?

To: YYY Yang kayak biasa ajaaa Sama yang tadi ituuuu

From: YYY Iya sayang siappp Engga akan lupa kok, beneran :)

To: YYY Nah gitu dong nurut, kan aku jadi makin sayang

“Udah semua nih?“tanya Seungyoun dan Sejin mengangguk.

“Air putihnya harus sebanyak itu?“tanya Seungyoun bingung saat melihat Sejin mengambil setidaknya 5 botol air mineral ukuran 2 Liter.

“In case air putih di apartment Seungwoo habis, lebih baik mencegah dibaik mengobati”ucap Sejin santai.

“Ah iya sih! Siapa tau si Kunyuk keselek lagi dan butuh air putih banyak”ucap Seungyoun tertawa sambil mendorong trolley belanja di hadapannya.


Byungchan membuka kulkas besar milik Seungwoo dan detik berikutnya dibuat takjub dengan isi kulkas Seungwoo yang bisa dikatakan sempurna. Isinya mencakup segala jenis bahan makanan serta camilan berbagai jenis. Byungchan melirik kearah Seungwoo dengan tatapan bertanya.

“Dibanding kalian kalo dateng ngomel mulu gara-gara kulkas gue kosong, kan?“ucap Seungwoo santai.

“Lo... punya pacar ya?“ucap Byungchan penuh selidik.

“Iya, punya. Lo kan pacar gue?“ucap Seungwoo tersenyum menggoda yang mendapat decakan sebal dari Byungchan.

“Minta susu pisangnya satu ya!“ucap Byungchan.

“Jangan yang pisang, apa aja asal jangan susu pisang”ucap Seungwoo menatap Byungchan tajam dan Byungchan pun mengangguk sebelum mengubah minuman yang ia ambil dari dalam kulkas milik Seungwoo.

“Gue balik ke unit gue dulu ya! Mau ganti baju”ucap Byungchan setengah berteriak.

“Biasanya juga mandi disini, segala pulang”ucap Seungwoo.

“Berisik ga denger!!“ucap Byungchan lagi sebelum menutup pintu apartment milik Seungwoo.


“Woo, makasih jaketnya...“ucap Wooseok mengembalikan jaket kulit milik Seungwoo sesaat setelah dirinya dan Jinhyuk tiba di apartment milik Seungwoo.

“Tolong gantung di tempat biasa dong, Seok”ucap Seungwoo dan Wooseok menuruti perintah Seungwoo untuk meletakan jaketnya di tempat biasa Seungwoo menggantung baju.

“Seungyoun mana?“tanya Jinhyuk saat melihat Sejin membawa masuk dua kantong belanja sendirian.

“Masih dibawah, katanya mau periksa motonya gatau kenapa”ucap Sejin sedikit terengah.

“Kam—u... Lo bawa barang segini banyak sendirian?“tanya Jinhyuk lagi. Sejin menatap Jinhyuk sebelum akhirnya Jinhyuk menghampiri Sejin dan membawa kantong belanja yang tergeletak di atas lantai.

Setidaknya selang lima belas menit, Byungchan dan Seungyoun juga masuk ke dalam apartment Seungwoo. Jinhyuk menatap Seungyoun sinis, sedangkan yang menerima tatap melenggang tanpa dosa.

“Chan... Kok leher lo merah?“tanya Wooseok saat melihat leher belakang Byungchan kemerahan.

“Kayak habis kena tampar orang gitu”tambah Sejin.

“Iya tadi tuh gatel, makanya gue balik mandi dulu”ucap Byunghan sambil menggaruk leher bagian belakangnya.

“Oh kirain habis....“ucapan Jinhyuk terpotong saat mendapat tatapan sinis Byungchan.

Tanpa ada komando, keenam orang dewasa tersebut sudah duduk melingkar di ruang tamu milik Seungwoo. Camilan termaksud martabak sudah berada di tengah-tengah mereka. Berbagai macam minuman, soda maupun alkohol juga sudah tersedia.

“Bentar... Ga seru nih cuma gini-gini doang, yuklah main truh or dare“ucap Seungyoun yang mendapat tatapan aneh dari teman-temannya.

“Engga seru, males!“ucap Byungchan acuh tak acuh, membuat Sejin dan Wooseok menahan tawanya.

“Yuklah dibanding bosen gini-gini doang”ucap Seungwoo mengiyakan. Seungyoun pun mengambil sebuah botol untuk di putar ditengah-tengah mereka dan botol berhenti tepat mengarah ke Jinhyuk.

“Truth”ucap Jinhyuk santai dan Seungyoun pun tersenyum menang.

“Di antara kita berlima, ada engga orang yang lo suka?“tanya Seungyoun dan dengan santai Jinhyuk mengangguk.

“Inisial?“tanya Seungyoun lagi.

Don't cross the line satu pertanyaan aja jangan lebih”ucap Sejin yang mengambil alih putaran botol yang akhirnya berhenti tepat mengarah ke Byungchan yang langsung memilih Dare.

“Teriak nama orang yang lo suka di balkon sekarang”Byungchan menoleh ke arah Jinhyuk yang justru menatapnya dengan tatapan super santai.

Byungchan pun menarik nafas panjang sebelum berjalan ke arah balkon apartment milik Seungwoo. Sebelum berteriak, Byungchan menoleh kearah teman-temannya yang menatapnya sembari menunggu.

“Cho Seungyoun!!! Aku sayang kamuuuu”

Seungyoun tersenyum saat melihat Byungchan berjalan kembali ke ruang tamu, sedangkan keempat teman lainnya diam mencuri pandang satu sama lain.

“Gue kira selama ini Byungchan diem-diem jadian sama Seungwoo, ternyata sama Seungyoun? Kok gue ga pernah sadar ya...“ucap Sejin menatap Byungchan dan Seungyoun bergantian.

“Udah mulai lagi nih, jangan jeda kelamaan”ucap Seungwoo mencairkan suasana, walaupun sebenarnya diirnya juga terkejut. Botol yang Seungwoo putar berhenti di hadapan Wooseok.

“Truth”ucap Wooseok pelan dan Byungchan tersenyum sebelum memberikan pertanyaan untuk Wooseok.

“Kalo tiba-tiba Jinhyuk sama Seungwoo jemput lo barengan, lo bakal pergi sama siapa?“tanya Byungchan tersenyum.

“Loh kok Seungyoun ga masuk dalam pilihan?“tanya Sejin.

“Engga! Punya gue”ucap Byungchan yang membuat Seungyoun tersenyum dan mengusak kepala lelaki yang duduk disebelahnya itu.

“Buruan!!!“ucap Byungchan tidak sabaran.

“Jinhyuk, soalnya kan yang searah sama gue itu Jinhyuk”ucap Wooseok menjawab pelan.

“Kan dua-duanya udah di depan rumah lo nih, terus mau kesatu tempat yang sama berarti kan searah juga. Bakalan milih siapa?“kali ini Seungyoun meluruskan pertanyaan yang dimaksud Byungchan.

“Jinhyuk... Soalnya kan gue biasa bareng sama dia, kalo Seungwoo kan biasa bareng Byungchan”ucap Wooseok lagi.

“Ihhh!! Misal gue di jemput Seungyoun, nah udah tuh lo cuma berhadapan sama Jinhyuk dan Seungwoo. Milih siapa?“tanya Byungchan lagi. Wooseok lama terdiam.

Don't cross the line kan kata Sejin tadi? Lo berdua nanya, total pertanyaannya udah tiga tau ga?“ucap Seungwoo yang kembali memutar botol dihadapan mereka yang berhenti di hadapannya sendiri.

“Jinhyuk milih truth, Byungchan milih dare terus Wooseok milih truth lagi... Yaudah gue milih dare“ucap Seungwoo menoleh kearah Wooseok.

“Seok, buruan! Jangan kebanyakan mikir”ucap Jinhyuk, tetapi Wooseok masih saja diam dan tidak memberikan tantangan apapun untuk Seungwoo.

“Yaudah deh gue aja biar cepet”ucap Seungyoun mengambil alih.

“Telfon orang yang lagi lo suka dan bilang lo sayang sama dia”ucap Seungyoun santai yang membuat teman-temannya tersenyum.

Seungwoo pun mengambil ponselnya dan mendial nomer yang sudah ia hafal diluar kepala. Seluruh orang menunggu dengan harap-harap cemas hingga sebuah ponsel berbunyi.

Wooya <3 is calling

Seluruh orang diruangan tersebut menatap sebuah ponsel yang terletak di sebelah Wooseok dan Wooseok menatap ponselnya lama sebelum menerima panggilan tersebut.

“Seok, aku sayang kamu! Kalo diantara aku sama Jinhyuk jemput kamu barengan, tolong pilih aku ya?“ucap Seungwoo tersenyum yang membuat wajah Wooseok memerah.

Byungchan menatap Seungwoo, teman sekaligus tetangganya itu sebelum tertawa terbahak. Sedangkan Seungwoo masih menatap Wooseok yang menunduk memegang ponsel pintarnya sebelum menarik tangan Wooseok dan menggenggamnya.

“Pantesan tadi dipinjemin jaket terus pas suruh taroh tempat biasa eh ada yang udah hafal gitu temopat biasanya dimana”ucap Jinhyuk tersenyum.

“Gue tadi mau ambil susu pisang juga gaboleh sama Seungwoo! Sekarang baru tau gue alesannya”ucap Byungchan.

“Ih kamu! Kan aku udah bilang, yang di kulkas boleh buat siapa aja”ucap Wooseok mencubit pelan perut Seungwoo, membuat Seungwoo tersenyum.

“Yuklah lanjut! Sisa Sejin sama Seungyoun nih, tinggal pilih deh Truth or Dare trus yang mau duluan siapa”ucap Byungchan menatap Seungyoun dan Sejin bergantian.

“Gue... truth“ucap Sejin, membuat teman-temannya berfikir.

“Tempat minum + air mineral di tas lo, itu bukan buat lo kan?“pertanyaan Seungwoo membuat semua orang menoleh kearah Seungwoo.

“Soalnya gue ga pernah liat lo minum air dari botol itu, malahan keseringan liat si kunyuk minum tuh air dari botol”ucap Seungwoo menambahkan dan Sejin mengangguk setelahnya.

“Kalian kan tau, Jinhyuk suka keselek terus kadang harus minum obat jadi gue harus selalu bawa botol isi air putih”ucap Sejin santai.

Harus selaly bawa wah ada apaan nih? Jangan bilang....?“ucap Byungchan menatap Jinhyuk dan Sejin bergantian. Jinhyuk tertawa dan membawa Sejin dalam pelukannya. Merengkuh sang kekasih masuk ke dalam pelukannya.

“Pantesan lo beli air mineral banyak banget, buat stock?“tanya Seungyoun dan Sejin hanya tersenyum.

“Kalian gatau kan? Pas Wooseok milih gue mulu tadi tuh, gue ngeri Sejin tiba-tiba marah makanya gue sesekali ngeliatin dia”ucap Jinhyuk yang masih memeluk kekasihnya.

“Aku marah? Heh! Mana pernah”ucap Sejin yang berusaha melepaskan pelukan kekasihnya.

“Nih kan marah!! Tenang sayang, tuh tadi Seungwoo udah bilang kan kalo Wooseok suruh milih dia?“ucap Jinhyuk.

“Sejin... Maaf! Sumpah tadi tuh sebenernya biar ga pada curiga aja, eh malahan gini taulah males”ucap Wooseok dengan wajah memerah yang membuat Seungwoo mentertawakan kekasihnya karena gemas.

“Bentar deh! Kamu belum kena hukuman kan?“tanya Byungchan menatap Seungyoun disebelahnya.

Dare ya? Habisin nih tiga botol”ucap Jinhyuk santai yang membuat Byungchan menatap Jinhyuk sinis.

“Yaelah galak amat pawangnya! Gini nih malesnya stau tongkrongan punya pacar, pawangnya galak”ucap Jinhyuk.

“Hyuk, nih ngaca”ucap Seungwoo menyerahkan ponselnya dengan kamera depan terbuka, membuat semua teman-temannya tertawa.

Tiba-tiba suasana di apartment Seungwoo menjadi hening. Seungwoo sibuk dengan Wooseok yang masih merasa malu di depan teman-temannya. Jinhyuk yang masih membujuk Sejin karena pilihan Wooseok yang tidak terduga tadi dan Seungyoun serta Byungchan yang asik menjahili satu sama lain.

“Udah malem ah, gue balik!“ucap Byungchan berdiri dari tempatnya, membuat semua orang menatapnya heran.

“Lah biasanya lo bantuin Seungwoo beres-beres Chan?“ucap Jinhyuk bertanya.

“Ya itu kan dulu, sebelum penyamaran kita semua terbongkar dan sebagai tetangga yang baik. Tapi karena sekarang udah ada Wooseok, jadi gue serahin ke Wooseok aja ya?“ucap Byungchan tersenyum.

“Kamu mau ikut ga ketempat aku?“tanya Byungchan kepada Seungyoun dan Seungyoun sudah berdiri di detik berikutnya.

“Ikut lah ngelanjutin yang tad—–“Byungchan menutup mulut Seungyoun dengan tangannya, membuat Seungyoun tidak dapat menyelesaikan ucapannya.

“Anjir!!! Jadi lo tega nyuruh laki gue bawa barang banyak kayak tadi cuma buat berbuat hal tidak senonoh?“tanya Jinhyuk emosi yang dibalas cengiran khas Seungyoun.

“Emang kadang dia ga ada otak, jadi begini. Maaf deh ya, Hyuk, Jin?“ucap Byungchan sebelum menarik Seungyoun keluar dari apartment Seungwoo.

“Kalian mau bantuin gue beres-beres nih?“tanya Seungwoo dan dengan cepat Jinhyuk menggeleng.

“Tega lo! Laki gue habis angkat barang berat nih tadi, kasian tangannya”ucap Jinhyuk membela Sejin.

“Yaudah, kalo gamau bantuin mending balik aja?“ucap Seungwoo dengan nada setengah mengusir membuat Wooseok menatap Seungwoo.

“Ga apa-apa, Seok! Ini gue mau balik juga kok, thank you buat tempatnya ya , Woo!!“ucap Sejin.

“Yang, yah kok pulang? Kok aku ditinggal?“ucap Jinhyuk yang dengan segera mengejar Sejin yang sudah melangkah keluar.

“See? Engga apa-apa kan?“ucap Seungwoo membawa masuk Wooseok kedalam pelukannya.

“Tapi kan takutnya aku berasalan? Kalo suatu saat diantara kita putus, engga bisa dong kumpul kayak tadi?“ucap Wooseok pelan.

“Doain aja yang terbaik buat kita semua! Semoga kita berdua bisa sama-sama terus, mereka juga! Kita berenam bisa terus seneng-seneng bareng”ucap Seungwoo mengecup kening Wooseok.

“Woo... Tapi aku penasaran, mereka jadiannya gimana ya? Aku kira Seungyoun bakalan jadian sama Sejin? Soalnya mereka kan kemana-mana berdua?“tanya Wooseok.

“Kamu juga kemana-mana berdua sama Jinhyuk, tapi jadian sama aku kan?“tanya Seungwoo tersenyum.

“Hahaha aku ga mungkin suka Jinhyuk! Dia suka pipis sembarangan di pinggir jalan”ucap Wooseok tertawa.

“Kalo aku sih udah agak lama tau kalo Seungyoun ada apa-apa sama Byungchan. Soalnya aku pernah ga sengaja liat Seungyoun masuk ke apartment Byungchan! Terus ya gitu, aku gausah cerita detailnya kali ya?“ucap Seungwoo tertawa yang juga dibalas tawa oleh Wooseok.


Jadi, adakah diantara kalian yang penasaran dengan kisah mereka dengan pasangan masing-masing ketika menjalin hubungan dibelakang teman-temannya?

Kapila

Karena.


Tiga Hari Lalu

Jinhyuk baru saja akan menghubungi Wooseok saat ponselnya lebih dahulu berdering. Sebuah senyum simpul yang sebelumnya Jinhyuk tampilkan di wajahnya mendadak hilang saat dirinya melihat Display Name yang terpampang jelas pada layar ponselnya.

“Sibuk boss? Lama nih ga ngumpul sama yang lain”

Jinhyuk hanya dapat tertawa mendengar cuitan seseorang di sebrang telfon. Dirinya tidak lantas menjawab cuitan lawan bicaranya, Jinhyuk tetap mendengarkan dengan seksama apa yang temannya itu katakan.

“Ayoklah ngumpul! Gila nih mentang-mentang udah nikah, kerjaannya kawin mulu!! Istirahat sesekali boss jangan di forsir”

Lagi, Jinhyuk hanya tertawa. Cuitan teman yang telah ia kenal lama itu tidak menyinggung hatinya sama sekali, justru Jinhyuk sedikit terhibur karena cuitan temannya tersebut.

“Gue nikah bukan karena mau kawin, terus nikah juga ga selamanya masalah kawin kalo lo mau tau”

Jinhyuk menyisipkan sedikit tawa di ujung kalimatnya, membuat orang di sebrang telfon juga ikut tertawa. Sedikit tersentil karena ucapan Jinhyuk, tetapi diabaikan sang penelfon.

“Yuk lah boss, sesekali pasti boleh kan? Izin sama suami lo

“Susah bro! Gue kan udah kawin, engga kayak dulu bisa bebas hahaha”

“Suami gue bukan tipikal orang yang suka ngekang, kalo gue minta izin juga pasti diizinin kok. Tapi emang gue yang ga mau aja, gimana?”

Ada jeda saat Jinhyuk berbicara membuat orang di sebrang telfon Jinhyuk tertawa setelahnya. Sekeras apapun ia mencoba, Lee Jinhyuk tetap pada pendirian pertamanya. Bagi Jinhyuk, menikah bukan hanya mengucapkan janji, tetapi bagi dia menikah itu adalah sebuah tanggung jawab besar dan Wooseok adalah tanggung jawab besar Jinhyuk saat ini.

“Yaudah deh boss, kalo bisa cabut kabarin ya!”

“Gue engga pernah janji ya? Gue sekarang lebih suka dirumah dibanding keluyuran”

Jinhyuk mematikan panggilan tersebut tepat saat sekretarisnya memasuki ruangannya dengan sebuah kotak makanan di tangan. Jinhyuk mengernyitkan keningnya bingung, ia hafal diluar kepala kotak makanan tersebut.

“Loh? Kok kamu yang antar? Emang bukan Wooseok yang nganterin?”

“Engga ngerti saya boss, tadi suami boss langsung pulang habis nganterin kotak makanannya. Katanya boss lagi sibuk?”

Jinhyuk semakin bingung mendengar penjelasan yuvin karena jelas-jelas dirinya sedang tidak sibuk dan hanya menerima panggilan dari sahabat lamanya tadi. Jinhyuk pun mempersilahkan Yuvin untuk kembali ke meja setelah mengantarkan kotak makanannya.

“Boss, tapi kayanya suami boss denger pas boss bilang ga bisa bebas setelah nikah deh boss...”

Jinhyuk terdiam mendengar ucapan Yuvin, tetapi fikiran buruknya di tepis begitu saja. Jinhyuk berencana menjelaskan semuanya saat ia pulang ke rumah nanti malam.


Jinhyuk merebahkan dirinya di atas sofa. Apartment miliknya kosong dan gelap karena beberapa jam yang lalu, Wooseok berpamitan untuk pulang ke rumah orang tuanya. Awalnya jinhyuk menganggap itu hanya alasan Wooseok, tetapi Jinhyuk kembali menepiskan anggapan buruknya itu karena bagaimanapun ia tetap harus percaya terhadap Wooseok, suaminya,

Seminggu Kemudian

Jam masih menunjukan pukul tujuh pagi, tetapi Jinhyuk sudah berada di mobil pribadinya. Telfon dari ibunda Wooseok dua hari yang lalu, membuat Jinhyuk semakin yakin jika ada yang tidak beres dengan Wooseok saat ini dan Jinhyuk berupaya meluruskan kembali semuanya.

Jinhyuk memperkirakan dirinya akan tiba saat jam makan siang. Saat dimana Wooseok akan makan siang bersama kedua orang tuanya dan memperkecil kesempatan Wooseok untuk menghindari Jinhyuk pada saat itu.

Satu jam setelah perjalanan, Jinhyuk memilih menepikan mobilnya di depan sebuah toko bunga. Jinhyuk berfikir, setelah menikah ia belum pernah sama sekali memberikan kejutan yang membuat Wooseok bahagia dan bagi Jinhyuk mungkin ini saat yang tepat.

Jinhyuk juga tidak lupa membeli buah tangan untuk kedua orang tua Wooseok serta camilan kesukaan Wooseok, coklat. Tanpa disadari, Jinhyuk tersenyum sepanjang perjalanan, membayangkan suaminya terkejut melihat kedatangannya.

Setidaknya lima belas menit yang lalu, Jinhyuk sudah mengabarkan bahwa dirinya akan segera tiba dan Jinhyuk dapat dengan jelas melihat ibunda Wooseok berdiri di halaman rumah berwarna dominasi putih tersebut sembari tersenyum.

“Apa kabar, bu?”

Jinhyuk mencium tangan ibunda Wooseok yang masih tersenyum menatapnya. Bahkan Jinhyuk mendapat sebuah pelukan hangat setelahnya.

“Kalian bertengkar, hm? Kenapa? Wooseok kekanak-kanakan ya?”

Jinhyuk menggeleng menjawab pertanyaan ibunda Wooseok tersebut. Bagi Jinhyuk, Wooseok tidak manja ataupun kekanak-kanakan. Bagi Jinhyuk, semua yang dilakukan Wooseok itu normal dan Jinhyuk menyukainya.

“Ibu, ayok ma—-kan...”

Jinhyuk menoleh saat mendengar suara Wooseok memanggil ibundanya yang baru saja memasuki rumah bersama Jinhyuk. Langkah Wooseok terhenti ketika melihat Jinhyuk berdiri disebelah ibunya, bahkan Wooseok hampir saja meninggalkan Jinhyuk jika tidak ditahan oleh sang ibunda.

“Wooseok, suami kamu baru dateng loh! Ayok sini, biar ibu yang siapin makan siangnya”

“Tapi...”

“Engga ada tapi-tapian, ajak masmu ganti baju di kamar terus langsung ke ruang makan ya?”

Jinhyuk tersenyum dan mengangguk sedangkan Wooseok yang masih menjaga jarak dengan Jinhyuk itu masih menunduk. Jinhyuk tau jika ada yang salah dengan sikap Wooseok hari itu.

“Ini buat kamu...”

Jinhyuk mengambil langkah maju dan mendekat, memberikan buket bunga besar yang bahkan melebihi tubuh Wooseok. Wooseok mengerjapkan matanya terkejut sebelum mengucapkan kata terimakasih yang teramat pelan.

“Aku mau jelasin sesuatu sama kamu, tapi nanti habis makan siang aja. Kamu mau dengerin penjelasan aku kan?”

Jinhyuk mengusap puncak kepala Wooseok sambil tersenyum yang membuat wajah Wooseok memerah. Wooseok mengangguk pelan sebelum mengajak Jinhyuk ke kamarnya untuk berganti pakaian.


//Karena; kata penghubung untuk menandai sebab atau alasan.

Atau.


Tiga Hari Lalu

“Susah bro! Gue kan udah kawin, engga kayak dulu bisa bebas hahaha”

Suara Jinhyuk siang itu dari dalam ruangannya, sukses membuat Wooseok terdiam. Diam terlalu lama hingga sekretaris Jinhyuk menyadarkannya.

Wooseok merubah semua rencana awalnya. Rencana awal dimana ia akan menikmati makan siang bersama suaminya, ia batalkan. Wooseok memilih menitipkan makan siang Jinhyuk kepada Yuvin, sekretaris Jinhyuk.

Wooseok dengan langkah terburu keluar dari gedung bertingkat tersebut. Tidak ada satu orang pun yang mengejar, tetapi langkahnya tetap terburu seakan ia ingin membawa dirinya segera pergi dari gedung terbut.

“Ah apa iya? Selama ini Jinhyuk merasa terkekang? Selama menikah, Jinhyuk tidak bebas seperti dulu?”

Berbagai fikiran negatif muncul dalam benak Wooseok hingga suara ponsel membuyarkan lamunannya. Sebuah pesan masuk dari suaminya, dengan kalimat sayang di akhir pesan yang membuat Wooseok tersenyum kecil.

Wooseok sadar pernikahan mereka berdua hanya karena sebuah perjodohan, tetapi Wooseok tidak tau jika Jinhyuk merasa terkekang dan tidak bebas setelah menikah dengannya.

“Apakah aku menghambat dirinya? Menghambat kehidupannya? Atau bahkan menghambat cita-cita yang belum ia raih?”

Lagi, Wooseok berfikiran negatif. Bahkan Wooseok mengabaikan panggilan masuk dari Jinhyuk, Wooseok tidak ingin emosinya menghancurkan segalanya.

“Cepet nikah! Temen lo tuh yang tahun lalu nikah, udah lagi hamil. Lo gamau punya keluarga kecil?”

“Nanti lah, entar gue engga bebas kalo habis nikah. Harus ngabarin dulu kalo mau kesini, izin segala macem ah ribet!”

Wooseok terdiam, mendengarkan dan memperhatikan kedua orang wanita yang duduk tidak jauh dari tempatnya duduk saat ini. Seakan fikiran negatifnya dibenarkan oleh salah satu wanita tersebut.

“Engga selamanya begitu! Banyak pasangan yang emang dukungan kok dan ga pernah ngelarang kita mau ini ataupun itu”

Wooseok menarik nafas panjang mendengar perkataan wanita lainnya dan berfikir bahwa selama ini dirinya tidak pernah melarang Jinhyuk. Wooseok tetap memberikan kebebasan kepada Jinhyuk setelah menikah.

Wooseok memilih pergi dari taman tersebut, membiarkan pikiran negatif memenuhi otaknya bahkan hingga ia sampai kerumah.

“Jinhyuk ini anak tante, karena sibuk jadi ga pernah ada waktu buat pacaran! Sampe tante gemes sendiri!”

Sebuah pembicaraan tujuh bulan lalu kembali melintas di fikiran Wooseok, kala orang tuanya memperkenalkannya dengan Jinhyuk.

“Kalo kamu nikah sama aku, mau tinggal sama aku? Jauh dari orangtua kamu?”

Wooseok juga ingat, saat Jinhyuk menanyakan hal tersebut tiga bulan setelah mereka berkenalan dan saat itu Wooseok menyetujuinya, tinggal bersama Jinhyuk orang yang bahkan baru ia kenal tiga bulan itu.

Wooseok tau, pengetahuan dirinya tentang diri Jinhyuk teramat minim. Lima bulan setelah berkenalan mereka memutuskan menikah. Mereka mencoba mengenal lebih dalam diri masing-masing seiring berjalannya waktu.

“Kalo ada yang kamu mau, bilang ya sama mas? Kalo ada yang kamu gasuka atau apapun itu, jangan dipendam sendiri! Bilang sama mas ya? Mas sekarang udab jadi suami kamu”

Malam setelah pemberkatan, Jinhyuk mengatakan hal tersebut. Sebuah ucapan yang membuat Wooseok bahkan berani meminta sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan biologisnya.

“Susah bro! Gue kan udah kawin, engga kayak dulu bisa bebas hahaha”

Tetapi ucapan Jinhyul tadi pagi seakan menghancurkan semuanya. Wooseok merasa Jinhyuk lah yang menyembunyikan sesuatu darinya. Tidak mengatakan hal yang ia rasa langsung kepada Wooseok hingga Jinhyuk merasa dirinya tidak bebas setelah menikah.

Wooseok menarik nafasnya panjang beberapa kali sebelum memgambil keputusan bulat untuk sementara kembali kepada orangtuanya. Wooseok belum sanggup bertemu Jinhyuk malam nanti, bahkan hanya untuk menanyakan ucapan Jinhyuk saja Wooseok belum berani. Wooseok membutuhkan waktu, mungkin satu minggu.


://atau [p] kata penghubung untuk menandai pilihan di antara beberapa hal (pilihan) Majalah, buletin, — surat kabar Jinhyuk&Wooseok — Jinhyuk/Wooseok

Dan.


Langkah Wooseok terhenti, tubuhnya menegang seiring dengan buku-buku jarinya yang memutih dingin. Senyum yang semula terhias di wajahnya sirna bersamaan dengan nafasnya yang terhenti selama beberapa detik. Beruntungnya tangan Wooseok masih cukup kuat menggenggam sebuah kotak makan berwarna biru langit itu.

“Silahkan masuk, pak...”

Wooseok tersenyum terlampau kaku, hingga membuat seseorang yang semula menyapanya itu menatapnya bingung. Wooseok menarik nafasnya panjang sebelum kembali tersenyum, kali ini sebuah senyuman yang terlihat lebih ikhlas dari senyum sebelumnya.

“Ah tidak perlu. Saya hanya ingin mengantar makanan untuk Mas Jinhyuk, tapi kayanya Mas Jinhyuk lagi sibuk. Saya titip kotak makannya disini boleh? Tolong kasih ke Mas Jinhyuk ya? Terimakasih”

Wooseok melangkah pergi bahkan tanpa menunggu jawaban dari lelaki muda yang menjabat sebagai sekretaris suaminya itu. Yuvin, menatap Wooseok bingung. Ia jelas lebih tau, jika saat ini Jinhyuk tidak sibuk dan dapat di temui kapanpun itu.

Sesuai dengan instruksi Wooseok sebelumnya, Yuvin mengantarkan kotak makan untuk Jinhyuk yang justru membuat Jinhyuk bingung ketika Yuvin masuk ke ruangannya dengan sebuah kotak makan yang sangat ia hafal di luar kepala.

“Loh? Kok kamu yang antar? Emang bukan Wooseok yang nganterin?”

Yuvin menggeleng dan menjelaskan semuanya yang justru membuat Jinhyuk semakin bingung. Selama ini, Wooseok memang sesekali akan datang ke kantornya untuk makan siang bersama dengan masakan yang dibuat khusus oleh Wooseok.

To: My Wooseok Sayang, sudah sampai rumah? Terimakasih untuk makan siangnya! Aku sedang tidak sibuk, kenapa kamu tidak masuk ke ruanganku saja tadi? Mas sayang kamu :)

Lebih dari sepuluh menit, Jinhyuk tidak menerima pesan balasan dari Wooseok dan itu semakin membuat Jinhyuk bingung. Bahkan Jinhyuk beberapa kali menghubungi Wooseok tetapi nihil, Wooseok tidak menerima panggilan darinya.

From: My Wooseok Mas, maaf tadi aku lagi packing Aku mau kerumah ibu sekitar seminggu Tadi ibu telfon, katanya bapak sakit Maaf engga nunggu kamu pulang, soalnya takut kemaleman Makan malam ada di meja makan nanti tinggal di panasin aja

Jinhyuk dapat sedikit bernafas lega saat menerima pesan Wooseok. Fikiran negatif yang sempat berkecamuk di fikirannya pun hilang sudah.

Tiga Hari Kemudian

Jinhyuk baru saja keluar dari kamar mandi saat ponselnya berdering malam itu. Nama yang terpampang di ponselnya, membuat Jinhyuk segera menerima panggilan telfon tersebut.

“Malam bu, apa kabar? Ibu sama Bapak sehat kan?”

Sopan, Jinhyuk berbicara dengan ibunda Wooseok di sebrang telfon. Bahkan Jinhyuk menanyakan kabar orang tua suaminya tersebut terlebih lagi Jinhyuk tau jika keadaan orang tua Wooseok tidak sehat beberapa hari yang lalu.

“Siapa yang bilang, nak? Bapak dan Ibu sehat kok, justru ibu mau nanya kamu apa kabar? Kata Wooseok, kamu keluar kota seminggu? Jangan lupa makan ya nak”

Jinhyuk membeku di tempatnya. Keluar kota? Jelas, Wooseok berbohong kepada kedua orang tuanya, bahkan kepada Jinhyuk. Tapi Jinhyuk tidak tau alasan dibalik kebohongan Wooseok tersebut dan Jinhyuk cukup tau diri untuk tidak menanyakan hal lain lebih dalam kepada ibunda Wooseok.

“Iya bu, seminggu ini saya keluar kota makanya saya minta Wooseok ke rumah ibu dulu soalnya kasian kalo sendirian di rumah”

“Yaudah engga apa-apa, nak. Ibu kira kamu sama Wooseok bertengkar. Soalnya pas dateng kerumah, Wooseok ga diantar kamu dan kelihatannya ia lelah sekali seperti sedang banyak fikiran”

Hati Jinhyuk mencelos. Beberapa hari ini panggilan Jinhuk selalu diabaikan Wooseok dengan alasan bahwa Wooseok sedang mengurus Bapak yang sedang sakit dan akhirnya, malam ini Jinhyuk tau bahwa Wooseok berbohong.

“Engga kok bu, kita baik-baik aja. Akhir minggu, nanti Jinhyuk jemput Wooseok kerumah ibu ya? Tapi jangan bilang Wooseok ya bu? Biar kejutan, soalnya Wooseok taunya Jinhyuk pulang masih empat hari lagi”

Tawa renyah keluar dari bibir ibu mertua Jinhyuk itu. Walaupun harus berbohong, Jinhyuk tau jika kebohongannya ini demi kebaikan semuanya termaksud kebaikan hubungannya dan Wooseok.

Jinhyuk terduduk di tempat tidur yang terasa lebih dingin dari biasanya. Ia menatap figura kecil yang terletak di nakas samping tempat tidurnya. Sebuah foto yang diambil beberapa jam setelah Jinhyuk membacakan ikrar cintanya dengan Wooseok, dimana mereka berdua saling bertatap dengan senyum terbaik mereka. Setidaknya Jinhyuk harus kembali menunggu setidaknya dua hari untuk kembali melihat senyum Wooseok tersebut.


://dan [p] penghubung satuan bahasa (kata, frasa, klausa, dan kalimat) yang setara, yang termasuk tipe yang sama serta memiliki fungsi yang tidak berbeda Ayah — ibu Bibi — Paman Jinhyuk — Wooseok

Bunga, pemandangan, lukisan dan perhiasan mungkin hanya contoh teramat kecil dari keindahan karena setiap orang memiliki standar keindahan berbeda-beda.

Bagi Jinhyuk indah adalah Wooseok. Kim Wooseok berarti indah dan indah berarti Kim Wooseok, baginya kedua hal tersebut tidak dapat di pisahkan sama sekali.

Wooseok yang tertidur dengan mulut sedikit terbuka, bagi Jinhyuk ia indah. Wooseok saat bangun tidur dengan rambut bak sarang burung, baginya juga indah. Bahkan, Wooseok ketika mengomelinya juga Jinhyuk anggap sebuah keindahan.

“Kalo suruh nulis satu keburukan kamu, aku mundur. Tapi kalo suruh nulia seribu keindahan kamu, aku maju paling depan!”

Sebuah jawaban seorang Lee Jinhyuk saat Wooseok bertanya mengapa Jinhyuk betah memandanginya saat sedang tidur dan itu membuat Wooseok hanya dapat menggelengkan kepalanya tidak percaya.

“Loh kamu kapan bangun?”

Wooseok yang sedang mempersiapkan sarapan pagi itu terkejut saat melihat Jinhyuk berdiri memandanginya entah sejak kapan.

“Aku ga liat kamu pas bangun, jadi aku harus liat kamu pas masak!”

Wooseok tersenyum ke arah Jinhyuk sebelum melanjutkan kegiatannya. Tetapi baru beberapa detik melanjutkan kegiatannya, Wooseok kembali berhenti dan menoleh kearah Jinhyuk. Wooseok memanggil Jinhyuk untuk mendekat ke arahnya.

“You got a kiss! Jadi, sekarang mendingan mandi”

Sebuah ciuman singkat yang Wooseok berikan agar Jinhyuk mau bergegas ke kamar mandi itu ternyata tidak berhasil membuat Jinhyuk pergi, karena Jinhyuk tetap berdiri di depannya saat Wooseok setelah selesai masak.

Jinhyuk bahkan tetap di dapur saat Wooseok mencuci piring selesai mereka menyatap makan pagi mereka. Jinhyuk dan keinginan untuk selalu menatap sebuah keindahan.

“Seok, kamu mau kerja lagi ga?”

Wooseok menoleh dan mengernyitkan keningnya. Jinhyuk dan segala pertanyaan random adalah sebuah satu kesatuan. Kesatuan yang selalu berhasil membuat Wooseok bingung.

“Kamu di banding nanya aneh-aneh, mending mandi! Nanti telat ke kantor, Hyuk...”

Wooseok memohon tanpa membalas pertanyaan sang suami sebelumnya. Jinhyuk kalah hanya karena wajah memohon dari Wooseok.

“Mau pakai dasi warna merah atau biru?”

Jinhyuk yang baru saja keluar dari kamar mandi itu tersenyum. Lagi, dia melihat keindahan saat Wooseok sibuk menyiapkan baju untuknya pergi ke kantor. Jinhyuk tidak menjawab pertanyaan Wooseok dan hanya tersenyum, membuat Wooseok berdecak sebal.

“Sini rambut kamu aku keringin”

Tidak perlu waktu lama untuk Jinhyuk duduk di depan meja rias. Sebuah kaca di hadapannya membuat Jinhyuk dapat dengan jelas melihat wajah fokus Wooseok yang sedang mengeringkan rambutnya.

“Engga usah ngeliatin aku mulu, itu kancing kamu salah masuk!”

Jinhyuk tertawa kecil, karena ia benar-benar salah memasangkan kancing kemeja yang sedang ia gunakan. Wooseok selesai menata rambut Jinhyuk dan hal berikutnya yang ia lakukan ialah memasangkan dasi untuk sang suami.

Berandalkan sebuah kursi pendek, Wooseok memasangkan daso Jinhyuk. Entah udah yang keberapa kali Jinhyuk tersenyum hanya karena melihat Wooseok. Sebuah keindahan yang bahkan tidak mau ia abaikan barang sedetikpun.

“Kamu senyum mulu, ga pegel?”

“Kamu indah mulu, ga capek?”

“Kamu kali yang capek, Hyuk! Aku sih biasanya aja?”

“Ah bener! Aku capek tiap hari liat kamu indah mulu, kayanya aku butuh cuti”

Jawaban sekenanya dari Jinhyuk membuat Wooseok mendongakan kepalanya. Tatapannya penuh tanya, lebih tepatnya menanyakan ide cuti yang baru Jinhyuk katakan.

“Cuti? Mau kemana?”

“Hm... Kemana ya? Ke tempat yang indah sih pastinya! Yang bisa nyegerin fikiran”

Jinhyuk berfikir sejenak, membuat Wooseok menggelengkan kepalanya tidak percaya. Tiga tahun menikah dengan Jinhyuk, masih membuat Wooseok belum terbiasa dengan segala pujian yang Jinhyuk berikan.

“Ah kayanya ga ada tempat yang lebih indah dari apartment kita deh”

Wooseok mengernyitkan keningnya bingung. Tempat indah di dunia teramat banyak dan bisa-bisa Jinhyuk mengatakan tidak ada tempat indah di dunia selain apartment mereka berdua? Wooseok mendecak sebal.

“Soalnya di tempat-tempat itu ga ada Kim Wooseok! Kalo di apartment kita kan ada Kim Wooseok, jadi apartment kita adalah tempat terindah”

Jinhyuk menarik pelan suaminya untuk masuk ke dalam pelukannya. Menghirup aroma yang menguar dari rambut sang terkasih.

“Seindah apapun tempat di dunia, kalo ga ada Kim Wooswok ga akan jadi tempat terindah! Tapi seburuk tempat apapun di dunia, kalo ada Kim Wooseok pasti akan jadi tempat terindah”

Wooseok menyembunyikan wajahnya di dada bidang sang suami. Wajahnya memerah karena pujian yang di lontarkan sang suami. Pujian tentang keindahan, pujian tentang dirinya, pujian tentang Kim Wooseok yang indah di mata seorang Lee Jinhyuk.

fin

Kapila.